DASWATI.ID – Konflik agraria di Tulangbawang terulang lagi antara PT SIL (Sweet Indo Lampung) dan petani penggarap lahan di Kampung Bakung Ilir pada Rabu (8/11/2023).
YLBHI-LBH Bandarlampung mengecam dugaan penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Satpam dan Pam Swakarsa PT SIL terhadap belasan masyarakat penggarap lahan.
Kepala Divisi Advokasi LBH Bandarlampung, Prabowo Pamungkas SH, menuturkan bentrokan bermula saat ratusan Satpam dan Pam Swakarsa dari PT SIL berupaya mengusir paksa penggarap lahan yang sedang bercocok tanam.
Para petani penggarap lahan mengklaim mereka bercocok tanam di atas lahan yang mereka miliki sejak tahun 2003.
“Penyerangan fisik mengakibatkan tiga warga mengalami luka serius dan satu warga mengalami sobek bagian hidung. Selain mendapatkan penganiayaan, mereka juga mengaku diancam dibunuh pada saat yang sama,” ujar Bowo sapaan akrabnya, Jumat (10/11/2023).
LBH Bandarlampung memandang konflik agraria di Kampung Bakung Ilir, Tulangbawang, memiliki pola yang sama dengan kasus-kasus sengketa tanah di berbagai tempat lainnya di Provinsi Lampung.
Sebelumnya juga diketahui belum lama ini terjadi konflik agraria yang berujung pada kekerasan dan kriminalisasi di Anak Tuha, Lampung Tengah antara masyarakat dengan PT Bumi Sentosa Abadi yang berujung pada ditangkapnya tujuh warga setempat oleh Polda Lampung.
Baca Juga: Tujuh Petani Anak Tuha Akhirnya Dibebaskan Polres Lampung Tengah
“Sengketa tanah terjadi akibat adanya ketimpangan penguasaan tanah yang selama ini dilanggengkan oleh negara dengan memberikan konsesi lahan kepada korporasi-korporasi besar, dan semakin diperparah dengan keterlibatan aparat dalam setiap agenda pengamanan aset perusahaan,” kata Bowo.
Ia menilai konflik agraria yang sering terjadi di Provinsi Lampung bukanlah persoalan yang sederhana.
“Narasi penyerobotan lahan yang dilakukan oleh masyarakat adalah narasi-narasi yang kerap dimunculkan. Seolah masalah terjadi karena ada sebagian orang yang beritikad buruk ingin menguasai aset perusahaan tanpa melihat bagaimana sejarah penguasaan lahan sebelumnya,” ujar dia.
Oleh karena itu, tambah Bowo, YLBHI-LBH Bandarlampung mengecam dugaan penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Satpam dan Pam Swakarsa PT SIL terhadap belasan penggarap lahan.
“YLBHI-LBH Bandarlampung mendorong pemerintah daerah dan Polda Lampung untuk mengusut tuntas kasus ini,” tegas Bowo.
LBH Bandarlampung juga mendorong pemerintah untuk mengevaluasi izin-izin konsesi yang diberikan kepada korporasi-korporasi besar di Provinsi Lampung.
“Karena pada dasarnya negara sebagai otoritas memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan untuk kemakmuran masyarakat seluas-luasnya,” pungkas Bowo.
Konflik agraria di Tulangbawang terulang lagi di Kilometer 26 Kampung Bakung Ilir.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi Fadilah Astutik mengakui bahwa konflik agraria antara PT SIL dan masyarakat setempat sudah berlangsung lama.
“Ini konflik lama. Masalah HGU (Hak Guna Usaha) yang dikuasai sekelompok warga,” ujar Umi.
Bentrokan bermula ketika Satpam dan Pam Swakarsa dari PT SIL berupaya membongkar paksa tenda milik penggarap lahan.
’’Bentrok yang terjadi mengakibatkan kedua belah pihak terluka. Polres Tulangbawang pun sudah ke TKP (Tempat Kejadian Perkara),” kata dia.
Bahkan, lanjut Umi, kedua belah pihak yang bertikai saling melaporkan ke Polda Lampung.
Dia menyampaikan untuk mencegah bentrok lebih lanjut, Polres Tulangbawang dan Polda Lampung telah mengamankan TKP.
“Dari Polres Tulangbawang sudah turun. Belum tahu jumlah personel Polda Lampung yang diturunkan ke lokasi. Pasalnya dari pihak PT SIL tidak mengajukan surat permohonan pengamanan seperti halnya di Lampung Tengah,” jelas Umi.