DASWATI.ID – Marak pelanggaran netralitas dalam pemilihan di Lampung sejak masa kampanye Pilkada Serentak 2024 dimulai pada 25 September.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Lampung, Tamri, mengatakan hingga Rabu (9/10/2024) tercatat delapan dugaan pelanggaran netralitas telah teregistrasi di lima kabupaten/kota.
“Data dugaan pelanggaran yang kami inventarisasi dari Bawaslu Kabupaten/Kota ada delapan dugaan pelanggaran yang telah diregistrasi Bawaslu setempat,” ujar dia usai Rapat Koordinasi bersama Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) di Bandarlampung, Rabu (9/10/2024).
Marak pelanggaran netralitas dalam pemilihan di Lampung, di antaranya di Kota Metro (1), Lampung Tengah (2), Lampung Selatan (2), Pesawaran (1), Pesisir Barat (2).
“Dugaan pelanggaran netralitas yang telah diregistrasi ini hampir seluruhnya ada unsur pidananya yang berkelindan dengan netralitas ASN, kepala desa, pejabat daerah, anggota Polri, dan praktik politik uang,” kata Tamri.
Netralitas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) diatur pada Pasal 70 dan Pasal 71.
Pasal 70 ayat (1) huruf c menyebutkan bahwa:
Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
Pasal 71 ayat (1) menyebutkan bahwa:
Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Terdapat sanksi administratif berupa teguran lisan atau tertulis, pemberhentian sementara, serta sanksi pidana denda dan penjara bagi yang melanggar netralitas.
Sanksi pidana ini diatur dalam Pasal 188 yang menyebutkan bahwa:
Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Baca Juga: Isu Politik Uang dan Netralitas ASN Menguat di Pilkada Lampung
Pelanggaran netralitas mengarah ke pidana pemilihan.
Selama pelaksanaan kampanye pilkada dari 25 September hingga 9 Oktober 2024, tutur Tamri, terdapat calon yang diduga melakukan kampanye dalam acara pemerintahan di Kota Metro.
Di Lampung Selatan terkait dugaan pelanggaran netralitas oleh kepala desa, dan praktik politik uang dalam pasar murah.
Dugaan pelanggaran pemilihan di Lampung Tengah terkait keterlibatan anggota Polri pada acara peringatan Hari Raya Galungan yang diselenggarakan oleh calon.
“Kebetulan anggota Polri yang diundang adalah Ketua PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) setempat. Saat ini, pelanggaran netralitas mengarah ke pidana pemilihan untuk calon,” ujar Tamri.
Untuk Pesisir Barat, pelanggaran netralitas diduga dilakukan oleh kepala desa dan ASN Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat.
“Di Pesawaran terkait netralitas Camat Negeri Katon. Ada juga dugaan pelanggaran netralitas di Lampung Timur, tapi masih dalam tahap proses akan diregistrasi,” lanjut dia.
Baca Juga: Pelanggaran Netralitas ASN di Pesawaran Jadi Ujian Bawaslu
Pidana pemilihan ditangani bersama Kepolisian dan Kejaksaan.
Tamri menyampaikan dugaan pelanggaran netralitas mengarah ke pidana pemilihan karena pihak-pihak yang terlibat diduga membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Seluruh dugaan pelanggaran ini sedang ditangani oleh Sentra Gakkumdu, baik dalam proses registrasi, penyelidikan, maupun penyidikan,” jelas dia.
Tamri mengatakan Bawaslu Provinsi Lampung dan Bawaslu Kabupaten/Kota selalu berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan yang ada dalam Gakkumdu terkait penanganan pidana pemilihan.
“Dan kami baru saja menggelar rapat dengan Gakkumdu tingkat Provinsi Lampung untuk monitoring dan supervisi terhadap Gakkumdu Kabupaten/Kota yang menangani dugaan pelanggaran pidana dalam pemilihan,” ujar dia.
Koordinasi ini dilakukan untuk menyatukan pemahaman antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam penanganan pidana pemilihan.
“Kami juga melakukan supervisi dan monitoring terhadap Gakkumdu Kabupaten/Kota untuk memastikan alur penanganan pelanggaran sesuai peraturan perundang-undangan dan Peraturan Bawaslu. Untuk keputusannya kami serahkan kepada masing-masing kabupaten/kota,” tutup Tamri.
Baca Juga: ASN Pemkot Bandarlampung Dilarang Cawe-Cawe di Pilkada 2024