DASWATI.ID – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan tolak Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Revisi UU TNI yang diserahkan pemerintah ke DPR pada 11 Maret 2025.
Dalam siaran pers, Kamis (13/3/2025), koalisi masyarakat sipil memandang draf RUU TNI masih menyimpan pasal bermasalah yang berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan memperkuat militerisme di Indonesia.
Koalisi menilai revisi UU TNI tidak mendesak karena UU Nomor 34 Tahun 2004 masih relevan untuk membangun TNI yang profesional.
Salah satu pasal yang dikritik adalah perluasan jabatan sipil bagi prajurit TNI aktif, seperti di Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Ini jelas bentuk dwifungsi. TNI adalah alat pertahanan negara, bukan penegak hukum atau pengelola sektor sipil,” demikian bunyi siaran pers koalisi.
Penempatan TNI aktif di Kejaksaan Agung, termasuk keberadaan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil), dinilai tidak perlu.
Koalisi mengusulkan penghapusan peradilan koneksitas dan menyerahkan kasus pidana umum yang melibatkan militer ke peradilan umum demi asas persamaan di depan hukum.
Begitu pula di KKP, prajurit aktif yang menduduki jabatan sipil diminta mundur.
Selain itu, koalisi menyoroti penambahan tugas operasi militer selain perang, seperti penanganan narkotika, yang dianggap berlebihan.
“Narkotika harus ditangani lewat penegakan hukum dan pendekatan medis, bukan operasi militer,” tegas koalisi.
Lebih jauh, pengaturan tugas ini dalam Peraturan Pemerintah (PP) tanpa persetujuan DPR dinilai menghapus peran parlemen dan membuka potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Koalisi juga mendesak prajurit TNI aktif yang menjabat di luar 10 lembaga yang diizinkan Pasal 47 ayat (2) UU TNI, seperti Letkol Teddy Indra Wijaya yang kini menjadi Seskab, untuk mundur.
“Jika revisi UU TNI jadi menambah jabatan sipil, seharusnya justru dikurangi,” ujar koalisi.
Alih-alih merevisi UU TNI, koalisi menyarankan pemerintah dan DPR fokus pada modernisasi alutsista tanpa korupsi dan peningkatan kesejahteraan prajurit.
Koalisi masyarakat sipil tolak revisi UU TNI. Mereka menegaskan bahwa RUU TNI berpotensi membahayakan demokrasi jika tetap diteruskan.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari:
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, Dejure.
Baca Juga: Unjani Gandeng MGBKI Tingkatkan Kualitas Konseling Siswa di Lampung