Oleh: Mahbub Romzy Mahri–(Gerakan Hijau Anak Muda (GHAM) Lampung
DASWATI.ID – Indonesia saat ini tengah berada dalam kondisi “Obscura”, sebuah fase kegelapan yang diakibatkan oleh ketamakan penguasa dan korporasi.
Rentetan peristiwa yang terjadi antara 25 Agustus hingga 1 September 2025 menjadi bukti nyata bahwa kriminalisasi terhadap orang muda yang kritis kini menjadi respons utama rezim dalam menanggapi aspirasi publik.
Fenomena ini bukan sekadar gangguan kecil, melainkan pertanda rusaknya fundamen demokrasi di negeri yang memiliki sejarah panjang pembungkaman suara rakyat.
Eskalasi Kekerasan dan Fasisme Baru
Data menunjukkan bahwa kita sedang memasuki babak baru fasis-otoriterianisme. Tidak kurang dari 4.453 orang ditangkap, dengan ratusan korban mengalami kekerasan fisik akibat penggunaan water cannon serta gas air mata, dan sebanyak 1.038 aktivis ditahan.
Kondisi ini melampaui “romantisme” kerusakan demokrasi pada era sebelumnya; saat ini, Indonesia sedang menyaksikan episode pembantaian nilai-nilai demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dianggap tidak lagi memiliki arti di mata penguasa.
Legitimasi Hukum atas Kekerasan
Ketajaman taring otoriter kian diperkuat dengan lahirnya produk hukum yang tidak berpihak pada kedaulatan rakyat.
Keberadaan KUHAP, UU TNI, hingga Perkapolri No. 4 Tahun 2024 menjadi instrumen penindasan yang legal.
Secara khusus, Perkapolri 4/2024 menjadi ancaman serius karena menghalalkan penggunaan senjata api dengan peluru tajam dalam pengamanan, yang berpotensi menjadi “mainan baru” bagi aparat untuk menembak rakyat dengan dalih melindungi instansi.
Meskipun ancaman kematian menghantui, para penyuara kebenaran tetap berdiri tegak karena ketidakadilan yang terjadi justru menjadi alasan terkuat untuk tidak berhenti bersuara.
Paradoks Program Negara dan Masa Depan yang Terancam
Kegelapan ini semakin nyata ketika ruang hidup dirampas dan sejarah dimanipulasi.
Di sisi lain, program populis seperti makan bergizi gratis (MBG) justru tampak seperti racun bagi generasi bangsa; tercatat sebanyak 11.640 anak bangsa terdampak akibat pelaksanaan program yang cacat secara aturan dan pertanggungjawaban.
Jika anak-anak diracuni sejak dini dan dikriminalisasi saat mereka mulai bersuara ketika dewasa, maka visi “Indonesia Emas 2045” hanyalah angan-angan yang takkan pernah terjadi.
Seruan untuk Bertahan dan Melawan
Dalam menghadapi tentakel penguasa yang angkara, keberanian saja tidak lagi cukup. Dibutuhkan kecerdikan dalam menyusun taktik untuk merebut kembali cahaya kebenaran dari kegelapan ini.
Perjuangan demi kemanusiaan tidak akan pernah sia-sia, dan kebenaran akan tetap hidup di dalam hati mereka yang terluka.
Oleh karena itu, bagi setiap jiwa yang masih memiliki keberanian, bertahanlah sedikit lebih lama dan teruslah tumbuh serupa gulma yang ulet di tengah himpitan beton kekuasaan.
Baca Juga: Kemerdekaan yang Belum Selesai: Ketika Penindasan Lahir dari Rahim Bangsa Sendiri

