LBH Bandar Lampung Dampingi Korban Penggusuran di Desa Sabah Balau

oleh
LBH Bandar Lampung Dampingi Korban Penggusuran di Desa Sabah Balau
Kadiv Advokasi YLBHI LBH Bandar Lampung Prabowo Pamungkas (kiri) bersama perwakilan warga Desa Sabah Balau korban penggusuran saat konferensi pers, Rabu (19/2/2025). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Penggusuran paksa yang terjadi di Desa Sabah Balau, Lampung Selatan, pada Rabu (12/2/2025) lalu menimbulkan polemik dan penderitaan bagi warga setempat.

Dalam konferensi pers di Kantor YLBHI LBH Bandar Lampung, Rabu (19/2/2025), Kadiv Advokasi Prabowo Pamungkas (Bowo) menyampaikan fakta-fakta terkait penggusuran yang dinilai melanggar hak warga atas tempat tinggal yang layak.

Bowo menuturkan bahwa penggusuran ini bermula dari klaim Pemprov Lampung atas tanah di Desa Sabah Balau berdasarkan sertifikat hak pakai.

Namun, klaim ini dinilai bermasalah karena sudah ada rumah warga yang berdiri di lokasi tersebut sejak lama.

“Akar masalahnya adalah penelantaran aset oleh Pemprov Lampung. Proses penggusuran ini melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah. Selain itu, penggunaan kekerasan dalam penggusuran ini sangat disayangkan,” tegas Bowo.  

Bowo menambahkan, tercatat tiga korban kekerasan dalam penggusuran tersebut, termasuk seorang ibu hamil yang mengalami pendarahan.

“LBH Bandar Lampung akan mendampingi korban untuk melaporkan dugaan tindak pidana dan mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini,” kata dia.

Ia menegaskan kasus penggusuran di Desa Sabah Balau harus menjadi perhatian serius kelompok masyarakat sipil, pers, dan mahasiswa.

“Pola penggusuran dengan kekerasan seperti ini akan terus terjadi jika tidak ada upaya penyelesaian dari pemerintah. Kami akan terus mendampingi warga dan mengawal proses hukum,” pungkas Bowo.

LBH Bandar Lampung Dampingi Korban Penggusuran di Desa Sabah Balau
Salah satu warga korban penggusuran di Desa Sabah Balau, Jamal (55), saat konferensi pers di Kantor YLBHI LBH Bandar Lampung, Rabu (19/2/2025). Foto: Josua Napitupulu

Legalitas penggusuran warga Desa Sabah Balau

Salah satu warga Desa Sabah Balau, Jamal (55), korban penggusuran menceritakan bahwa tanah yang digusur awalnya merupakan milik PTPN VII.

Pada 1985, tanah tersebut diberikan kepada karyawan PTPN untuk digarap. Namun, pada 1997, Pemprov Lampung mengklaim tanah tersebut dengan membawa sertifikat.

“Maka terjadilah perkara kami di Lampung Selatan. Hasil dari perkara itu, bahwa pemprov tidak bisa mengeluarkan sertifikat yang benar di situ. Tidak ada. BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga tidak ada sertifikat di situ,” tutur Jamal.

Ia melanjutkan putusan pengadilan menyatakan perkara itu di-NO/Niet Ontvankelijke Verklaard (tidak dapat diterima).

“Putusan pengadilan menyatakan status quo, artinya tuntutan Pemprov dan warga sama-sama ditolak. Tidak ada sertifikat asli yang bisa dibuktikan,” ujar Jamal.

Selain itu, dalam putusan pengadilan tersebut juga tidak ada perintah eksekusi.

“Jadi, dalam putusan pengadilan itu tidak ada eksekusi. Ketika terjadi penggusuran ini, kami kecewa. Siapa yang memberikan perintah eksekusi? Kata dia.

Jamal menjelaskan korban penggusuran di Desa Sabah Balau terdiri dari tiga kelompok: karyawan PTPN yang memenuhi syarat, warga yang membeli tanah dari karyawan PTPN, dan warga yang hanya berstatus sebagai penggarap.

“Saya sendiri termasuk penggarap,” tambah dia.

Untuk meningkatkan status tanah, lanjut dia, kepala desa dan camat menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT).

Namun, pemerintah provinsi menyatakan SKT tersebut telah dibatalkan sepihak oleh kepala desa tanpa melalui pengadilan, dan pembatalan ini dijadikan dasar untuk melakukan eksekusi.

Jamal mempertanyakan pembatalan SKT oleh kepala desa secara sepihak, yang menjadi dasar Pemprov melakukan penggusuran.

“Kalau SKT dibatalkan, tanah seharusnya kembali ke PTPN, bukan ke Pemprov,” kata dia.

Ia pun menuntut Pemprov Lampung mengganti properti warga yang hancur akibat penggusuran.

“Kami kehilangan tempat tinggal dan hidup terkatung-katung,” keluhnya.

LBH Bandar Lampung Dampingi Korban Penggusuran di Desa Sabah Balau
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Sebay Lampung, Reni Yuliana Meutia, turut hadir dalam konferensi pers di YLBHI LBH Bandar Lampung, Rabu (19/2/2025). Foto: Josua Napitupulu

Korban penggusuran di Desa Sabah Balau Minta Keadilan

Korban penggusuran lainnya, Asmawati, meminta bantuan LBH Bandar Lampung dan Presiden RI Prabowo Subianto untuk memperjuangkan keadilan bagi mereka.

“Tolong bantu kami seadil-adilnya, secepatnya, karena kami tidak ada tempat tinggal, kami masih terkatung-katung sana-sini, kadang di sana kadang di sini,” ujar dia dengan penuh harap.

Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Sebay Lampung, Reni Yuliana Meutia, turut hadir dalam konferensi pers di YLBHI LBH Bandar Lampung.

Reni menyoroti penggusuran paksa yang melibatkan 1.200 aparat gabungan sehingga mengakibatkan kekerasan terhadap warga, termasuk perempuan dan anak-anak.

Merespons situasi ini, SP Sebay Lampung mengajukan tujuh tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Lampung:

  1. Usut tuntas pelaku tindakan represif terhadap warga Sabah Balau.
  2. Berikan ganti rugi yang layak atas bangunan dan tanaman warga yang hancur.
  3. Sediakan pemulihan trauma bagi warga terdampak, sesuai Komentar Umum PBB Nomor 7 Tahun 1997.
  4. Sediakan pemukiman layak huni gratis atau bersubsidi bagi warga miskin ekstrem, termasuk akses air bersih.
  5. Berikan ruang pengelolaan lahan kosong tidak produktif kepada warga dengan perjanjian yang mengikat.
  6. Berikan pelatihan soft skill dan ciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Lampung.
  7. Cabut kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, terutama perempuan.

Baca Juga: Penggusuran di Sabah Balau: Hak Perempuan dan Anak Terabaikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *