DASWATI.ID – Salah satu kru UKPM Teknokra Unila berinisial AS diduga melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap rekannya pada 1 September 2023 lalu.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung dengan tegas mengutuk tindakan kekerasan seksual tersebut.
Ketua AJI Bandarlampung, Dian Wahyu Kusuma, mendorong korban untuk melaporkan peristiwa yang dialaminya kepada pihak kepolisian untuk mendapatkan keadilan.
“Kami memberikan dukungan penuh kepada korban dan mendorongnya untuk melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib. Kami meminta agar penanganan kasus ini dilakukan secara transparan dan adil,” kata Dian di Bandarlampung, Jumat (6/10/2023).
Dian mengaku terduga pelaku AS, selain sebagai kru UKPM Teknokra Unila, adalah juga anggota AJI Bandarlampung dari kalangan jurnalis mahasiswa.
“Berdasarkan rapat pengurus, anggota tersebut telah diberhentikan pada 23 September 2023 sesuai prosedur yang diatur dalam Peraturan Organisasi AJI,” ujar dia.
Anggaran Rumah Tangga (ART) AJI, lanjut Dian, melarang anggotanya terlibat dalam tindak kejahatan, termasuk kekerasan seksual.
Selain itu, AJI juga menuntut agar korban yang masih berstatus mahasiswa mendapatkan perlindungan serta jaminan penyelesaian studinya.
“Kami mengingatkan semua pihak untuk menghormati hak-hak korban dan tidak melakukan tindakan yang dapat memperburuk kondisi korban,” kata Dian.
AJI menyayangkan tindakan pengurus UKPM (Unit Kegiatan Pers Mahasiswa) Teknokra Unila.
UKPM Teknokra Unila semula mengunggah poster pemecatan terhadap pelaku pada 23 September 2023 lalu di akun Instagram @teknokraunila.
Namun, postingan tersebut tiba-tiba dihapus pada 5 Oktober 2023.
AJI Bandarlampung, jelas Dian, menekankan pentingnya peran Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) pihak Universitas Lampung (Unila) dalam mengatasi kasus ini dengan serius.
“Hasil riset AJI Bandarlampung tahun 2021 menunjukkan bahwa jurnalis perempuan masih rentan mengalami kekerasan seksual, baik secara fisik maupun verbal,” kata dia.
Riset AJI Bandarlampung menemukan pelaku kekerasan berasal dari berbagai lapisan di antaranya narasumber, sesama jurnalis, atasan, dan lainnya.
“Dalam riset terbaru yang dilakukan oleh AJI Indonesia secara nasional, hasilnya menunjukkan bahwa jurnalis perempuan memiliki risiko tertinggi menjadi korban kekerasan seksual di lingkungan kerja,” ujar Dian.
Pada tahun 2022, AJI Indonesia bekerja sama dengan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) dan didukung oleh International Media Support (IMS), mengungkapkan bahwa 82,6 persen dari responden melaporkan telah mengalami kekerasan seksual selama bekerja dalam bidang jurnalistik.
Oleh karena itu, kata Dian, AJI Bandarlampung mengajak semua pihak untuk bersama-sama memberikan dukungan kepada korban kekerasan seksual, dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan dalam penanganan kasus.
“Kami mengingatkan bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan serius terhadap hak asasi manusia dan tidak dapat ditoleransi dalam masyarakat dan profesi jurnalistik,” pungkas dia.
Baca Juga: Terpidana Kasus Korupsi Unila Meninggal Dunia saat Olahraga