DASWATI.ID – Himpunan Mahasiswa Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) berhasil menyelenggarakan seminar internasional bergengsi, International Conference on Criminal Law Indonesia (ICCLI), yang mengangkat tema krusial “Customary Law and Criminal Law Reform in Indonesia”.
Acara ilmiah yang berfokus pada reformasi hukum pidana dan pengakuan hukum adat ini digelar di Gedung Auditorium Prof. Abdul Kadir Muhammad, Gedung A Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, Selasa (28/10/2025).
ICCLI dihadiri oleh lebih dari 90 peserta] dan bertujuan menjadi wadah bagi akademisi, praktisi, serta mahasiswa hukum untuk bertukar gagasan mengenai hubungan antara hukum adat dan pembaruan hukum pidana di Indonesia.
Pembukaan dan Partisipasi Internasional
Rangkaian pembukaan ICCLI diawali dengan penampilan tradisional Tari Sigeh Pengunten, dilanjutkan dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya serta Hymne Universitas Lampung.
Sambutan diberikan oleh Ketua Pelaksana ICCLI, Deni Achmad, dan Maya Shafira selaku Ketua Jurusan Pidana Fakultas Hukum Unila.
Acara ini secara resmi dibuka oleh Dr. Rudi Natamihardja selaku Wakil Dekan 3 Fakultas Hukum Unila, dan diakhiri dengan pembacaan doa.
Konferensi ini menghadirkan lima ahli hukum terkemuka sebagai narasumber:
1. Prof. Madya Dr. Aminuddin bin Mustaffa dari Fakultas Hukum Universitas Sultan Zainal Abidin (Malaysia);
2. Dr. Bhanu Prakash Nunna dari School of Law RV University (India);
3. Prof. Dr. Rena Yulia, dari Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Banten);
4. Dr. Ahmad Irzal Fardiansyah, dari Fakultas Hukum Universitas Lampung;
5. Dr. Hamonangan Albariansyah dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Sumatra Selatan).
Sorotan Reformasi Hukum Pidana Humanis
Diskusi panel dimulai dengan menyoroti dimensi humanis dari pembaruan hukum pidana di tingkat global.
Prof. Madya Dr. Aminuddin bin Mustaffa menyoroti pentingnya pembaruan sistem peradilan anak.
Ia menekankan bahwa sistem peradilan anak harus berorientasi pada rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
“Sistem hukum pidana modern harus sejalan dengan standar internasional, seperti Convention on the Rights of the Child dan Beijing Rules, yang mengedepankan perlindungan martabat dan masa depan anak,” tegas Prof. Madya.
Melengkapi perspektif reformasi, Dr. Bhanu Prakash Nunna menyoroti pergeseran paradigma hukum pidana yang kini lebih berorientasi pada korban di India dan Indonesia.
“Sistem hukum seharusnya tidak hanya berfokus pada penghukuman pelaku, tetapi juga pada pemulihan hak-hak korban melalui mekanisme kompensasi, perlindungan, dan rehabilitasi,” kata dia.
Gagasan Dr. Bhanu ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara keadilan retributif dan keadilan restoratif dalam upaya pembaruan hukum pidana.
Menguatkan Posisi Hukum Pidana Adat dalam KUHP
Sejalan dengan semangat reformasi, para narasumber kemudian membahas pengakuan dan peran hukum adat dalam konteks hukum pidana nasional.
Prof. Dr. Rena Yulia membahas posisi hukum pidana adat dalam KUHP baru. Ia menegaskan bahwa pengakuan terhadap peradilan adat sangat penting agar hukum negara tidak menghilangkan nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.
“Jika negara mengatur hukum adat tanpa memberikan ruang bagi peradilan adat, hal itu justru dapat melemahkan karakter dinamis hukum adat itu sendiri,” ujar dia.
Menambahkan dimensi konseptual, Dr. Ahmad Irzal Fardiansyah menjelaskan dasar pengakuan hukum pidana adat dalam sistem hukum nasional.
Ia menekankan bahwa hukum pidana adat memiliki sifat komunal, di mana tanggung jawab dibebankan tidak hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakatnya.
“Sanksi adat tidak bertujuan untuk menghukum, melainkan untuk memulihkan keseimbangan sosial dan memperbaiki hubungan dalam komunitas,” jelas Dr. Ahmad.
Sebagai penutup sesi, Dr. Hamonangan Albariansyah menyoroti pentingnya harmonisasi antara hukum adat dan hukum pidana modern.
Baginya, keadilan restoratif (restorative justice) adalah titik temu antara rasionalitas hukum tertulis dan nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat adat.
Dr. Hamonangan melihat hukum adat dapat berperan sebagai laboratorium keadilan restoratif yang krusial dalam membangun sistem hukum pidana Indonesia yang lebih humanis.
Terselenggaranya ICCLI ini mencerminkan komitmen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya Himpunan Mahasiswa Pidana, dalam mendukung pengembangan ilmu hukum yang relevan dengan dinamika masyarakat dan tantangan hukum di masa depan.
Baca Juga: Menuju Sistem Pidana Lebih Humanis

 
													