DASWATI.ID – Car Free Day (CFD) atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), sebuah inisiatif global yang bertujuan menciptakan ruang kota bebas emisi.
Di Bandar Lampung, CFD biasanya berlokasi di sekitar Tugu Adipura meliputi Jalan Raden Intan dan Jalan Ahmad Yani.
Area ini ditutup untuk kendaraan bermotor setiap Minggu pagi, dari pukul 06.00 hingga 10.00 WIB, sehingga memungkinkan warga untuk berolahraga, bersantai, dan menikmati suasana kota tanpa polusi kendaraan.
Konsep awalnya adalah menciptakan ruang rekreasi sehat dan bebas polusi serta ruang bebas kendaraan dan bebas tekanan komersial, dengan tujuan menjadi ruang publik yang bebas, sehat, dan setara.
Namun, seiring waktu, CFD telah mengalami pergeseran fungsi yang menarik sekaligus kompleks.
Area yang semula dirancang sebagai ruang rekreasi dan kesehatan kini berkembang menjadi sentra aktivitas ekonomi informal yang cukup efektif dalam mendorong perputaran ekonomi lokal.
“Penggabungan aktivitas perdagangan UMKM dalam kegiatan CFD mencerminkan dinamika kebijakan ruang publik yang kompleks sekaligus strategis,” ujar Vincensius Soma Ferrer, Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung, saat dihubungi dari Bandar Lampung pada Rabu (6/8/2025).
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Bandar Lampung, melainkan juga di berbagai kota di Indonesia, di mana CFD kerap berubah menjadi ajang bazar, promosi produk, bahkan panggung hiburan.
“Pergeseran ini menandakan perubahan orientasi kebijakan ruang publik, dari fungsi sosial-ekologis menuju fungsi ekonomi,” ungkap Soma.
Di satu sisi, integrasi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ke dalam kegiatan CFD, seperti halnya Taman UMKM Bung Karno di Jalan Gatot Subroto, Bandar Lampung yang juga beroperasi pada akhir pekan, menunjukkan respons positif pemerintah terhadap kebutuhan ekonomi rakyat kecil.
Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bandar Lampung mengelola kegiatan CFD, sedangkan Taman UMKM Bung Karno berada di bawah pengelolaan Dinas Perindustrian Kota Bandar Lampung.
Taman UMKM Bung Karno di Jalan Gatot Subroto, Pahoman, Kota Bandar Lampung beroperasi setiap hari Sabtu dan Minggu, mulai pukul 06.00 hingga 10.00 WIB.
Taman UMKM Bung Karno, yang diresmikan secara virtual oleh Megawati Soekarnoputri pada tanggal 30 Oktober 2021, saat ini mengalami penurunan jumlah pengunjung dan pelaku UMKM.
Menurut Soma, kehadiran UMKM di CFD membuka peluang penguatan ekonomi mikro berbasis komunitas. Namun, layaknya dua sisi mata pisau, integrasi ini juga menghadirkan tantangan serius dalam tata kelola ruang publik.
Tanpa pengaturan yang jelas dan tegas, aktivitas komersial di ruang publik berisiko mengurangi kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.
“Terjadi tumpang tindih fungsi ruang—antara pengguna untuk olahraga dan pedagang untuk berdagang—yang tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga berpotensi memunculkan konflik kepentingan,” jelas dia.
“Akibatnya, area CFD yang seharusnya menjadi ruang yang tenang dan sehat, berubah menjadi arena yang padat, bising, dan jauh dari fungsi awalnya,” tambah Soma.
Kondisi ini berbeda dengan praktik di negara lain seperti Korea Selatan atau Belanda, di mana keberadaan UMKM dalam ruang CFD tetap diakomodasi, namun dengan batasan yang jelas, memisahkan area olahraga dan area dagang secara fisik maupun fungsi.
Pendekatan ini mencerminkan structured participatory governance yang menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan publik lainnya.
“Di Indonesia, kedua aktivitas ini kerap bercampur dalam satu ruang tanpa sekat, menjadikan ruang yang semestinya inklusif dan tertib justru menjadi tidak nyaman karena overload fungsi dan lemahnya pengawasan,” kata Soma.
Dalam perspektif administrasi publik, lanjut dia, situasi ini mengindikasikan perlunya peninjauan ulang terhadap desain dan tata kelola CFD oleh pemerintah daerah.
“Kebijakan ruang publik harus senantiasa mengacu pada prinsip public interest, partisipatif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Memberikan ruang bagi UMKM memang krusial, namun hal tersebut tidak boleh mengorbankan hak warga atas ruang kota yang aman, nyaman, dan sehat,” tegas Soma.
Mantan jurnalis Tribun Lampung ini menekankan bahwa CFD seharusnya menjadi contoh praktik baik dalam pengelolaan ruang publik yang inklusif.
“Di mana dengan tata kelola yang tepat, CFD dapat menjadi ajang kolaborasi antara warga, pemerintah, dan pelaku ekonomi mikro tanpa harus kehilangan identitas utamanya sebagai ruang publik yang bebas, sehat, dan setara,” pungkas Soma.
Baca Juga: Ruang Digital Mengukir Kebijakan: Dilema Antara Responsivitas dan Kredibilitas

