DASWATI.ID – Perekonomian Provinsi Lampung menunjukkan kinerja perdagangan luar negeri yang solid pada Agustus 2025, dengan mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar US$462,11 juta.
Capaian ini didorong oleh lonjakan nilai ekspor yang signifikan, melampaui angka impor pada periode yang sama.
Data ini dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, Rabu (1/10/2025), yang juga menyoroti berbagai dinamika ekonomi domestik lainnya, mulai dari inflasi hingga sektor pariwisata.
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Lampung, Nila Fridhowati, memaparkan bahwa nilai ekspor Lampung pada Agustus 2025 mencapai US$684,46 juta.
Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 16,16 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (y-on-y) yang tercatat US$589,23 juta.
Secara kumulatif dari Januari hingga Agustus 2025, total nilai ekspor bahkan meroket hingga US$4,28 miliar, atau naik 29,65 persen dari periode yang sama pada tahun 2024.
Kinerja ekspor yang gemilang ini ditopang oleh tiga kelompok komoditas utama, yaitu:
- Lemak dan Minyak Hewan/Nabati, dengan kontribusi terbesar mencapai 42,51 persen dari total ekspor (US$1.820,31 juta).
- Kopi, Teh, dan Rempah-Rempah, yang menyumbang 24,23 persen (US$1.037,67 juta).
- Bahan Bakar Mineral, dengan porsi 11,43 persen (US$489,34 juta).
Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor utama dengan nilai US$641,76 juta (14,99 persen), diikuti oleh Pakistan (9,88 persen) dan India (9,24 persen).
Di sisi lain, nilai impor Provinsi Lampung pada Agustus 2025 tercatat sebesar US$222,35 juta, melonjak 130,41 persen secara tahunan.
Meski demikian, secara kumulatif, nilai impor dari Januari hingga Agustus 2025 justru sedikit menurun sebesar 0,03 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Impor terbesar berasal dari Nigeria dan Angola, yang didominasi oleh komoditas Bahan Bakar Mineral, serta Australia dengan komoditas utamanya adalah Binatang Hidup.
“Dengan nilai ekspor sebesar US$684,46 juta dan nilai impor sebesar US$222,35 juta, pada bulan Agustus 2025 ini Provinsi Lampung mencatatkan surplus pada neraca perdagangan luar negerinya sebesar US$462,11 juta,” pungkas Nila.
Dinamika Inflasi Daerah dan Kesejahteraan Petani
Sementara neraca perdagangan menunjukkan surplus, kondisi harga di tingkat konsumen pada September 2025 bergerak moderat.
BPS mencatat inflasi bulanan (m-to-m) sebesar 0,16 persen dan inflasi tahunan (y-on-y) sebesar 1,17 persen.
Laju inflasi bulanan terutama didorong oleh kenaikan harga pada Cabai Merah (andil 0,13 persen), Daging Ayam Ras (0,12 persen), dan Emas Perhiasan (0,05 persen).
Namun, laju inflasi tertahan oleh penurunan harga signifikan pada komoditas lain. Bawang Merah menjadi penyumbang deflasi bulanan terbesar dengan andil sebesar 0,26 persen, diikuti oleh Vitamin dan Tomat.
Secara tahunan, gambaran inflasi menunjukkan fenomena menarik. Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi penyumbang andil inflasi terbesar (1,65 persen).
Sebaliknya, kelompok Pendidikan mengalami deflasi yang sangat dalam, yaitu sebesar 18,20 persen, didorong oleh turunnya biaya Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama.
Kesejahteraan petani, yang diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP), menunjukkan perbaikan. Pada September 2025, NTP Provinsi Lampung naik 1,76 persen mencapai indeks 127,62.
Kenaikan ini ditopang oleh subsektor Tanaman Hortikultura (naik 5,30 persen) dan Tanaman Perkebunan Rakyat (naik 4,31 persen).
Sektor Pariwisata dan Transportasi Hadapi Tantangan
Berbeda dengan sektor perdagangan dan pertanian, sektor pariwisata dan transportasi menunjukkan tren yang beragam dan cenderung melemah.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang pada Agustus 2025 tercatat hanya 40,81 persen, turun 7,82 poin secara tahunan. Kondisi serupa terjadi pada hotel non-bintang yang TPK-nya turun menjadi 23,88 persen.
Di sektor transportasi, jumlah penumpang angkutan udara menunjukkan sedikit kenaikan sebesar 1,94 persen secara bulanan.
Namun, angkutan laut mengalami penurunan penumpang sebesar 19,50 persen secara bulanan, meskipun masih naik 8,40 persen secara tahunan.
Kondisi paling menantang dihadapi oleh angkutan kereta api, di mana jumlah penumpang turun 9,21 persen secara bulanan dan 0,58 persen secara tahunan.
Baca Juga: Garis-Garis Kehidupan di Bawah Angka

