DASWATI.ID – Ekonomi Provinsi Lampung pada pertengahan tahun 2025 menampilkan narasi yang kontras, bak balada dua babak.
Bulan Juli membawa “panen asa” melalui kinerja perdagangan luar negeri yang cemerlang, sementara Agustus diterpa “angin deflasi” yang signifikan, khususnya di sektor pendidikan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung yang dirilis pada 1 September 2025 mengungkap dinamika ekonomi yang kompleks ini, di mana optimisme dari surplus ekspor berhadapan dengan tekanan penurunan harga di dalam negeri.
Juli: Surplus Perdagangan Membawa Asa
Bulan Juli 2025 menjadi saksi kinerja ekspor Lampung yang sangat kuat.
Nilai ekspor mencapai US$550,04 juta, menunjukkan peningkatan sebesar 23,01 persen secara tahunan (y-on-y) dibandingkan Juli 2024.
Secara kumulatif, dari Januari hingga Juli 2025, total ekspor Lampung telah menembus angka US$3,60 miliar, melonjak 32,58 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan ini didominasi oleh tiga komoditas utama:
- Lemak dan Minyak Hewan/Nabati: US$1.510,94 juta (kontribusi 42,00 persen);
- Kopi, Teh, dan Rempah-Rempah: US$854,62 juta (kontribusi 23,76 persen);
- Bahan Bakar Mineral: US$428,06 juta (kontribusi 11,90 persen).
Tiga negara tujuan ekspor terbesar Lampung adalah Amerika Serikat (US$548,76 juta), Pakistan (US$372,82 juta), dan India (US$339,60 juta).
Di sisi impor, Lampung mencatatkan penurunan signifikan. Nilai impor pada Juli 2025 adalah US$131,66 juta, turun 47,55 persen (y-on-y) dari Juli 2024. Secara kumulatif, impor dari Januari hingga Juli 2025 juga menurun 8,95 persen menjadi US$1,28 miliar.
Negara asal impor terbesar adalah Nigeria, Angola, dan Amerika Serikat, dengan komoditas utama Bahan Bakar Mineral serta Kereta Api, Trem, dan bagiannya.
Dengan ekspor yang tinggi dan impor yang rendah, Provinsi Lampung berhasil mencatatkan surplus neraca perdagangan luar negeri sebesar US$418,39 juta pada Juli 2025. Angka ini menegaskan kekuatan ekonomi Lampung di pasar global pada periode tersebut.
Agustus: Angin Deflasi Menerpa, Pendidikan Jadi Sorotan
Namun, suasana berubah drastis memasuki bulan Agustus 2025. BPS Provinsi Lampung melaporkan bahwa Lampung mengalami deflasi sebesar 1,47 persen secara bulanan (m-to-m).
Angka ini sangat kontras dengan bulan yang sama tahun sebelumnya (Agustus 2024) yang masih mencatat inflasi 0,07 persen.
Secara tahunan (y-on-y), inflasi Lampung pada Agustus 2025 tercatat 1,05 persen, lebih rendah dibandingkan 2,33 persen pada Agustus 2024.
Statistisi Ahli Madya, Nila Fridhowati, menyoroti bahwa deflasi terdalam terjadi pada kelompok Pendidikan sebesar 18,77 persen secara m-to-m, dengan andil deflasi sebesar 1,24 persen.
Komoditas yang menjadi penyumbang deflasi terdalam adalah Sekolah Menengah Atas (0,84 persen) dan Sekolah Menengah Pertama (0,39 persen), diikuti oleh Tomat, Cabai Rawit, dan Bawang Putih.
Ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan di Lampung mengalami penurunan yang signifikan.
Meskipun terjadi deflasi umum, beberapa komoditas justru memberikan andil inflasi dan menahan laju deflasi, seperti bawang merah, beras, parfum, susu cair kemasan, dan shampo.
Secara tahunan (y-on-y), inflasi tertinggi terjadi pada kelompok Rekreasi, Olahraga, dan Budaya (6,67 persen).
Namun, kontribusi terbesar terhadap inflasi umum berasal dari kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau (inflasi 4,12 persen dengan andil 1,36 persen).
Sebaliknya, kelompok Pendidikan juga mengalami deflasi sebesar 15,10 persen secara y-on-y, dengan andil deflasi 0,98 persen.
Perbedaan inflasi dan deflasi juga terlihat antarwilayah. Inflasi tahunan (y-on-y) tertinggi tercatat di Kabupaten Lampung Timur (2,48 persen), sementara terendah di Kota Bandar Lampung (0,19 persen).
Untuk deflasi bulanan (m-to-m), Kota Bandar Lampung mengalami deflasi terdalam sebesar 1,81 persen.
Indikator Ekonomi Lain: Campur Aduk Dinamika
Di tengah balada ekspor dan deflasi ini, indikator ekonomi lainnya menunjukkan pola yang bervariasi:
Nilai Tukar Petani (NTP): Pada Agustus 2025, NTP Lampung meningkat 0,21 persen menjadi 125,41, didorong oleh subsektor Tanaman Pangan dan Tanaman Perkebunan Rakyat. Namun, subsektor Hortikultura, Peternakan, Perikanan Tangkap, dan Perikanan Budidaya justru mengalami penurunan.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) Hotel: TPK hotel berbintang pada Juli 2025 mencapai 47,29 persen, naik 0,47 poin dibandingkan Juli 2024, meskipun turun 1,16 poin dari Juni 2025. Sementara itu, TPK hotel non-bintang turun baik secara bulanan maupun tahunan.
Angkutan Penumpang: Jumlah keberangkatan penumpang angkutan udara pada Juli 2025 meningkat 11,98 persen (m-to-m) dan 8,75 persen (y-on-y). Angkutan laut dan kereta api menunjukkan penurunan m-to-m tetapi kenaikan y-on-y.
Secara keseluruhan, ekonomi Lampung pada pertengahan 2025 melukiskan gambaran yang penuh warna. Meskipun sektor eksternal menunjukkan performa yang perkasa, tekanan deflasi internal, terutama di sektor pendidikan, menjadi tantangan yang memerlukan perhatian.
Kebijakan ekonomi ke depan perlu menyeimbangkan pertumbuhan dari ekspor dengan stabilitas harga di pasar domestik, untuk memastikan keberlanjutan “asa” bagi seluruh lapisan masyarakat Lampung.
Baca Juga: Ekonomi Global 2025-2030: Siapa Cepat, Siapa Tertatih?

