DASWATI.ID – Disinyalir pelanggaran TSM di Bandarlampung bakal terulang di Pemilu 2024 setelah Pilkada 2020 lalu.
Ketua Advokat Peduli Demokrasi (APD) Lampung, Alvi Aprian, mengingatkan pelanggaran terstruktur, sistematis, masif (TSM) akan terulang di pemilu dengan pola yang sama yakni adanya dugaan ketidaknetralan aparatur kelurahan di Bandarlampung.
“Ini pola yang sama cenderung diulang lagi. Aparatur camat, lurah, hingga linmas, dan RT membuat kebijakan yang menguntungkan salah satu calon yaitu anak kandung Wali Kota Bandarlampung. Ini tidak boleh didiamkan saja,” kata Alvi dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (15/12/2023).
Saat ini, Bawaslu Provinsi Lampung dan Bawaslu Kota Bandarlampung tengah menelusuri dugaan keberpihakan aparatur Kelurahan Perumnas Way Halim terhadap Calon Anggota DPR RI Rahmawati Herdian dari Partai NasDem.
Baca Juga: Aparatur Kelurahan di Bandarlampung Diduga Jadi Mesin Politik
Beranjak dari peristiwa yang viral akhir-akhir ini, disinyalir pelanggaran TSM di Bandarlampung bakal terulang lagi.
Alvi mengingatkan publik atas peristiwa serupa pada Pilkada Bandarlampung 2020, dimana paslon Eva Dwiana dan Dedy Amrullah dibatalkan sebagai calon karena terlibat dalam tindakan terstruktur, sistematis, dan masif.
APD Lampung, tambah dia, akan mengkaji langkah-langkah terkait hal tersebut agar Pemilu 2024 di Bandarlampung berjalan Langsung, Umum, Bebas, Rahasia (Luber) serta Jujur dan Adil (Jurdil).
“Kalau perlu, kami akan membuat rekomendasi kepada Kementerian Dalam Negeri untuk menonaktifkan Wali Kota Bandarlampung dari jabatannya agar pemilu bisa berlangsung secara jurdil,” ujar Alvi.
Kemudian, dia juga meminta Bawaslu Provinsi Lampung untuk melakukan supervisi terhadap jajaran pengawas pemilu di Kota Bandarlampung.
“Kuat dugaan keberpihakan aparatur pemerintah kota terhadap calon yang merupakan anak kandung Wali Kota Bandarlampung itu terjadi secara masif di seluruh kelurahan se-Kota Bandarlampung. Ini menciptakan kekhawatiran serius terhadap integritas proses pemilu,” tegas Alvi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
“Kegiatan yang menguntungkan salah satu calon, seperti pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara, anggota keluarga, dan masyarakat, dapat merusak integritas pemilu,” pungkas dia.
Sebelumnya, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Lampung, Tamri, mengatakan pihaknya tidak menolerir dugaan pelanggaran pidana pemilu tersebut.
“Sikap kami jelas dalam hal ini. Tidak ada toleransi untuk pidana pemilu, apalagi ini melibatkan ASN sebagai pihak yang seharusnya netral. Hukum pemilu harus ditegakkan agar seluruh peserta pemilu tidak semena-mena mengangkangi peraturan,” tegas dia.