DASWATI.ID – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, Nur Rakhman Yusuf, menyoroti kasus meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma usai mengikuti Diksar Mahepel Unila (Universitas Lampung).
Pratama seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila meninggal pada 28 April 2025 setelah mengikuti Diksar (Pendidikan Dasar) Mahepel (Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan) pada 10-14 November 2024.
Kasus ini terus diselidiki oleh Polda Lampung dan Tim Investigasi internal Unila.
Baca Juga: Kasus Kematian Pratama Dilaporkan ke Kemenkumham
Dalam pernyataannya, Nur Rakhman Yusuf berharap peristiwa ini menjadi bagian dari proses evaluasi dan perbaikan tidak hanya di FEB, melainkan juga di seluruh lingkungan kampus.
Nur Rakhman menegaskan bahwa Unila, dengan tagar “Be Strong”, seharusnya membuka kasus ini secara transparan dan mengakui jika ada kelalaian.
“Unila dengan “Be Strong” kembali bangkit dengan berbagai kasus yang ada selama ini, kalau memang ada kelemahan, ya harus diakui dan lakukan perbaikan,” ujar Nur Rakhman di Bandar Lampung, Selasa (17/6/2025).
Ia memperingatkan agar tidak menutupi atau melakukan hal-hal di luar yang ada, mengingat bahwa saat ini segala sesuatu semakin canggih dan transparan.
“Menutupi permasalahan justru dapat menyembunyikan hal lainnya,” tegas Nur.
Dia mendorong tim investigasi internal Unila untuk membuka permasalahan tersebut sebagai bagian dari proses evaluasi.

Selain itu, ia menekankan bahwa harus ada efek jera berupa sanksi (punishment) bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap permasalahan ini.
“Tentu harus ada efek jera bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap permasalahan ini. Tapi semangatnya jangan hanya memberikan punishment,” kata Nur Rakhman.
Meskipun demikian, ia menekankan bahwa Ombudsman tidak mengintervensi pemberian sanksi, tetapi menekankan bahwa tingkat kesalahan harus dilihat, dan sanksi yang diberikan harus sesuai dengan mekanisme internal dan proporsional dengan tingkat kesalahannya.
“Penting juga untuk memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya,” lanjut dia.
Menurut Nur Rakhman, pelaku dan korban masih satu kesatuan keluarga besar Unila, sehingga keadilan bagi semua pihak harus tetap dijalankan dengan transparansi.
Lebih lanjut, Nur Rakhman Yusuf menggarisbawahi perlunya mekanisme yang mengatur terkait sanksi.
“Jika mekanisme tersebut belum ada, maka peristiwa ini harus menjadi bagian dari perbaikan dengan membuat regulasi baru agar sanksi yang diberikan tidak diskriminatif,” jelas dia.
Ia meyakini bahwa semua pihak yang terlibat tidak menghendaki musibah tersebut terjadi, namun meninggalnya Pratama menunjukkan adanya kelalaian yang harus diminimalisir.
“Artinya ada sebuah kelalaian. Ini harus diminimalisir, kalau regulasinya belum ada, ya dibuat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang,” tutup Nur Rakhman.
Baca Juga: Mengungkap Kasus Kematian Pratama dalam Dua Pekan