DASWATI.ID – Majelis Jum’at Klasika edisi Desember 2025 kembali hadir sebagai respons atas meningkatnya frekuensi bencana ekologis yang melanda berbagai wilayah di Indonesia.
Dengan mengangkat tema besar “Jalan Panjang Menuju Keadilan Ekologis,” forum ini bertujuan menjadi ruang refleksi kritis untuk membedah relasi antara manusia, alam, dan sistem sosial yang ada saat ini.
Diskusi yang akan diselenggarakan pada Jum’at, 19 Desember 2025, pukul 18.30 WIB di Rumah Ideologi Klasika (Kelompok Studi Kader), Bandar Lampung, ini terbuka untuk umum.
Melalui subtema “Bencana Ekologis: Alam Menghukum atau Sistem yang Gagal?”, kegiatan ini dirancang sebagai ruang dialog inklusif untuk mempertemukan gagasan serta kegelisahan bersama terkait isu lingkungan.
“Forum ini bukan sekadar diskusi intelektual, melainkan upaya membangun perjumpaan pengalaman yang nyata,” kata Direktur Klasika, Ahmad Mufid, dalam keterangannya pada Jumat (19/12/2025).
Mufid menjelaskan bahwa selama ini bencana seperti banjir, tanah longsor, hingga krisis air sering kali dianggap sebagai peristiwa alam yang tidak terelakkan atau bahkan dianggap sebagai bentuk “hukuman” dari alam.
Namun, Majelis Klasika mendorong publik untuk melihat lebih dalam ke arah akar-akar struktural yang tersembunyi.
“Krisis yang terjadi saat ini merupakan dampak langsung dari pilihan kebijakan dan arah pembangunan yang diambil oleh pemangku kepentingan,” tegas dia.
Lebih lanjut, faktor-faktor seperti alih fungsi lahan yang tidak terkendali, eksploitasi sumber daya alam tanpa batas, serta tata ruang yang cenderung tunduk pada kepentingan modal diidentifikasi sebagai penyebab utama yang memperparah kerentanan ekologis.
Diskusi ini akan menghadirkan Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, sebagai narasumber untuk memberikan perspektif mendalam mengenai persoalan tersebut.
“Diskusi ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa bencana bukan sekadar fenomena alam, melainkan persoalan sistemik yang memerlukan refleksi kritis dan aksi kolektif dari seluruh lapisan masyarakat,” pungkas Mufid.
Baca Juga: Pengawasan Hutan Lampung: Antara Pusat dan Korporasi

