DASWATI.ID – Kota Bandarlampung perlu berbagi ruang dengan air di tengah kepadatan pemukiman dan perumahan untuk menangkal banjir.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung Roy Panagom Pardede mengakui Kota Bandarlampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung mengalami perkembangan yang luar biasa.
“Saya dulu menghabiskan masa kecil di Pahoman, Bandarlampung. Kemudian saya kembali bertugas di sini pada 2023 lalu,” ujar Roy dalam acara pembuatan lubang biopori di Kecamatan Panjang, Rabu (13/11/2024).
“Namun, perkembangan kota harus diimbangi dengan ketersediaan ruang untuk air, dan pembuatan lubang biopori ini bertujuan mengembalikan ruang untuk air,” lanjut dia.
Roy menjelaskan pembangunan gedung, jalan, dan infrastruktur di Bandarlampung mengurangi area resapan air.
“Idealnya biopori terpasang di semua tempat, terutama di wilayah perkantoran, lapangan terbuka, taman. Salah satu kesulitan membuat lubang biopori ini ketika tanah tertutupi paving block atau aspal,” kata dia.
Air hujan yang jatuh tidak dapat meresap ke dalam tanah dengan baik, sehingga mengalir di permukaan dan menyebabkan banjir.
Untuk itu, BBWS Mesuji Sekampung mengajak Pemkot Bandarlampung berbagi ruang dengan air lewat pembuatan lubang biopori di 20 kecamatan.
BBWS Mesuji Sekampung memberikan bantuan mesin bor tanah, dan bor listrik untuk melubangi pipa paralon.
“Harga satu unit mesin bor tanah kurang lebih Rp1,5 juta. Kami juga menyumbangkan alat bor listrik untuk melubangi pipa paralon. Jadi, kurang lebih satu setnya bernilai Rp2 jutaan,” ujar Roy.
Ia berharap pihak kecamatan bisa memanfaatkan bantuan yang diberikan secara swadaya atau melalui program CSR apabila ada perusahaan yang menyumbangkan pipa paralon.
Lubang biopori bukan solusi tunggal untuk menanggulangi banjir di Bandarlampung.
Roy mengatakan manfaat lubang biopori untuk menangkal banjir tidak instan sehingga membutuhkan konsistensi dalam pelaksanaannya.
“Saya dengar di 2007 ada kegiatan 10.000 lubang biopori, sekarang tinggal konsisten saja dengan program-program yang ada,” lanjut dia.
Roy mengingatkan biopori bukan solusi tunggal untuk menangkal banjir, perlu dikolaborasikan dengan upaya mengelola air di permukaan seperti normalisasi sungai, dan penanaman pohon.
“Beberapa waktu lalu kami melakukan normalisasi sungai di Sukamaju, Keteguhan, Way Kandis, dan Campang,” tutur Roy.
Tetapi, normalisasi sungai ini terhambat oleh pemukiman penduduk di bantaran sungai.
“Jadi ekskavator susah masuk terutama di daerah Keteguhan, harusnya akses masuk lebih lebar, dari hasil evaluasi minimal 4-5 meter. Sekarang sudah kurang dari satu meter,” kata dia.
Ia pun berharap program Grebek Sungai yang dilakukan Pemkot Bandarlampung dalam tiga tahun terakhir dapat disinergikan dengan program pemerintah pusat.
“Kami harapkan program itu tetap dilanjutkan karena perlu kolaborasi antara pemerintah daerah dan pusat. Kami memiliki alat berat yang bisa dimanfaatkan,” tutup Roy.
Penanganan banjir di Kota Bandarlampung perlu kolaborasi semua pihak.
Penjabat Sementara (Pjs) Wali Kota Bandarlampung Budhi Darmawan mengapresiasi bantuan pembuatan lubang biopori dari BBWS Mesuji Sekampung.
Menurut dia, penanganan banjir di Kota Bandarlampung membutuhkan kolaborasi dari semua pihak.
Penanggulangan banjir di Kota Bandarlampung melibatkan pemerintah pusat melalui BBWS Mesuji Sekampung dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS).
Kemudian, Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas PSDA (Pengelolaan Sumber Daya Air), Dinas Lingkungan Hidup.
“Kami harapkan juga ini bisa diikuti oleh seluruh masyarakat dan didukung oleh pengusaha di Kota Bandarlampung,” ujar Budhi.
Menurut dia, lubang biopori solusi sederhana namun efektif dan efisien untuk mengatasi masalah banjir di Kota Bandarlampung.
“Kita ketahui banjir itu tidak mudah dan tidak murah untuk diatasi. Tapi dengan beberapa langkah yang kami mulai hari ini, dengan biaya yang tidak terlalu mahal, kami harapkan ini menjadi target besar,” kata dia.
Pembuatan 1.000 lubang biopori, penanaman 1.000 pohon, dan normalisasi sungai, diharapkan mampu mengendalikan banjir di Kota Bandarlampung.
Baca Juga: Pemkot Bandarlampung Siasati Banjir dengan Seribu Biopori