DASWATI.ID – Korupsi pemilu merusak demokrasi. Setiap tahapan pemilu dan pilkada, berdasarkan pengalaman, sangat rawan perilaku koruptif.
“Perilaku koruptif bukan hanya berkaitan dengan uang semata, melainkan berkaitan dengan tindakan atau keputusan yang dilakukan dan diambil,” ujar Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Baturaja, Yahnu Wiguno Sanyoto.
Hal tersebut ia sampaikan pada Seminar Nasional Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI) di Jambi pada 2 Oktober 2023 yang digelar oleh UIN STS Jambi.
Anggota Bawaslu Kota Bandarlampung 2018-2023 ini membeberkan secara rinci tahapan-tahapan yang berpotensi menjadi masalah dan konflik agar dapat diantisipasi sesegera mungkin oleh masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.
Berikut kerawanan tahapan pemilu dan pilkada yang mengarah pada korupsi:
1. Penyusunan Daftar Pemilih
- Pemilih yang belum memiliki KTP Elektronik berpotensi tidak terdaftar di DPT (Daftar Pemilih Tetap);
- Pemilih terdaftar lebih dari satu kali (ganda);
- Pemilih tinggal di daerah sengketa;
- Pemilih tidak memiliki identitas kependudukan.
“Permasalahan DPT akan dijadikan alasan bagi calon yang kalah untuk melakukan penolakan terhadap hasil pemilu dengan melakukan demonstrasi dan tindak kekerasan,” kata Yahnu.
2. Pencalonan
- Manipulasi data pendukung oleh bakal calon perseorangan;
- Dukungan ganda oleh pendukung atau partai politik;
- Pemalsuan dokumen pencalonan dan/atau syarat calon.
Yahnu menuturkan potensi konflik yang timbul dari masalah pencalonan. Di antaranya sengketa pencalonan di PTUN tidak berkepastian dari sisi waktu.
“Bakal calon yang tidak lolos, selain melakukan sengketa, juga melakukan tekanan-tekanan kepada KPU, dan tindakan kekerasan pendukung terhadap KPU daerah,” ujar dia.
3. Kampanye
- Kampanye hitam;
- Berita Hoax di media sosial;
- Politik uang;
- Intimidasi;
- Kampanye SARA.
“Potensi konflik antar pendukung pasangan calon pada tahapan ini sangat tinggi pada tahapan ini jika kampanye hitam, hoax, politik uang, intimidasi, dan sebagainya terjadi di tengah masyarakat,” jelas Yahnu.
4. Pemungutan dan Penghitungan Suara
- Politik uang;
- Intimidasi kepada pemilih dan penyelenggara;
- Manipulasi penghitungan suara;
- Pemalsuan dan/atau penyalahgunaan Model C6;
- PSU (Pemungutan Suara Ulang).
Yahnu mengatakan eskalasi konflik antarpendukung semakin tinggi pada saat hari pemungutan suara.
“Terlebih jika hoaks dan informasi kecurangan beredar di tengah masyarakat,” ujar dia.
5. Rekapitulasi dan Penetapan Calon Terpilih
- Perbedaan data antara saksi dengan KPU;
- Potensi manipulasi data hasil pemilu;
- Potensi politik uang.
Pada tahapan ini, ujar Yahnu, demonstrasi calon yang kalah akan semakin meningkat. Bahkan potensi konflik pendukung pasangan calon juga ikut meningkat.
“Saat ini, tahapan Pemilu sudah mendekati tahapan penetapan DCT (Daftar Calon Tetap), pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden, bahkan setelah itu Kampanye, dimana tahapan-tahapan tersebut merupakan tahapan yang rawan pelanggaran pemilu,” kata Yahnu.
Dia memandang korupsi pemilu merusak demokrasi, memunculkan kepemimpinan yang korup, hilangnya kepercayaan publik terhadap demokrasi, menguatnya kekuasaan pemilik modal, dan hancurnya kedaulatan rakyat.
“Rakyat hanya sebagai penonton atau objek, bukan penentu kebijakan strategis pemerintah,” pungkas Yahnu.
Tema yang diangkat dalam Seminar Nasional kali ini yaitu “Pemilu, Korupsi, dan Kemerosotan Demokrasi”.
Di acara tersebut Yahnu mengingatkan peserta sekaligus mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi, UIN STS Jambi, dan Universitas Nurdin Hamzah akan peran dan fungsinya.
Di antaranya sebagai agent of change (agen perubahan), social control (kontrol sosial), iron stock (keseimbangan intelektual dan akhlak), dan guardian of value (penjaga nilai).
Seminar Nasional ini diisi pemateri panel yang terdiri dari Dr. Amalia Syauket (Universitas Bhayangkara), Dr. M. Nur Alamsyah (Universitas Tadulako), Tri Endah Karya Lestiyani, S.IP., M.IP (UIN STS Jambi), Syafrial, M.Sc (Universitas Nurdin Hamzah), dan Yahnu Wiguno, S.IP., M.IP (Universitas Baturaja).
Baca Juga: Deklarasi Netralitas Pegawai Non-ASN di Pemilu 2024