DASWATI.ID – Aliansi Lampung Melawan akan menggelar aksi menolak UU TNI dan revisi UU Polri di Kantor DPRD Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Senin (24/3/2025) siang.
General Lapangan Aliansi Lampung Melawan, Shadiq Daffa, dari UKM-F Mahkamah Universitas Lampung (Unila) mengatakan aksi tersebut atas kesepakatan bersama mahasiswa dalam konsolidasi akbar di Balai Rektorat Unila, Minggu (23/3/2025) sore.
Konsolidasi akbar diikuti perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Unila, Institut Teknologi Sumatera (Itera), Poltekkes Tanjungkarang, Polinela, Universitas Bandar Lampung, Universitas Malahayati.
“Kami, bersama kawan-kawan dari berbagai universitas, telah sepakat bahwa besok akan diadakan aksi di Gedung DPRD Provinsi Lampung,” ujar Shadiq usai konsolidasi akbar.
Dalam aksi ini, tutur dia, puluhan mahasiswa yang mengikuti konsolidasi akbar sepakat membentuk Aliansi Lampung Melawan dengan tuntutan sebagai berikut:
- Menolak pengesahan UU TNI.
- Menolak rencana revisi UU Polri.
- Mendesak DPR untuk tidak melakukan pembentukan undang-undang secara tertutup.
- Mengecam tindakan kriminalisasi dan represif terhadap massa aksi di berbagai daerah di Indonesia.
“Kami juga meminta Ketua DPRD Provinsi Lampung untuk turut mendampingi massa aksi dalam menyatakan sikap penolakan terhadap UU TNI,” tegas Shadiq.

Massa aksi akan bergerak menuju Kantor DPRD Provinsi Lampung dengan titik kumpul di Unila.
Diketahui, konsolidasi akbar ini merupakan tindak lanjut dari seruan Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Unila yang menolak revisi UU TNI yang disahkan pada 20 Maret 2025.
Mereka menyatakan keprihatinan mendalam atas revisi UU TNI yang dinilai dapat mengancam supremasi sipil, demokrasi, dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
Tiga pasal dalam revisi UU TNI tersebut, Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53, menjadi sorotan utama, khususnya Pasal 47 karena dianggap membuka peluang bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil.
Hal ini dikhawatirkan akan mengaburkan batas antara militer dan pemerintahan, serta memperburuk kondisi demokrasi di Indonesia.