KPU Tetapkan Prabowo-Gibran sebagai Capres Cawapres Terpilih 2024-2029

oleh
Tim Kampanye Daerah Prabowo-Gibran se-Provinsi Lampung
Calon Presiden RI Prabowo Subianto (kiri) bersama Calon Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka (kanan) saat pengundian nomor urut peserta Pilpres 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (14/11/2023) malam. Foto: Istimewa

DASWATI.ID – KPU tetapkan Prabowo-Gibran sebagai Capres Cawapres Terpilih 2024-2029 dalam waktu tiga hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2024.

Anggota KPU RI Yulianto Sudrajat mengatakan penetapan paslon terpilih dilakukan pasca pembacaan putusan PHPU oleh MK, Senin (22/4/2024) siang.

“Tanggal 20 Maret kemarin itu penetapan perolehan suara nasional. Pascaputusan MK adalah penetapan paslon terpilih,” kata Yulianto.

KPU tetapkan Prabowo-Gibran sebagai Capres Cawapres Terpilih 2024-2029.

Hal itu sesuai Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024.

Penetapan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan MK dibacakan.

Sebelumnya, KPU RI telah menetapkan Paslon 02 Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2024 dalam Rapat Pleno Terbuka Penetapan Hasil Pemilu 2024 Tingkat Nasional di Sekretariat KPU RI, Jakarta, Rabu (20/3/2024) lalu.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memperoleh sebanyak 96.214.691 suara sah.

Sementara suara sah terbanyak kedua diperoleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 Anies-Muhaimin dengan total 40.971.906 suara sah nasional.

Disusul Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 27.040.878 suara sah.

Adapun keseluruhan jumlah suara sah nasional adalah 164.227.475 suara.

Baca Juga: KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024

Namun, paslon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengajukan gugatan ke MK dan meminta MK membatalkan hasil Pilpres 2024.

Keduanya memohon MK menetapkan penyelenggaraan ulang pilpres tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.

MK menolak permohonan Paslon 01

Hasil Pilpres 2024 digugat Paslon Nomor Urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Paslon Nomor Urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Kedua pasangan tersebut mengajukan permohonan pemungutan suara ulang dan diskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

Sebanyak delapan hakim konstitusi mulai menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sejak 6 April sampai 21 April 2024 sebelum membacakan putusan.

Pada sidang pembacaan putusan, Senin (22/4/2024), MK menolak seluruh permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin.

MK menyatakan permohonan pemohon “tidak beralasan menurut hukum seluruhnya”.

Kendati demikian, tiga Hakim Konstitusi yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Hakim Konstitusi, Saldi Isra, mengatakan pemilu yang jujur dan adil sebagai bagian asas atau prinsip fundamental pemilu diatur dalam UUD 1945.

Dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, mengatur asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan berkala setiap lima tahun sekali.

Namun, yang juga penting, menurut Saldi, pemilu perlu mencakup aspek kesetaraan hak antarwaga negara dan kontestasi yang bebas serta harus berada dalam level yang sama (same level of playing field).

Dengan demikian, sambungnya, persaingan yang bebas dan adil antarpeserta dimaknai sebagai suatu kontestasi yang harus dimulai dan berada pada titik awal dengan level yang sama.

“Tidak hanya itu, dalam kontestasi persaingan yang adil dan jujur dipahami pula sebagai upaya menempatkan hak pilih warga negara sebagai hak konstitusional yang harus dihormati secara setara tanpa adanya sikap dan tindakan curang di dalamnya.”

Akan tetapi menurut Saldi Isra, asas jujur dan adil tidak bisa berhenti pada batas keadilan prosedural semata.

“Jujur dan adil dalam norma konstitusi tersebut menghendaki sebuah keadilan substantif.”

“Bilamana hanya sebatas keadilan prosedural, asas pemilu jujur dan adil dalam UUD 1945 tidak akan pernah hadir.”

Dia berargumen, pemilu di masa Orde Baru berjalan memenuhi segala prosedural yang ada.

Namun secara empirik pemilu Orde Baru tetap dinilai curang karena secara substansial pelaksanaan pemilunya berjalan dengan tidak adil, baik karena faktor pemihakan pemerintah pada salah satu kontestan pemilu, maupun faktor praktik penyelenggaraan pemilu yang tidak memberi ruang kontestasi yang adil bagi semua kontestan pemilu.

Dalam dissenting opinion, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih menyebut “Seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang untuk beberapa daerah”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *