Menatap Tubuh Bahasa Lampung, Kini dan Esok

oleh
Aksi Teatrikal Komunitas Berkat Yakin Pukau Umar Ahmad
Pementasan sandiwara kampung Pilgrim #2: Bunyi Tepukan Satu Tangan karya Ari Pahala Hutabarat di Teater Tertutup Taman Budaya Lampung, Kota Bandarlampung, Sabtu (4/11/2023). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Bahasa Lampung di tengah arus globalisasi dan modernisasi, dihadapkan pada berbagai tantangan dan peluang yang menuntut langkah adaptif dan kolaboratif untuk menjaganya tetap hidup dan lestari.

Data Badan Bahasa Kemendikbud tahun 2022 menyatakan sebanyak 139 bahasa daerah di Indonesia terancam punah, dan bahasa Lampung berada di antaranya.

Saat ini, Bahasa Lampung merupakan bahasa minoritas di provinsinya sendiri.

“Bahasa Lampung menjadi tamu di rumah sendiri,” ujar budayawan Lampung Alexander GB dalam konferensi pers “Menatap Tubuh Bahasa: Festival Seni Bahasa Lampung “ di Bandarlampung, Senin (15/7/2024).

Menurut Alex, ada beberapa faktor yang membuat Bahasa Lampung jarang digunakan. Seperti urbanisasi, globalisasi, dan stigma generasi muda yang menganggap penggunaan bahasa Lampung tidak keren.

“Di era globalisasi, penggunaan bahasa asing sangat masif. Untuk generasi muda, bahasa Inggris atau Korea mungkin lebih menarik daripada Bahasa Lampung,” kata dia.

Kondisi ini kian rentan dengan menurunnya jumlah populasi etnis Lampung. Berdasarkan sensus tahun 2010, suku Lampung hanya 13,82% dari total penduduk Lampung.

“Tapi, saya percaya Bahasa Lampung itu tetap dipertahankan, khususnya di kampung-kampung tua, meski jumlahnya sangat sedikit,” ujar Alex.

Hal ini sejalan dengan laporan Kantor Bahasa Provinsi Lampung pada 2023 lalu bahwa jumlah pengguna atau penutur Bahasa Lampung hanya 6.250 orang berdasarkan pencatatan Badan Pusat Statistik (BPS).

Jumlah ini tidak seimbang dibandingkan total jumlah penduduk di Provinsi Lampung.

Alex mengatakan hal tersebut tidak lepas dari falsafah hidup orang Lampung “Nemui Nyimah” yang bersikap ramah dan terbuka kepada tamu.

Falsafah orang Lampung ini ikut memengaruhi ketahanan Bahasa Lampung itu sendiri.

“Konsep Nemui Nyimah menjadi bumerang bagi masyarakat Lampung. Orang Lampung sangat terbuka. Di satu sisi menghargai pendatang dengan berbahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, di sisi lain penutur Bahasa Lampung kian berkurang,” jelas dia.

Letak Provinsi Lampung yang strategis, Gerbang Pulau Sumatra, membuat arus kedatangan dan tingkat interaksi masyarakat dengan latar belakang bahasa berbeda sangat tinggi.

Lampung yang multikultur menyebabkan setidaknya ada 6 bahasa yang berkembang di Provinsi Lampung yaitu Bahasa Indonesia, Jawa, Basemah, Padang, Bali, Bugis, Padang, dan lain-lain.

Terkait kondisi tersebut, Alex memandang pemerintah perlu mendorong penggunaan Bahasa Lampung dalam kehidupan bermasyarakat lewat kebijakan.

Goodwill pemerintah belum kuat untuk memasyarakatkan bahasa Lampung,” kata dia.

Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong atau ‘memaksa’ penggunaan Bahasa Lampung dalam kehidupan masyarakat.

Sehingga penutur Bahasa Lampung tidak terputus pada generasi tua, tapi juga diteruskan secara aktif kepada anak-anaknya.

Menatap Tubuh Bahasa Lampung, Kini dan Esok
Pimpinan Rumah Kebudayaan Komunitas Berkat Yakin (KOBER) Alexander GB. Foto: Josua Napitupulu

Menatap Tubuh Bahasa: Festival Seni Bahasa Lampung.

Komunitas budaya memiliki peran penting dalam melestarikan Bahasa Lampung.

Alex sebagai pimpinan Rumah Kebudayaan Berkat Yakin (KOBER) berinisiatif merancang program kegiatan budaya yang menggunakan Bahasa Lampung.

Baca Juga: Komunitas Berkat Yakin Tampil di Taman Ismail Marzuki

Kegiatan berikut ini hasil kolaborasi KOBER dengan Kemendikbud:

  • Serial Workshop Seni dan Bahasa (5 Maret – 2 April 2024);
  • Pameran Puisi Visual Berbahasa Lampung (22-28 Juli 2024);
  • Seminar: Menatap Tubuh Bahasa Cawa Lappung (23 Juli 2024);
  • Festival Teater Berbahasa Lampung (24-27 Juli 2024);
  • Pertunjukan Musik Klasik Lampung (28 Juli 2024).

Seluruh kegiatan Festival Seni Bahasa Lampung (22-28 Juli 2024) dipusatkan di Taman Budaya Lampung Jalan Cut Nyak Dien No.24, Palapa, Кесamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandarlampung.

Alex mengatakan Festival Teater Berbahasa Lampung baru pertama kali diselenggarakan di Provinsi Lampung.

Festival Teater Berbahasa Lampung diikuti 10 grup teater se-Lampung.

“Kelompok-kelompok ini tersebar, ada yang dari Kota Bandarlampung, Kota Metro, Pesawaran, Lampung Barat, Lampung Utara,” ujar dia.

Selama empat hari, lanjut Alex, masyarakat dapat menikmati 10 pertunjukan teater berbahasa Lampung di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung.

Ia meyakini kegiatan budaya dalam format festival ini dapat menjadi media revitalisasi sekaligus diseminasi yang baik untuk memasyarakatkan kembali Bahasa Lampung.

“Kami mencoba melakukan pendekatan dari luar ke dalam, bukan dari dalam ke luar. Bahasa Lampung ini dapat beradaptasi dengan kondisi kekinian. Apalagi bahasa Lampung itu punya aksara,” kata Alex.

“Harapan kami, generasi muda dapat hadir dalam acara ini. Mereka harus bangga berbahasa Lampung sebagai identitas dan karakter diri,” pungkas dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *