Insiden Diksar Mahepel: Unila Didesak Junjung Praduga Tak Bersalah

oleh
Unila Selidiki Tiga Aspek Kelalaian dalam Kasus Pratama
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Dr. Sunyono (tengah) didampingi Ketua Tim Investigasi Internal Unila Prof. Dr. Novita Tresiana, M.Si (kiri) dan Tim Hukum Unila Sukarmin, S.H., M.H (kanan) usai konferensi pers di Rupatama Rektorat Unila, Bandar Lampung, Rabu (4/6/2025). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Penetapan delapan panitia dan alumni kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) organisasi Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) sebagai tersangka oleh Polda Lampung, memicu respons tegas dari pihak kuasa hukum.

Pihak pembela secara khusus mendesak Unila agar menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menolak pengambilan sikap definitif, termasuk sanksi akademik, sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kasus ini mencuat setelah korban, Pratama Wijaya Kesuma, meninggal dunia beberapa bulan setelah mengikuti kegiatan Diksar di Desa Talang Mulya, Kabupaten Pesawaran, pada November 2024.

Penyidikan Polda: Kekerasan Terbukti, Kematian Non-Kekerasan

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Lampung, Kombes Pol Indra Hermawan, menjelaskan bahwa penyidikan dilakukan berdasarkan laporan polisi tertanggal 3 Juni 2025.

Penyelidikan kasus ini dilakukan berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/384/VI/2023/SPKT Polda Lampung tanggal 3 Juni 2025 dengan pelapor atas nama ibu korban, Wirna Wani.

Proses ini melibatkan olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, ekshumasi jenazah, hingga permintaan pendapat ahli.

Meskipun demikian, hasil forensik yang dirilis pada 7 Oktober 2025 menunjukkan bahwa korban meninggal dunia bukan karena penganiayaan, melainkan akibat peningkatan tekanan intrakranial karena adanya tumor otak (oligodendroglioma).

“Hasil ekshumasi yang kami rilis pada 7 Oktober 2025 menunjukkan korban meninggal dunia akibat peningkatan tekanan intrakranial karena adanya tumor otak,” kata Indra di Mapolda Lampung, Jumat (24/10/2025).

Baca Juga: Ironi Pratama: Luka Dicari, Tumor yang Ditemui

Walau penyebab kematian tidak terkait kekerasan, penyelidikan Polda Lampung memastikan bahwa peristiwa kekerasan fisik dialami korban dan peserta Diksar lainnya selama kegiatan Mahepel FEB Unila.

Untaian Doa dan Lilin Keadilan untuk Pratama
Aksi Seribu Lilin menuntut keadilan untuk Pratama Wijaya Kusuma atau #JusticeforPratama yang menjadi korban diksar Mahepel Unila, Bundaran Unila, Bandar Lampung, Selasa (3/6/2025) malam. Foto: Josua Napitupulu

Indra Hermawan menegaskan bahwa perbuatan tersebut, berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti, merupakan tindak pidana penganiayaan.

“Kami temukan adanya peristiwa penganiayaan yang dialami korban dan peserta lain selama kegiatan Diksar Mahepel FEB Unila, berdasarkan keterangan saksi, barang bukti, serta hasil pemeriksaan ahli. Meski tidak menyebabkan kematian, perbuatan tersebut termasuk tindak pidana penganiayaan,” jelas dia. 

Delapan orang ditetapkan sebagai tersangka, berinisial AA, AF, AS, SY, DAP, PL, RAN, dan AI. Mereka dijerat Pasal 351 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan, dengan ancaman pidana penjara maksimal dua tahun delapan bulan.

“Mereka memiliki peran berbeda, mulai dari menampar, menendang, menyeret peserta, hingga memerintahkan kegiatan fisik seperti push-up dan sit-up yang menimbulkan rasa sakit,” ungkap Indra.

Polda Lampung memastikan penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan dan terus mendalami kemungkinan adanya pelaku lain.

