DASWATI.ID – Pihak Rektorat Universitas Lampung atau Unila bubarkan konsolidasi mahasiswa dengan dalih tak berizin, Sabtu (15/2/2025) sore.
Kegiatan yang rencananya dimulai pada pukul 15.00 WIB di belakang Gedung Rektorat Unila, Gedong Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung, itu tidak mendapatkan izin dari pihak kampus.
Sebelum dibubarkan Satpam Unila pada pukul 16.13 WIB, sempat terjadi diskusi antara perwakilan UKM Fakultas Hukum Unila MAHKAMAH (Mahasiswa Pengkaji Masalah Hukum) dengan Sri Sulastuti dari TP2M (Tim Pengelola Prestasi Mahasiswa) Unila.
Sri Sulastuti yang menemui puluhan mahasiswa menyampaikan pihak kampus tidak memberikan izin terkait kegiatan tersebut dan secara tegas melarang pelaksanaannya.
“Kalau mau diskusi, silakan, tapi tidak untuk hari ini karena pimpinan tidak memperkenankan,” ujar Tuti, sapaan akrabnya, yang juga Dosen Hukum Administrasi Negara.
Menurut Tuti, setiap kegiatan UKM, organisasi mahasiswa (ormawa), atau fakultas harus berkoordinasi dengan pimpinan.
“Komunikasikan dulu dengan Wakil Dekan III agar berkoordinasi dengan Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni,” jelas dia.
Usai diskusi dengan mahasiswa, mantan Wakil Dekan III Fakultas Hukum Unila ini mengaku pihak Rektorat tidak mendapatkan pemberitahuan resmi terkait adanya konsolidasi akbar di belakang gedung Balai Rektorat.
“Kami mengetahui informasi itu dari flyer yang beredar di media sosial, tapi tidak disebutkan siapa yang menginisiasi kegiatan tersebut,” kata Tuti.
Ia menjelaskan bahwa flyer seruan konsolidasi akbar mahasiswa yang beredar tidak memiliki penanggung jawab yang jelas.

Selain itu, konsolidasi mahasiswa Unila juga dihadiri pihak eksternal kampus.
“Kalau terjadi apa-apa, kan pihak kampus yang bertanggung jawab,” tegas Tuti.
Unila Tuai Kecaman karena membubarkan konsolidasi mahasiswa.
Unila bubarkan konsolidasi mahasiswa dengan dalih tak berizin.
Sebelum acara dimulai, petugas keamanan kampus membatasi akses masuk dan menjaga ketat portal kampus.
Mahasiswa yang ingin mengikuti konsolidasi dilarang masuk, dan yang sudah berada di lokasi diminta untuk membubarkan diri.
Selain petugas keamanan kampus, seorang anggota Babinsa TNI juga terlihat menjaga dan mendokumentasikan mahasiswa yang berkumpul.
Tindakan ini menuai kecaman dari mahasiswa, LBH Bandar Lampung, dan LBH Dharma Loka Nusantara.
Mereka menilai tindakan kampus sebagai pembungkaman terhadap hak berserikat dan berpendapat mahasiswa.
“Kami memiliki kebebasan akademik untuk berkumpul, berserikat, dan mengutarakan pendapat. Namun, hari ini kampus justru melanggar hal tersebut. Kami sangat mengecam tindakan ini,” ujar perwakilan MAHKAMAH, Bintang Ramadhan.
Bintang menyampaikan konsolidasi akbar mahasiswa membahas kebijakan pemerintah yang berdampak luas pada masyarakat.
“Kami yakin ada ketakutan dari pihak kampus terhadap isu yang kami bahas. Ke depan, kami akan membawa massa yang lebih besar karena mahasiswa tidak tertidur. Kami peduli dengan kondisi nasional,” kata dia.

Kadiv Advokasi YLBHI LBH Bandar Lampung Prabowo Pamungkas (Bowo) yang turut hadir dalam konsolidasi mengecam keras tindakan pembungkaman dan pembredelan kebebasan berekspresi yang dilakukan pihak Unila.
“Kampus seharusnya menjadi lembaga yang menjamin kebebasan akademik, bukan justru menjadi aktor pembungkaman kebebasan berekspresi,” ujar Bowo.
Menurut dia, pelarangan dan pembubaran konsolidasi mahasiswa ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan pihak kampus terhadap hak mahasiswa untuk berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh undang-undang.
Kebebasan berekspresi adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28 E Ayat (3) UUD NRI 1945 dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.
“LBH Bandar Lampung mendesak Universitas Lampung untuk mempertanggungjawabkan tindakan tersebut dan menghentikan segala bentuk pembatasan terhadap kebebasan berekspresi mahasiswa,” kata Bowo.
Sementara Direktur LBH Dharma Loka Nusantara Ahmad Hadi Baladi Ummah dalam siaran persnya menyoroti keterlibatan aparat militer yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang melarang militer terlibat dalam urusan sipil tanpa perintah resmi dalam kondisi darurat.
“Kampus adalah ruang intelektual, bukan barak militer,” tegas Pupung sapaan akrab Ahmad Hadi Baladi Ummah.
Selain itu, Pupung juga menyoroti bahwa pembubaran konsolidasi mahasiswa melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menjamin hak warga negara untuk menyatakan pendapat secara bebas.
“Kami meminta Komnas HAM dan Ombudsman turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia ini,” kata dia.
Baca Juga: Unila Dikecam Setelah Bubarkan Konsolidasi Akbar Mahasiswa