Prof Syarief Makhya Tawarkan Solusi ‘Ganti Kepala Daerah, Ganti Kebijakan’

oleh
Prof Syarief Makhya Tawarkan Solusi ‘Ganti Kepala Daerah, Ganti Kebijakan’
Profesor (Prof) Syarief Makhya bersama Ketua AJI Bandarlampung Dian Wahyu Kusuma (kiri), Direktur Eksekutif Walhi Lampung Irfan Tri Musri (kanan), dan Direktur LBH Bandarlampung Sumaindra Jarwadi (dua dari kanan) di GSG Universitas Lampung, Kota Bandarlampung, Kamis (1/8/2024). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Pilkada Langsung, sebagai bentuk pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, memiliki implikasi yang signifikan terhadap efektivitas pemerintahan daerah.

Hal itu diungkap Prof Syarief Makhya dalam orasi ilmiahnya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Studi Pemerintahan Daerah dan Kebijakan Publik pada FISIP Universitas Lampung, Kamis (1/8/2024).

“Sejak diberlakukannya Pilkada Langsung oleh rakyat, dinamika politik di daerah memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah,” ujar dia.

Pengaruh tersebut antara lain ditentukan hasil pemenangan pilkada terhadap keberlangsungan jalannya pemerintahan.

“Persaingan politik untuk merebut jabatan kepala daerah ini ditentukan oleh berbagai faktor,” kata Prof Syarief.

Faktor-faktor tersebut di antaranya kredibilitas dan reputasi kandidat; visi, misi, dan program kerja; komunikasi dan kampanye; dukungan partai politik dan tokoh masyarakat; pendanaan kampanye; dan strategi pemasaran politik.

“Dari sejumlah faktor itu, calon kepala daerah diharuskan menyertakan visi, misi, dan program kerjanya,” ujar dia.

Namun, lanjut Prof Syarief, tidak ditentukan format dan ketentuan yang baku dalam menyusun visi, misi, dan program tersebut.

“Prinsipnya, calon kepala daerah diberikan kebebasan untuk merumuskan visi, misi, dan program-program kerjanya,” kata dia.

Reihana Bahagia Terima Surat Tugas dari Gerindra Lampung
Sekretaris DPD Partai Gerindra Lampung Ahmad Giri Akbar menyerahkan surat tugas kepada Reihana sebagai Bakal Calon Wali Kota Bandarlampung di Pilkada 2024, Rabu (31/7/2024). Foto: Josua Napitupulu

Oleh karena itu, substansi dan penyusunan visi, misi, program kerja setiap calon kepala daerah akan berbeda-beda.

“Di sinilah esensi letak persaingan politik calon kepala daerah yang berbasis pada penyampaian gagasan, visi, misi, program kerja kepada masyarakat luas,” ujar dia.

Bagi calon kepala daerah terpilih, jelas Prof Syarief, visi, misi, dan program kerja tersebut akan dimasukkan dalam dokumen formal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“RPJMD ini, dalam aspek normatif, menjadi media untuk mengimplementasikan janji-janji politik kepala daerah terpilih,” kata dia.

Prof Syarief Makhya menyampaikan RPJMD ini membawa konsekuensi terjadinya perubahan substansi program dalam setiap pergantian kepala daerah.

“Dalam perspektif kontestasi politik, tidak ada jaminan program kepala daerah akan berkesinambungan atau dilanjutkan oleh penggantinya, bahkan sangat mungkin terjadi kegagalan kebijakan,” tegas dia.

Ia pun memberikan gambaran singkat terjadinya perubahan kebijakan selama empat kali pergantian kepala daerah sejak Pilkada Langsung 2005, 2010, 2015, dan 2020.

Arinal di Penjaringan PAN: jangan ada dusta di antara kita
Ketua DPD Tingkat II Partai Golkar Lampung Arinal Djunaidi menerima formulir pendaftaran Bakal Calon Gubernur Lampung dari Ketua DPW PAN Lampung Irham Jafar Lan Putra di Sekretariat DPW PAN Lampung, Bandarlampung, Senin (29/4/2024). Foto: Josua Napitupulu

Program beberapa kepala daerah di Lampung:

1. Gubernur Lampung Sjachroedin ZP (2004-2008 dan 2009-2014) dengan program pembangunan Kotabaru dan Terminal Agribisnis.

Pembangunan Kotabaru di Jati Agung, Lampung Selatan, mangkrak tidak dilanjutkan oleh Gubernur Lampung 2014-2019 M. Ridho Ficardo dan Gubernur Lampung 2019-2024 Arinal Djunaidi.

Sementara, Terminal Agribisnis di Desa Gayam, Penengahan, Lampung Selatan, tidak berfungsi dan tidak dilanjutkan dengan kondisi bangunan tidak terawat.

2. Wali Kota Bandarlampung Edy Soetrisno (2005-2010) dengan program pembangunan Water Front City (WFC).

Program WFC yang digulirkan akhir 2009 silam rencananya mencakup areal seluas 1.447 Ha di tiga kecamatan yaitu Panjang, Telukbetung Selatan, dan Telukbetung Barat.

Pembangunan WFC tidak dilanjutkan oleh Wali Kota Bandarlampung Herman HN (2010-2015 dan 2016-2021) dan Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana (2021-2026).

3. Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo (2014-2019) dengan program pembangunan perpustakaan modern di Labuhan Ratu, Kedaton, Kota Bandarlampung.

Meski sempat mangkrak, pembangunan perpustakaan modern dilanjutkan oleh Gubernur Lampung Arinal Djunaidi (2019-2024) di tahun 2022.

Bakal Calon Gubernur Lampung Incar Efek Jokowi-Kaesang
Ketua DPW Partai NasDem Lampung Herman HN menerima berita acara pendaftaran sebagai Bakal Calon Gubernur Lampung 2025-2030 dari jajaran pengurus DPW PSI Lampung di Bandarlampung, Senin (29/7/2024). Foto: Josua Napitupulu

4. Wali Kota Bandarlampung Herman HN (2010-2015 dan 2016-2021) dengan program revitalisasi Pasar SMEP.

Pasar SMEP selama 16 tahun terbengkalai sejak tahun 2003. Revitalisasi mulai dilakukan Herman HN pada 2019.

5. Gubernur Lampung Arinal Djunaidi (2019-2024) dan pembangunan Lampung Astronomical Observatory (LAO) di Tahura Wan Abdul Rachman, Pesawaran.

LAO digagas Pemerintah Provinsi Lampung (Pemprov) dan Institut Teknologi Sumatra (Itera). Peletakan batu pertama dilaksanakan di era Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo (2014-2019). Namun, pembangunan LAO tidak dilanjutkan oleh Arinal Djunaidi.

6. Pemerintah pusat dan Pemprov Lampung di era Gubernur Lampung Sjachroedin ZP dalam program pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).

JSS merupakan salah satu mega proyek yang terbengkalai akibat pergantian pemimpin di dalam negeri.

Proyek besar ini ingin direalisasikan pada 2014 silam oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009 dan 2009-2014). Namun, tidak dilanjutkan oleh Presiden RI Joko Widodo (2014-2019 dan 2019-2024).

Pilgub Lampung Batu Uji Loyalitas Pemilih Prabowo Subianto
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengumumkan Rahmat Mirzani Djausal sebagai Calon Gubernur Lampung 2025-2030 untuk Pilgub Lampung 2024 dalam acara Halal Bihalal Keluarga Besar Partai Gerindra Provinsi Lampung di Novotel Lampung, Bandarlampung, Sabtu (11/5/2024) malam. Foto: Josua Napitupulu

“Ada beberapa alasan mengapa program unggulan kepala daerah tidak dilanjutkan oleh kepala daerah penggantinya,” ungkap Prof Syarief.

Antara lain aspek politik, kekuatan hukum, perencanaan program, tidak adanya analisis risiko kebijakan, pengawasan yang lemah, dan kurangnya akuntabilitas pemerintahan.

Dari aspek politik, jelas Prof Syarief, perbedaan kepentingan dan prioritas menjadi alasan kuat tidak dilanjutkannya program kepala daerah sebelumnya.

  • Kepala daerah pengganti memiliki visi dan prioritas yang berbeda dengan pendahulunya.
  • Kepala daerah yang baru terpilih memiliki komitmen terhadap pendukungnya yang memiliki harapan dan tuntutan berbeda dengan masa sebelumnya.
  • Kepala daerah baru melakukan evaluasi terhadap keberhasilan dan efektivitas program-program yang sudah berjalan.
  • Politik anggaran. Perubahan dalam anggaran atau sumber daya yang tersedia bisa menjadi faktor penting dalam mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan program-program tertentu.
  • Dinamika politik lokal. Kepala daerah pengganti harus mempertimbangkan dukungan dari partai politik atau koalisi yang mendukungnya.
Eva Dwiana Kian Menyala di Pilkada Bandarlampung 2024
Eva Dwiana menerima surat rekomendasi sebagai Bakal Calon Wali Kota Bandarlampung dari Koordinator Wilayah DPP Partai NasDem Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) Fauzi Amro di Kantor DPP Partai NasDem, Jakarta, Kamis (27/6/2024). Foto: Arsip DPW Partai NasDem Lampung

Dari aspek yuridis, lanjut Prof Syarief, program kepala daerah tidak dilanjutkan karena secara yuridis formal (perda) tidak mengikat pada kepala daerah penggantinya.

“Sehingga tidak ada kekuatan memaksa terhadap kepala daerah baru untuk melanjutkan program sebelumnya,” kata dia.

Sementara dari aspek perencanaan program kepala daerah, tidak ada program yang dikategorikan program jangka panjang.

“Program kepala daerah hanya berlaku saat kepala daerah memegang masa jabatan,” ujar dia.

Selain itu, tambah Prof Syarief, program kepala daerah tidak mempertimbangkan analisis risiko kebijakan. Sehingga, aspek kegagalan kebijakan tidak dipertimbangkan saat kebijakan itu akan ditetapkan.

“Pengawasan atau kontrol, baik DPRD atau masyarakat, juga sangat lemah. Akibatnya, ketika program kepala daerah bermasalah, tidak bisa dihentikan, dikoreksi, dan cenderung membiarkan risiko kegagalan,” tegas dia.

Aspek lainnya yaitu masalah akuntabilitas pemerintahan. Program kepala daerah didanai oleh APBD, tapi tidak menunjukkan pencapaian yang signifikan terhadap tujuan yang telah ditetapkan.

“Penggunaan APBD yang tidak menghasilkan output atau outcome ini dapat diinterpretasikan sebagai bentuk kurangnya akuntabilitas penggunaan anggaran publik, baik secara institusional maupun dari aspek etika pemerintahan,” jelas Prof Syarief.

Dua Tokoh Muda Calon Kuat Gubernur Lampung
Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP Lampung Umar Ahmad (kanan) dan Ketua DPD Partai Demokrat Lampung Edy Irawan Arief (kiri) bertemu di penjaringan Partai NasDem Lampung, Bandarlampung, Selasa (7/5/2024). Foto: Josua Napitupulu

Mengembangkan pemerintahan daerah yang efektif.

Meskipun Pilkada Langsung menghasilkan kepala daerah yang sangat dominan dalam kekuasaan dan kekuatan politik, Prof Syarief menolak dengan tegas jika pilkada dikembalikan ke DPRD.

“Ya, ini dampak dari pemilihan secara langsung. Tapi, saya tidak setuju kalau pemilihan kepala daerah dikembalikan lagi kepada DPRD karena praktik-praktik kecurangan tersembunyi seperti politik uang akan lebih dahsyat,” kata dia usai acara pengukuhannya sebagai Guru Besar Unila.

Menurut Prof Syarief, mengembangkan pemerintahan daerah yang efektif dalam konteks adanya nilai politis pencapaian visi, misi, dan program kepala daerah, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

  • faktor politik;
  • penyusunan visi misi dan program mempertimbangkan aspek kelayakan implementasi kebijakan secara politik, anggaran, hukum, dan sosial;
  • peran penting birokrasi pemerintahan dalam mengoreksi dan menawarkan alternatif kebijakan, jika implementasi kebijakan berpotensi gagal;
  • Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) partai politik sebaiknya diisi oleh aktivis partai yang memiliki keahlian, sensitivitas, serta kemampuan analisis dalam merumuskan arah kebijakan kepala daerah;
  • penggunaan dana publik harus dapat dipertanggungjawabkan;
  • mengembangkan konsep pemerintahan antisipatif dalam memprediksi dan menanggapi tantangan masa depan, serta perubahan yang mungkin terjadi;
  • RPJPD harus menjadi acuan yang mengikat bagi kepala daerah yang baru.

Prof Syarief memberikan penekanan pada faktor politik dalam mengembangkan pemerintahan daerah yang efektif.

“Faktor politik harus dipertimbangkan karena konsekuensi pilkada langsung yang dipilih rakyat mengubah formasi pemerintahan,” ujar dia.

Pemenang pilkada memposisikan kepala daerah yang sangat kuat, bahkan cenderung terjadi pemusatan kekuatan di tangan kepala daerah.

“Istilah ‘ganti kepala daerah, ganti kebijakan’ menunjukkan distribusi kekuasaan riil dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap daerah akan menampilkan fenomena politik yang asimetris,” kata Prof Syarief.

Baca Juga: Visi Misi Calon Kepala Daerah Harus Selaras RPJPD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *