DASWATI.ID – Kelompok Studi Kader atau Klasika Lampung kecam Unila dan Itera yang menolak acara diskusi publik yang menghadirkan pengamat politik Rocky Gerung.
Universitas Lampung (Unila) dan Institut Teknologi Sumatera (Itera) tidak memberi izin pelaksanaan diskusi publik yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) lantaran Rocky Gerung menjadi salah satu pembicara.
“Peristiwa pelarangan ini menunjukkan pemberangusan kebebasan berdiskusi dan pengkerdilan pikiran oleh kampus,” ujar Direktur Klasika Lampung, Ahmad Mufid, di Bandarlampung pada Kamis (14/9/2023).
Menurut dia, kampus tidak lagi menjadi lokus suaka kebenaran.
“Padahal kampus merupakan satu-satunya ruang bagi pergolakan pendapat atau gagasan dipertarungkan dan ide-ide dipertukarkan,” kata Mufid.
Klasika Lampung kecam Unila dan Itera yang menolak kehadiran Rocky Gerung.
Mufid menilai larangan kampus dengan dalih sedang berbenah atau sedah memulihkan diri dari permasalahan yang menimpa institusi tersebut, hingga masalah Rocky Gerung dengan Presiden Joko Widodo belum tuntas, adalah alasan yang dibuat-buat dan mengada-ada.
“Artinya kampus menginginkan mahasiswa dan masyarakat tidak terlibat dalam iklim akademik dan iklim intelektual yang kondusif,” ujar dia.
Klasika Lampung memandang pelarangan tersebut tidak bisa dibiarkan.
Oleh karena itu, Mufid mengajak seluruh organisasi kepemudaan, organisasi kemahasiswaan, BEM, dan akademisi se-Lampung tidak tinggal diam.
“Jika dibiarkan, hal ini akan mengendap di kesadaran mahasiswa, bahwa kekuasaan sangat represif. Dan selanjutnya ketika mahasiswa berkuasa akan melakukan pola yang terulang, atau melakukan tindak represif,” jelas dia.
Diskusi publik yang digagas oleh Kabinet BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila akhirnya digelar di Gedung Serba Guna (GSG) Pahoman, Enggal.
Acara bertajuk Diskusi Publik “Menatap Indonesia Maju: Tantangan Masa Depan Global dan Middle Income Trap” dihadiri empat narasumber.
Yaitu pengamat politik Rocky Gerung, pakar hukum Refly Harun, akademisi Universitas Tulangbawang Rudi Antoni, dan politisi Habil Marati.
Baca Juga: Saut Situmorang Sebut Perempuan Sasaran Politik Uang
Gubernur BEM FEB Unila, M Reza Pratama, mengakui adanya tekanan dari pimpinan kampus terhadap diskusi publik yang mereka gagas.
“Rektorat dan dekanat sangat mengintervensi kami sebagai kelembagaan mahasiswa. Saya sebagai Ketua BEM sangat merasa dicederai independensi saya pada hari ini,” kata dia.
Hingga acara berlangsung, Reza mengatakan pihaknya tidak menerima alasan yang jelas atas penolakan rektorat dan dekanat dalam menggunakan fasilitas di fakultas.
“Kegiatan kami hanya diskusi akademik, tidak ada unsur partai politik. Kami hanya ingin mencerdaskan mahasiswa Unila dan di Lampung supaya tidak apatis dan lebih kritis,” ujar Reza.