Sineas Lampung Terjegal Kapitalisme Industri Perfilman Nasional

oleh
Sineas Lampung Terjegal Kapitalisme Industri Perfilman Nasional
Rumah Produksi Genia Visinema memproduksi film Patok Tenda Raimuna dengan lokasi syuting di Pesawaran, Kota Bandarlampung, dan Cibubur. (Dokumentasi Rumah Produksi Genia Visinema)

DASWATI.ID – Sineas Lampung terjegal kapitalisme industri perfilman nasional Indonesia. Hal ini membuat sineas lokal yang memiliki modal kecil dan independen kesulitan untuk menembus pasar film nasional.

Sutradara film “Patok Tenda Raimuna” Rizqon Agustia Fahsa menuturkan kesulitan sineas lokal untuk bersaing di kancah perfilman nasional.

“Industri film nasional didominasi oleh film-film bermodal besar yang diproduksi oleh rumah produksi raksasa,” ujar Rizqon saat ditemui di Bandarlampung, Selasa (18/6/2024).

Patok Tenda Raimuna film indie keempat yang digarapnya bersama Rumah Produksi Genia Visinema. Sebelumnya ada film Ayudia dan Jalan Pulangnya, Hikayat Pendekar Khakot, Sukmailang.

Rizqon menuturkan film Patok Tenda Raimuna sedang dalam proses tayang di bioskop nasional XXI.

“Kami sudah mengajukan satu bulan yang lalu. Film sudah direviu sama tim teknisnya. Tinggal mereka memperhitungkan pasar. Mereka melihat trailer Patok Tenda Raimuna perkembangannya seperti apa,” kata dia.

“Katanya sih akhir bulan Juni ini kesimpulannya,” lanjut Rizqon.

Film indie berdurasi 104 menit ini digarap secara mandiri tanpa sponsor, dan sudah mengantongi izin dari Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia.

“Tapi belum tahu dapat tanggal tayang apa enggak. Kami ajukan tayang perdana tanggal 15 Agustus 2024 secara nasional. Satu hari sebelum Hari Ulang Tahun Pramuka,” ujar dia.

Rizqon mengatakan pihaknya sudah memenuhi seluruh persyaratan teknis dari XXI, tapi terkendala dalam promosi untuk bisa menembus pasar industri film nasional.

“Ini pure bisnis, B2B (bussiness to bussiness), jadi melihat pasar. Kami harus bisa memberikan kepercayaan kepada mereka bahwa film ini ketika ditayangkan bakal banyak ditonton orang. Kami juga tidak bisa menyalahkan mereka karena dalam penayangan kan ada cost,” jelas dia.

Alhasil, film Patok Tenda Raimuna pun harus bersaing dengan film-film bermodal besar yang memiliki akses luas ke bioskop, media promosi, dan aktor ternama.

Sineas Lampung yang out of the box.

Sineas Lampung terjegal kapitalisme industri perfilman nasional.

Arief Budiman selaku produser film Patok Tenda Raimuna berharap film garapan mereka mendapatkan kesempatan tayang di bioskop nasional.

“Kami punya harapan karya kami bisa disaksikan di seluruh Indonesia, jalurnya ya melalui bioskop karena film sebelumnya juga tayang di bioskop, tapi tidak melalui mekanisme XXI. Jalur reguler lah istilahnya,” kata dia.

Dia mengaku pihaknya sudah berupaya menggandeng beberapa pihak untuk mau bekerja sama memproduksi film lokal yang akan mewarnai perfilman nasional.

“Cuman kendala utamanya, mereka kurang yakin. Industri film ini belum menggugah mereka bahwa ini bisa menjadi sebuah bisnis,” ujar Arief.

Arief menuturkan pihak-pihak terkait yang ditemuinya belum melirik industri perfilman sebagai industri yang seksi.

“Mereka belum berani ambil langkah ke situ,” kata dia.

Menurut Arief, hanya orang-orang gila yang berpikiran industri film bisa menjadi sesuatu yang menarik.

“Termasuk saya dan Bang Rizqon. Kami ini sudah termasuk, kalau kata orang, out of the box. Sudah di luar ruangan malah,” ujar dia.

Baca Juga: Menghidupkan Ekosistem Seni Rupa di Lampung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *