Mahar Kekuasaan: Lahir dari Biaya Politik Tinggi, Diasuh oleh Balas Budi

oleh
Mahar Kekuasaan: Lahir dari Biaya Politik Tinggi, Diasuh oleh Balas Budi
Akademisi Universitas Lampung, Darmawan Purba. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Praktik ‘mahar politik’ dan korupsi yang terjadi pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan konsekuensi logis dari desain sistem yang fundamentalnya mahal dan tidak kondusif.

Darmawan Purba, Pakar Politik dari Universitas Lampung, menyoroti bahwa tingginya biaya politik ini secara sistematis memaksa pemimpin mengadopsi logika investasi, yang kemudian memicu praktik balas budi politik.

Diagnosis: Biaya Tinggi Pemicu Investasi Politik

Darmawan Purba menjelaskan bahwa permasalahan mendasar dalam penyelenggaraan Pilkada di Indonesia terletak pada tingginya biaya politik, yang menuntut banyak kandidat mengeluarkan dana substansial jauh sebelum jadwal pemungutan suara.

Konsekuensi dari pengeluaran dana yang besar ini adalah munculnya desakan bagi pemimpin yang terpilih untuk “mengembalikan modal” yang telah dikeluarkan.

“Desakan untuk mengembalikan modal inilah yang seringkali menjadi pemicu praktik korupsi, penjualan izin, manipulasi proyek, dan politik balas budi,” kata dia di Bandar Lampung, Sabtu (13/12/2025).

Menurut Darmawan, sistem dengan tuntutan biaya besar tersebut secara bertahap menjauhkan kekuasaan dari konsep amanah dan justru mendekatkannya pada logika investasi politik.

Ia mengakui bahwa tidak sedikit pemimpin daerah yang sebenarnya turut menjadi korban dari mekanisme Pilkada yang mahal dan sarat tekanan ini, meskipun mereka berpartisipasi dengan itikad baik.

Di Provinsi Lampung ada Agung Ilmu Mangkunegara (Lampung Utara, suap proyek infrastruktur; Mustafa (Lampung Tengah, suap pinjaman daerah); Zainudin Hasan (Lampung Selatan, gratifikasi); Khamami (Mesuji, fee proyek); Bambang Kurniawan (Tanggamus, suap APBD).

Kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah OTT KPK pada 10 Desember 2025, yang menjerat Bupati Lampung Tengah Ardhito Wijaya terkait dugaan suap proyek paket pengadaan barang/jasa untuk perusahaan milik tim pemenangan saat Pilkada.

Baca Juga: Dinasti Korupsi Bupati Ardito Wijaya: Adik dan Kerabat Terlibat

Perubahan Konsep Jabatan dan Balas Budi

“Persoalan fundamental yang relevan di sini adalah apakah negara yang membutuhkan pemimpin, atau justru pemimpin yang membutuhkan negara,” ujar Darmawan.

Jika pemimpin yang membutuhkan negara, jelas dia, maka jabatan dengan mudah bertransformasi menjadi sarana untuk mengembalikan modal investasi.

Pilkada dengan biaya tinggi tanpa disadari mendorong penerapan logika yang keliru ini. Sebaliknya, apabila negara membutuhkan pemimpin, maka jabatan harus dipandang sebagai sebuah bentuk tanggung jawab untuk melayani publik.

Setelah kemenangan calon, mekanisme pengawasan ketat harus ada untuk mencegah terjadinya praktik balas budi politik.

“Mengingat biaya kampanye seharusnya ditanggung oleh negara dalam sistem yang ideal, tidak ada justifikasi untuk mengutamakan pengusaha atau tim sukses tertentu dalam proses pemerintahan. Pemerintahan harus dijalankan secara transparan dan berada di bawah pengawasan publik,” tegas Darmawan. 

Solusi Sistemik: Pembebanan Biaya Kampanye kepada Negara

Darmawan Purba memandang solusi yang paling rasional untuk memutus rantai “pengembalian modal” ini adalah dengan membebankan biaya kampanye Pilkada kepada negara, alih-alih kepada para calon.

Negara harus menyediakan kebutuhan dasar kampanye secara adil dan merata, seperti iklan di media publik, penyediaan baliho standar, penyelenggaraan debat kandidat, hingga penetapan lokasi dan jadwal kampanye.

“Melalui mekanisme ini, para calon tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar, sehingga menciptakan persaingan yang lebih sehat,” harap dia.

Dalam skema pendanaan ini, Darmawan Purba menegaskan, tidak ada alokasi uang tunai yang diserahkan langsung kepada para calon. Negara hanya bertugas menyediakan fasilitas dan layanan yang menunjang pelaksanaan kampanye, di mana segala kebutuhan dicetak, disewa, dan dibayar langsung oleh negara melalui sistem resmi yang terstruktur.

“Tujuan utamanya adalah memastikan seluruh aktivitas kampanye dapat diawasi secara transparan dan mencegah peredaran dana gelap,” kata Darmawan yang juga Sekjen Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI) 2024-2027. 

Baca Juga: OTT Ardito Wijaya: KPK Desak Standardisasi Laporan Keuangan Partai Politik

Mendesain Ulang Kampanye dan Penegakan Hukum

Selain perubahan pendanaan, Darmawan juga menilai kampanye perlu dikembalikan pada format yang sederhana dan rasional.

Fokus harus diarahkan pada kompetisi gagasan, dialog dengan masyarakat, dan debat program, bukan pada penyelenggaraan konser yang mahal atau praktik pembagian barang. Dengan kampanye yang sederhana, diharapkan biaya politik akan menurun, dan tekanan politik pasca-terpilih pun turut tereduksi.

“Fase pra-kampanye juga menuntut adanya pembenahan serius, mengingat pada fase inilah pembengkakan biaya sering terjadi melalui kegiatan sosialisasi atau manuver politik lainnya,” ujar dia.

Pembatasan dan kewajiban pelaporan aktivitas sebelum masa kampanye menjadi krusial guna mencegah adanya praktik “curi start” yang mahal dan tidak adil.

Darmawan menekankan seluruh upaya perubahan ini harus didukung dengan penegakan regulasi yang bersifat tegas dan dilaksanakan secara cepat.

“Tanpa penegakan hukum yang kuat, sistem yang dirancang dengan baik hanya akan menjadi sebatas konsep tertulis, sementara setiap pelanggaran wajib ditindaklanjuti segera demi memberikan efek jera yang efektif,” kata dia. 

Pada intinya, Darmawan Purba menyimpulkan, persoalan ini bukanlah semata mengenai besaran biaya Pilkada, melainkan tentang keberanian kolektif untuk mengimplementasikan perubahan yang mendasar.

Apabila sistem tidak dirombak, negara akan secara berkelanjutan menghasilkan pemimpin yang terperangkap dalam tekanan serupa.

“Negara membutuhkan pemimpin yang mampu bekerja dengan integritas dan ketenangan, bukan pemimpin yang dipaksa bertahan dalam kerangka sistem yang keliru,” pungkas Darmawan Purba. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *