DASWATI.ID – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menerbitkan Surat Edaran Pedoman Pemanfaatan Artificial Intelligence.
Surat edaran ini akan menjadi panduan pemanfaatan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan guna menghindari penyalahgunaannya.
Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, mengatakan meskipun bersifat normatif dan etik, namun pedoman pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) telah mengadopsi nilai-nilai demokrasi.
“Di surat edaran belum ada sanksi karena lebih ke panduan normatif. Tapi AI harus transparan, harus inklusif, mengadopsi nilai-nilai demokrasi, nondiskriminatif, dan akuntabel. Itu dijadikan sebagai panduan etik,” ujar dia dalam keterangan resminya, Selasa (5/12/2023) lalu.
Baca Juga: DPR Setujui Revisi UU ITE Jilid 2
Nezar Patria menyampaikan saat ini pemerintah tengah menyiapkan Surat Edaran Pedoman Pemanfaatan Artificial Intelligence.
Surat edaran tersebut diharapkan menjadi regulasi sementara sebagai panduan.
“Untuk antisipasi dalam waktu yang singkat saya kira bisa jadi panduan. Misalnya ada produk-produk yang menggunakan generative AI. Selama dia mengadopsi surat edaran ini tentu saja, jika nanti bersinggungan dengan hukum, prosesnya akan dilihat bahwa sebetulnya cukup etis,” kata dia.
Meskipun demikian, lanjut Patria, tidak menutup kemungkinan ada beberapa hal dari peraturan hukum yang berlaku yang dilanggar akan menjadi pertimbangan hakim dalam soal tersebut.
Begitu pun sebaliknya, ketika generative AI digunakan dengan melanggar aspek etik dan hukum yang mengatur tentang ruang digital di Indonesia, maka hakim juga bisa menyimpulkan apakah melanggar etik atau melanggar hukum.
“Ada juga yang tidak melanggar etik tetapi mungkin punya persoalan dengan hukum, itu jadi pertimbangan hakim,” jelas Patria.
Menurut dia, generative AI sebagai salah satu ekosistem teknologi AI banyak disalahgunakan untuk menghasilkan deepfake.
Deepfake bisa digunakan untuk kegiatan positif, tapi juga berpeluang untuk disalahgunakan.
“Deepfake ini kan ada yang positif, ada juga yang negatif,” ujar dia.
Deepfake positif misalnya digunakan untuk marketing tanpa memberikan kerugian kepada pihak lain.
Tetapi, ada juga yang mencoba melakukan disinformasi dan misinformasi dengan menggunakan deepfake ini.
“Nah, deepfake ini yang coba kita pagari secara etik, bahwa misalnya kalau ada produk generative AI yang menggunakan teknologi deepfake harus transparan,” lanjut Patria.
Untuk mencegah penyalahgunaan generative AI ini, dia menekankan bahwa setiap pengguna generative AI baik dalam bentuk gambar, video, teks maupun suara harus memastikan sumber teknologi dipakai.
“Kalau yang dipakai adalah hasil generative AI, maka dengan demikian publik akan tahu bahwa produk ini adalah produk deepfake,” tegas Patria.