“Kami memastikan penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan. Penyidik masih terus mendalami kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat, dan setiap perkembangan akan kami sampaikan kepada publik sebagai bentuk tanggung jawab dan keterbukaan informasi,” pungkas Indra. 

Kedelapan tersangka dijadwalkan diperiksa ulang pada hari Selasa, 28 Oktober 2025.

Desakan Kuasa Hukum: Tolak Sanksi Sebelum Inkrah

Kuasa Hukum Panitia Diksar Mahepel Unila, Chandra Bangkit Saputra, mengapresiasi langkah penyidik yang dinilai telah membuka kasus ini secara transparan terkait langkah-langkah prosedural (formil).

“Melihat pasal yang muncul, kami apresiasi kawan-kawan penyidik yang membuka ini secara terang benderang,” ujar dia di Bandar Lampung.

Namun, Chandra menegaskan bahwa pihaknya akan memperjuangkan materiil (fakta substansi) kasus ini di pengadilan.

“Terhadap materiil, itu akan kami perjuangkan di pengadilan. Namun, terhadap formil yang diambil langkah-langkah penyelidikan, ya kami apresiasi,” kata dia. 

Pihak kuasa hukum secara tegas menekankan kepada Unila bahwa universitas harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

Panitia Diksar Mahepel Unila Diperiksa Polda Lampung
Kuasa Hukum Panitia Diksar Mahepel Unila, Chandra Bangkit Saputra (kanan), di Mapolda Lampung, Lampung Selatan, Selasa (10/6/2025). Foto: Josua Napitupulu

Mereka meminta agar sebelum ada putusan inkrah (berkekuatan hukum tetap), Unila tidak mengambil sikap definitif apa pun.

“Proses-proses seperti wacana pemberian sanksi Drop Out (DO) atau pembekuan Mahepel Unila perlu didiskusikan secara bersama-sama dan tidak dapat diputuskan saat ini,” ujar Chandra. 

Ia memperingatkan bahwa tindakan hukuman yang diambil terlalu dini dapat berpotensi menjadi pelanggaran HAM terhadap mahasiswa yang ingin berserikat dan berkumpul dalam satu wadah organisasi.

Selain itu, pihak kuasa hukum juga berupaya meluruskan pemberitaan yang telah muncul terkait kronologi dan fakta-fakta.

“Secara aktif, kami berupaya meluruskan pemberitaan itu pada saat datang ke Polda untuk pemanggilan. Sehingga nanti dalam persidangan (kasus) ini akan on the track, clean and clear, terhadap kronologi yang sebenarnya terjadi,” harap Chandra.

Mantan Direktur LBH Pers ini juga berharap media menghindari framing atau judul berita yang dimiringkan.

Sikap Unila: Koordinasi APH dan Regulasi Ormawa

Tim Hukum Unila, Sukarmin, didampingi Ketua Tim Investigasi Internal Unila Prof. Dr. Novita Tresiana, menyatakan bahwa Unila konsisten dalam penanganan persoalan yang terjadi.

Unila, yang saat itu belum membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT), membentuk tim investigasi internal dan hasil temuannya telah diserahkan kepada penyidik sebagai rujukan proses penyidikan.

“Kami tetap konsisten berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) lain, termasuk kejaksaan dan pengadilan, karena hasil akhir akan menentukan sanksi kepada para pihak tersangka,” kata Sukarmin di Mapolda Lampung.

Mengenai sanksi, Unila menjelaskan bahwa sanksi yang diterapkan hingga saat ini masih bersifat sementara.

“Sanksi permanen akan diberikan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht), dan akan disesuaikan dengan tingkat kesalahan yang terjadi pada tersangka, serta peraturan internal Unila dan kementerian,” ujar Sukarmin.

Sebagai langkah pasca kejadian, Unila telah meninjau ulang, dan memperketat kembali aturan kegiatan ormawa (organisasi mahasiswa) di luar kampus guna mencegah terulangnya insiden serupa.

Unila juga menyiapkan pelayanan bimbingan konseling dan psikologis sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan.

Baca Juga: Insiden Diksar Mahepel Unila Perlu Transparansi dan Evaluasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *