DASWATI.ID – Sungai di Bandarlampung jadi ‘daratan’ sampah di musim kemarau. Hal ini terpantau di wilayah Kecamatan Tanjungkarang Timur, Sabtu (30/9/2023).
Sungai di sepanjang permukiman warga ini dipenuhi limbah rumah tangga. Mulai dari sampah plastik, kasur, batang pohon, hingga bekas kandang ayam.
“Air sungai kering gini sampah enggak jalan. Pasti numpuk. Tapi, kalau hujan, air sungai deras dan sampah terbawa air sungai,” kata Sarilah (68) warga Jalan Dr Harun II, Tanjungkarang Timur, Bandarlampung.
Ia mengaku warga setempat sangat terganggu dengan aroma bau dari tumpukan sampah di sungai yang mengering.
“Buat saya yang tinggalnya di pinggir sungai ini kurang nyaman karena menimbulkan bau enggak enak, ditambah lagi banyak nyamuk,” ujar dia.
Sungai di Bandarlampung jadi ‘daratan’ sampah. Pemandangan serupa terlihat di Jalan Kadu Pedang, Kelurahan Kota Baru.
Warga setempat, Robi (39), mengatakan sampah di daerah aliran sungai kerap menumpuk setiap musim kemarau.
“Apalagi kalau hujan turunnya lama, pasti sampah semakin menumpuk dan menyebabkan bau gitu,” ujar dia.
Robi menyesalkan warga sekitar yang masih membuang sampah ke sungai. Dirinya kerap memperingatkan warga agar tidak buang sampah sembarangan.
Namun, lanjut dia, warga setempat melakukan hal itu karena terpaksa. Petugas Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (Sokli) di lingkungannya tidak setiap hari mengangkut sampah.
“Ya gimana warga enggak buang sampah di sungai, tukang sokli ambil sampahnya dua sampai tiga hari. Jadi terpaksa warga buangnya ke sungai,” kata Robi.
Menurut dia, sampah di sungai bukan hanya dari warga sekitar, tapi juga dari warga luar.
Robi berharap Pemerintah Kota Bandarlampung mengangkut sampah di sungai yang mengering agar tidak menjadi sarang nyamuk dan menimbulkan banjir saat musim penghujan tiba.
Ketua RT 08/Lingkungan 03 Kota Baru, Mulyadi, menuturkan pemerintah kota melalui pihak kecamatan, lurah, dan RT, rutin melakukan aksi bersih-bersih sungai di hari Jumat setiap pekannya.
“Setiap Jumat kami selalu membersihkan sungai bersama warga. Tapi memang waktunya hanya dua jam, jadi saya rasa kurang cukup,” ujar dia.
Terkait petugas Sokli, Mulyadi mengaku sampah diangkut oleh petugas dari rumah warga setiap dua hari sekali dengan iuran sebesar Rp25 ribu per bulan.
“Tapi tidak semua warga mau bayar, jadi mereka pilih buang sampah ke sungai,” jelas dia.
Baca Juga: Indonesia Berhasil Turunkan Volume Sampah Plastik di Laut