Kerawanan Pilkada 2024 di Lampung

oleh
Kampanye Pemilu Tak Ramah Lingkungan
Pengamat politik dari Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Baturaja, Yahnu Wiguno Sanyoto. Foto: Arsip Pribadi

DASWATI.ID – Penetapan Rekapitulasi Perolehan Suara Peserta Pemilihan Umum Tahun 2024 baru saja dilakukan empat hari yang lalu oleh KPU pada Rabu (20/3/2024) malam.

Dan seketika itu pula pembicaraan politik bergeser ke kontestasi politik lokal, yaitu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024 yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang.

Menurut Pengamat politik dari Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Baturaja, Yahnu Wiguno Sanyoto, penyelenggara pemilu harus selalu waspada dan siap menghadapi potensi kerawanan di setiap tahapan Pilkada Serentak Tahun 2024, khususnya di Kota Bandarlampung.

Baca Juga: KPU Terbitkan PKPU tentang Pilkada Serentak 2024

Dia mengatakan ada banyak hal yang dapat dijadikan bahan evaluasi, baik dari pelaksanaan Pemilu 2024 maupun Pilkada 2020, untuk memperbaiki penyelenggaraan dan pengawasan di Pilkada Serentak 2024.

“Persoalan pertama yang harus diantisipasi adalah masalah data pemilih. Pemutakhiran data pemilih menjadi starting point untuk nantinya mempersiapkan logistik pilkada sehingga data pemilih harus benar-benar akurat dan mutakhir,” kata Yahnu saat dihubungi pada Minggu (24/3/2024) sore.

Persoalan kedua adalah pada tahap pencalonan, utamanya calon perseorangan atau calon independen.

“Bagaimana melakukan verifikasi yang efektif dan efisien terkait dengan dokumen pemenuhan syarat calon dan pencalonan, apalagi jika nantinya terdapat calon independen seperti Pilkada 2020 yang lalu,” ujar dia.

Kemudian, persoalan ketiga adalah pengaturan teknis dan pengawasan tahapan kampanye pemilihan sehingga larangan kampanye tidak dilanggar oleh semua pasangan calon yang akan berkompetisi di dalam Pilkada 2024.

“Persoalan berikutnya adalah netralitas penyelenggara, baik KPU maupun Bawaslu, dan badan ad hoc masing-masing,” kata Yahnu.

Evaluasi kinerja penyelenggara menjadi penting untuk dilakukan sedemikian rupa dengan melihat kinerjanya pada Pemilu 2024.

Baca Juga: Rekrutmen Pengawas Ad Hoc Pilkada Dijadwalkan April 2024

Persoalan kelima adalah netralitas ASN/TNI/Polri. Pada Pilkada Bandarlampung 2020 lalu, setidaknya terdapat enam dugaan pelanggaran netralitas ASN.

“Tentu saja harapannya ke depan dapat diminimalisasi bahkan tidak lagi ada kasus pelanggaran netralitas ASN/TNI/Polri. Oleh karenanya menjadi penting, penyelenggara Pemilu memiliki responsivitas dan ketelitian yang tinggi dalam mencermati dinamika tahapan yang akan berjalan nantinya, termasuk dalam memahami regulasi Pemilihan yang ada dan berlaku saat ini,” jelas Yahnu.

Contoh, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan 2024 disebutkan bahwa penetapan pasangan calon kepala daerah dilakukan pada tanggal 22 September 2024.

Sementara, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pasal 71 ayat (2) menyebutkan bahwa:

“Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.”

Kemudian, Pasal 71 ayat (3) menyatakan bahwa:

“Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.”

“Pertanyaannya, apakah Bawaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung, tidak hanya Kota Bandarlampung, sudah bersurat terkait hal tersebut sebagai upaya pencegahan karena ketentuan tersebut berlaku juga untuk para Penjabat Kepala Daerah karena saat ini sudah memasuki masa 6 bulan tersebut,” tegas Yahnu.

Baca Juga: Masa Jabatan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2020 Diperpanjang MK

Dia berharap pengawas pemilu bersikap responsif dalam mencegah potensi pelanggaran dan memiliki daya tanggap cepat menangani dugaan pelanggaran.

“Daya tanggap yang cepat ini mengingat masa penanganan pelanggaran Pemilihan yang lebih singkat daripada Pemilu,” kata dia.

Ia menjelaskan pengawas pemilu diberikan waktu maksimal 14 hari kerja untuk memproses penanganan pelanggaran Pemilu. Sedangkan pada Pemilihan hanya diberikan waktu maksimal lima hari kalender untuk memprosesnya.

“Tantangan akan menjadi lebih tinggi apabila terdapat ketidakjelasan ketentuan turunan dalam bentuk peraturan atau keputusan karena terdapat beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pemilihan yang masih multitafsir, tidak lengkap, bahkan tidak implementatif sehingga dapat menyebabkan penegakan hukum Pemilihan tidak berjalan efektif,” ujar Yahnu.

Baca Juga: 15 Provinsi Rawan Tinggi di Pilkada 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *