Tahapan Krusial Pengawasan Pemilu 2024

oleh
Tahapan Krusial Pengawasan Pemilu 2024
Yahnu Wiguno Sanyoto (tengah) menjadi pemateri di Rapat Koordinasi Fasilitasi dan Pembinaan Aparatur Pengawasan Pemilu Dalam Rangka Persiapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara pada Pemilu Tahun 2024 Tingkat Kota Bandarlampung di Hotel Horison, Kamis (29/2/2024). Foto: Istimewa

DASWATI.ID – Tahapan krusial pengawasan pemilu adalah tahapan-tahapan dalam penyelenggaraan pemilu yang memiliki potensi kerawanan pelanggaran yang tinggi dan dapat berdampak signifikan terhadap hasil pemilu.

“Ada empat tahapan krusial dalam pengawasan pemilu yang perlu mendapat perhatian khusus,” ujar akademisi FISIP Universitas Baturaja, Yahnu Wiguno Sanyoto.

Hal itu disampaikan saat acara Rapat Koordinasi Fasilitasi dan Pembinaan Aparatur Pengawasan Pemilu Dalam Rangka Persiapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara pada Pemilu Tahun 2024 Tingkat Kota Bandarlampung di Hotel Horison, Kamis (29/2/2024).

Dalam pemaparannya, Yahnu menyampaikan empat tahapan krusial pengawasan pemilu yaitu Pendaftaran Pemilih; Pengadaan dan Distribusi Logistik; Pemungutan dan Penghitungan Suara; Penetapan Hasil Pemilu.

“Keempat tahapan ini merupakan tahapan yang saling berkaitan dan saling memengaruhi, namun bukan berarti hanya ada empat tahapan ini dalam penyelenggaraan pemilu,” kata dia.

Yahnu menjelaskan akurasi daftar pemilih akan mempengaruhi ketersediaan jumlah surat suara (logistik) pemilu.

Kemudian, ketersediaan logistik akan menjamin pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk terlibat dalam pemilu.

FOKUS PENGAWASAN TUNGSURA

Tungsura adalah akronim dari Pemungutan dan Penghitungan Suara, yang merupakan salah satu tahapan krusial dalam proses pemilu.

Fokus pengawasan tungsura untuk memastikan bahwa proses pemungutan suara berlangsung secara jujur dan adil, transparan, akuntabel. Serta memastikan penghitungan suara dilakukan secara akurat, transparan, dan efisien.

“Fokus pengawasan tungsura terbagi dalam empat tahapan; Sebelum Pemungutan Suara, Pemungutan Suara, Penghitungan Suara, dan Rekapitulasi Hasil,” tutur Yahnu.

1. Pengawasan Sebelum Pemungutan Suara

Kampanye pada masa tenang; Politik uang; Netralitas ASN; Mobilisasi pemilih; Pengumuman hari pemungutan suara; Distribusi Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara Kepada Pemilih atau MODEL C.PEMBERITAHUAN-KPU; Kesiapan TPS; Logistik.

2. Pengawasan Pemungutan Suara

Proses pengawasan pemungutan suara mulai dari Netralitas Penyelenggara, Pelayanan kepada Pemilih, Akurasi Daftar Pemilih, Ketersediaan Logistik, Ketaatan Prosedur.

3. Pengawasan Penghitungan Suara

Mulai dari Keamanan, Salinan C.HASIL, Integritas dan Ketepatan Hasil Pemungutan Suara, Prosedur Penghitungan Suara, Netralitas Penyelenggara.

4. Pengawasan Rekapitulasi Hasil

Fokus pengawasan pada publikasi C.HASIL ketika rekapitulasi di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK); dan Kesalahan dan/atau manipulasi dalam rekapitulasi.

PEMUNGUTAN SUARA ULANG & PENGHITUNGAN ULANG SUARA

“Pemungutan suara ulang (PSU) dan penghitungan ulang suara dilakukan ketika terdapat gangguan atau pelanggaran yang berpotensi mencederai kualitas pemilu di TPS,” kata Yahnu.

Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.

Selain itu, pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai berikut:

  • terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan;
  • pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak sesuai aturan;
  • Petugas KPPS meminta Pemilih memberi tanda khusus;
  • Petugas KPPS merusak surat suara lebih dari satu;
  • Pemilih yang tidak memiliki KTP Elektronik dan tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb.

Sedangkan penghitungan suara ulang berupa penghitungan ulang surat suara di TPS, rekapitulasi suara ulang di PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi.

Penghitungan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi hal sebagai berikut:

  • terjadi kerusuhan;
  • penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
  • penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau kurang mendapat penerangan cahaya;
  • penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
  • penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
  • saksi Peserta Pemilu dan Pengawas TPS dan masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
  • penghitungan suara dilakukan di tempat lain atau waktu lain dari yang telah ditentukan; dan/atau
  • terjadi ketidaksesuaian jumlah penghitungan surat suara sah dan surat suara tidak sah.

TINDAK PIDANA PEMILU DALAM TUNGSURA

Pelanggaran tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai pemilu.

Tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu bersama Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Berdasarkan pasal 488 sampai 553 UU Pemilu, disebutkan setidaknya ada 77 tindakan yang termasuk tindak pidana pemilu. Tindakan tersebut di antaranya:

  • kampanye di luar jadwal pemilu;
  • memberikan keterangan palsu laporan dana kampanye;
  • pemasangan alat peraga kampanye tak sesuai ketentuan;
  • penggunaan fasilitasi atau anggaran pemerintah untuk kampanye;
  • memalsukan data pemilih;
  • menggagalkan pemungutan suara;
  • memberikan suara lebih dari satu kali;
  • memaksa seseorang memberikan suara;
  • politik uang;
  • memanipulasi hasil pemungutan suara;
  • keberpihakan aparatur negara terhadap peserta pemilu.

“Untuk pelanggaran tindak pidana pemilu dalam tungsura disebutkan dalam Pasal 529-551 UU Pemilu,” kata Yahnu.

Adapun terkait subjek tindak pidana pemilu, tercatat ada 16 subjek tindak pidana meliputi setiap orang, kelompok, perusahaan, badan usaha non-pemerintah, kepala desa atau sebutan lain, ketua dan anggota KPPS/KPPSLN, anggota PPS atau PPLN.

Kemudian anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota pelaksana dan/atau tim kampanye, peserta kampanye, peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu luar negeri, Pengawas TPS, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota.

Selanjutnya pimpinan parpol atau gabungan parpol, calon presiden dan wakil presiden, pejabat negara, hakim, ketua atau anggota BPK, gubernur, deputi gubernur senior dan/atau deputi gubernur BI serta direksi, komisaris, dewan pengawas, dan/atau karyawan BUMN/BUMD.

PENANGANAN PELANGGARAN

Mengacu UU Pemilu, secara umum terdapat tiga bentuk pelanggaran pemilu, yakni pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif, dan tindak pidana pemilu.

Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dapat ditangani oleh empat pihak, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Tim Pemeriksa Daerah (TPD), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Jika pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara pemilu ad hoc, maka kasus ditangani oleh lembaga penyelenggara yang bersangkutan tingkat kabupaten/kota.

Selanjutnya, jika pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara pemilu permanen, kasus ditangani oleh TPD dan DKPP. Jika pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara pemilu ad hoc dan permanen secara bersama-sama, DKPP yang akan turun tangan.

Untuk penanganan pelanggaran administratif mengacu pada Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu.

Sementara, penanganan pelanggaran pidana pemilu dilakukan berdasarkan UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2023 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum.

Yahnu mengatakan pengawas pemilu menerima dan meregistrasi Temuan dan Laporan sesuai dengan Peraturan Bawaslu mengenai Temuan dan Laporan pelanggaran pemilu.

Temuan

Temuan adalah hasil pengawasan Pengawas Pemilihan Umum yang mengandung dugaan pelanggaran.

“Hari Temuan dugaan pelanggaran pemilu dihitung sejak hari saat pengawas pemilu mengetahui dan/atau menemukan dugaan pelanggaran pemilu,” ujar dia.

Laporan hasil pengawasan disampaikan dalam rapat pleno. Kemudian laporan hasil pengawasan yang diduga adanya Pelanggaran ditetapkan menjadi Temuan berdasarkan rapat pleno dengan memerhatikan syarat berikut:

  • penemu dugaan pelanggaran merupakan Pengawas Pemilu;
  • waktu Temuan tidak melebihi tujuh hari sejak diketahui dan/atau ditemukan;
  • identitas pelaku; dan
  • peristiwa dan uraian kejadian.

“Hasil rapat pleno dituangkan dalam Formulir MODEL A.2,” lanjut Yahnu.

Laporan

Laporan adalah laporan yang disampaikan secara tertulis oleh pelapor kepada Pengawas Pemilihan Umum tentang dugaan terjadinya pelanggaran Pemilihan Umum.

Pihak yang berhak melaporkan yakni:

  • warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih pada pemilihan umum setempat;
  • peserta pemilu, dapat diwakili tim kampanye dan/atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu disertai dengan surat kuasa;
  • pemantau pemilu yang terakreditasi di Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota.

“Laporan dugaan pelanggaran disampaikan kepada Pengawas Pemilu paling lama tujuh hari sejak diketahuinya dan/atau ditemukannya pelanggaran pemilihan umum yang dituangkan dalam Formulir MODEL A,” terang Yahnu.

Pengawas Pemilu akan mengkaji kelengkapan dan keabsahan Laporan atau Temuan untuk ditindaklanjuti, dilanjutkan atau dihentikan.

“Kajian disusun paling lama tujuh hari terhitung setelah Temuan atau Laporan diregistrasi oleh Pengawas Pemilu. Apabila Pengawas Pemilu memerlukan penyusunan keterangan tambahan, kajian dilakukan paling lama 14 hari kerja setelah Temuan dan Laporan diregistrasi,” pungkas Yahnu.

Baca Juga: Bawaslu Optimalkan Peran Sentra Gakkumdu di Momen Krusial Pemilu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *