DASWATI.ID – Kesejahteraan dan perlindungan guru di Provinsi Lampung berada di ujung tanduk. Guru menghadapi berbagai tantangan yang mengancam kualitas pendidikan.
Meski peran guru sangat vital dalam membentuk masa depan generasi bangsa, mereka kerap kali diabaikan dalam hal kesejahteraan finansial, perlindungan hukum, dan dukungan psikologis.
“Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat sejumlah kasus dimana guru menjadi korban kriminalisasi atau kekerasan hanya karena menjalankan tugas mereka,” ujar Direktur Klasika (Kelompok Studi Kader) Lampung Ahmad Mufid.
Hal itu disampaikan Mufid dalam cara DialoKlasika dengan tema “Dehumanisasi Profesi Guru” di Rumah Ideologi Klasika, Sukarame, Kota Bandarlampung, Minggu (8/12/2024) malam.
Klasika Lampung menghadirkan Anggota DPRD Provinsi Lampung M Syukron Muchtar, dan Hislat Habib selaku Advokat dari Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi & Rekan sebagai pemantik.
Acara ini juga dihadiri Dewan Pakar Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Gino Vanollie, pemerhati pendidikan, dan media massa.
Mufid mengatakan salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh guru adalah kesejahteraan.
Walaupun telah diterapkan berbagai kebijakan untuk memperbaiki kesejahteraan tenaga pendidik, faktanya banyak guru, terutama yang berstatus honorer dan yang mengajar di daerah terpencil, masih hidup dalam keadaan yang tidak memadai.
Selain masalah kesejahteraan, sambung Mufid, guru juga menghadapi tantangan besar terkait perlindungan hukum.
“Sayangnya, regulasi yang ada saat ini belum memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi guru,” kata dia.
Kondisi ini diperparah oleh beban kerja yang berlebihan, fasilitas yang tidak memadai, dan tuntutan untuk memenuhi standar pendidikan yang terus meningkat tanpa kompensasi yang setara.

Kesejahteraan dan perlindungan guru di ujung tanduk.
Dewan Pakar FGII Gino Vanollie menekankan bahwa masalah kesejahteraan dan perlindungan guru sangat terkait dengan kompleksitas birokratisasi pendidikan saat ini.
“Proses birokratisasi dalam pendidikan membuat guru seolah-olah menjadi bagian dari sistem birokrasi,” ujar Gino dalam diskusi.
Dalam situasi ini, lanjut dia, kepala sekolah pun sering kali lebih memposisikan diri sebagai pejabat struktural daripada sebagai pemimpin yang mendukung pengembangan pendidikan.
Gino Vanollie mengajak para guru untuk berani mengungkapkan pendapat mereka.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa keberanian guru untuk bersikap kritis sering terhambat ketika kepala dinas pendidikan menjabat sebagai ketua organisasi profesi guru.
“Untuk membangun sikap kritis di kalangan guru, penting untuk menciptakan ruang diskusi yang terbuka dan mendukung, dimana mereka dapat berbagi ide dan pengalaman tanpa rasa takut,” kata dia.
Dia mengapresiasi Klasika Lampung yang memberikan ruang diskusi terkait kesejahteraan dan perlindungan guru.
Guru harus berani bersuara terkait kesejahteraan dan perlindungan mereka.
Anggota DPRD Provinsi Lampung, M. Syukron Muchtar, menyatakan bahwa mereka akan menyediakan saluran pengaduan bagi para guru.

Menurut Syukron, guru seringkali enggan untuk mengajukan pengaduan karena merasa bahwa menggunakan jasa pengacara memerlukan biaya.
“Guru nggak berani mengadu karena mungkin dengan lawyer itu butuh dana, padahal nggak selalu, tadi kan sudah disampaikan. Atau bahkan tidak berani mengadu kecuali guru dapat backup, mungkin dari FGII,” kata dia.
Syukron pun mendorong guru untuk tidak ragu bersuara dan berani mengungkapkan semua isu yang mereka alami demi perbaikan pendidikan.
“Guru tidak berani speak up saja, sudah banyak permasalahan guru kita tampung, bagaimana ketika guru itu berani speak up semua permasalahan guru?” Ujar dia.
Ia berjanji untuk memperjuangkan kesejahteraan dan perlindungan bagi guru, khususnya di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), sesuai amanat Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Menengah.
Syukron menaruh perhatian terhadap guru-guru di daerah 3T seperti di Pulau Tabuan, yang harus berangkat pada hari Kamis dan kembali pada hari Jumat dengan penghasilan hanya Rp750 ribu per bulan.
Advokat Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi & Rekan, Hislat Habib, mengatakan advokat memiliki peran penting dalam memberikan bantuan hukum kepada guru yang menghadapi masalah hukum terkait dengan tugasnya.
“Saya berpegang pada kode etik profesi advokat, kami juga memiliki tanggung jawab untuk mengakomodasi pengaduan-pengaduan yang bersifat pro bono,” ujar Hislat Habib.
Baca Juga: PB PGRI Imbau Guru ASN di Lampung Jaga Netralitas di Pilkada 2024