DASWATI.ID – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Rifandy Ritonga, mengecam keras pengesahan revisi UU TNI oleh DPR RI pada Senin (20/3/2025).
Dalam orasinya saat Aksi Kamisan di depan Kantor DPRD Provinsi Lampung, ia menyatakan hari ini sebagai “kematian supremasi sipil dan demokrasi” di Indonesia.
Rifandy menegaskan, UUD 1945 Pasal 30 ayat (3) jelas menyebut TNI sebagai alat negara untuk menjaga keutuhan NKRI, bukan mengatur kehidupan sipil atau menduduki jabatan di kementerian.
“Kita menolak kembalinya militer ke ranah sipil. Sejarah Orde Baru sudah membuktikan, militerisme hanya membawa represi, pelanggaran HAM, dan matinya demokrasi,” tegas dia.
Ia menyesalkan sikap DPR RI yang mengabaikan suara rakyat, meski kritik dan penolakan terhadap RUU TNI telah digaungkan berulang kali.
“Parlemen di Senayan tutup telinga. Mereka kehilangan akal sehat demokrasi,” ujar dia.

Menurut Ritonga, pengesahan UU TNI yang memperluas peran militer di jabatan sipil membuka jalan bagi kembalinya militerisme.
Rifandy mengajak masyarakat membentuk “parlemen masyarakat” sebagai bentuk perlawanan.
“Ini suara kita yang tak bisa dibungkam, penjaga demokrasi saat parlemen formal gagal,” kata dia.
Ia menuntut tiga hal: pencabutan ketentuan UU TNI yang memperluas peran militer, penguatan supremasi sipil, dan profesionalisme TNI sesuai tugas konstitusional.
“Hari ini kita berkabung, tapi perjuangan belum selesai. Jangan biarkan militerisme merajalela lagi” pungkas Ritonga.
Baca Juga: Aksi Kamisan Lampung: Revisi UU TNI Ancam Demokrasi