DASWATI.ID – Calon Wakil Wali Kota Metro Qomaru Zaman resmi berstatus terpidana setelah divonis bersalah melakukan tindak pidana pemilihan oleh Pengadilan Negeri Metro pada Selasa (5/11/2024).
Qomaru Zaman terbukti melanggar Pasal 71 ayat 3 juncto Pasal 188 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan/atau Pasal 71 Ayat 3 juncto Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Metro menjatuhkan vonis denda Rp6 juta subsider satu bulan kurungan penjara kepada Qomaru Zaman.
Hadri Abunawar selaku Kuasa Hukum Qomaru Zaman tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Metro dengan membayar hukuman denda Rp6 juta.
Baca Juga: Calon Wakil Wali Kota Metro Qomaru Zaman Divonis Denda Rp6 Juta
Status terpidana yang disandang Qomaru Zaman mendapatkan perhatian serius banyak pihak terkait legalitas pencalonannya di Pilkada Metro 2024.
Akademisi FISIP Universitas Lampung Bendi Juantara berharap KPU dan Bawaslu Kota Metro segera mencermati putusan Pengadilan Negeri Metro.
“Saya berharap putusan Pengadilan Negeri Kota Metro segera direspon cepat oleh KPU dan Bawaslu Kota Metro dengan secermat mungkin,” ujar Bendi di Bandarlampung, Sabtu (16/11/2024).
Bendi meminta kepada KPU dan Bawaslu Kota Metro untuk memberikan kepastian hukum atas status Qomaru Zaman sebagai terpidana.
“Tegakkan aturan dengan tegas, jika memang ada potensi calon dibatalkan atau didiskualifikasi. Tentu masyarakat Metro menunggu putusan KPU dan Bawaslu ini,” kata dia.
Ketegasan dari KPU dan Bawaslu sangat menentukan kualitas pemerintahan Kota Metro ke depan terkait dengan penyelenggaraan pemilihan yang Jujur dan Adil (Jurdil) serta langsung, umum, bebas, rahasia (Luber).
“Tentu ada dampak atas kasus pidana yang menjerat Qomaru ini terhadap pemilih, setidaknya berkaitan dengan tingkat kepercayaan publik terhadap citra kandidat calon, dan kualitas pemilihan di Kota Metro,” jelas Bendi.
Status pencalonan Qomaru Zaman menurut UU Pilkada dan PKPU.
Qomaru Zaman terbukti melakukan tindakan pidana pemilihan atas perbuatannya sebagai Wakil Wali Kota Metro yang membagikan bantuan sosial kepada masyarakat dengan ajakan untuk memilih kembali dirinya bersama Wahdi Siradjuddin.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis (19/9/2024) atau tiga hari sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU setempat.
Pasangan calon ditetapkan pada 22 September 2024 berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024.
Pasangan Calon (Paslon) Wahdi Siradjuddin dan Qomaru Zaman mendaftar ke KPU Kota Metro pada 29 Agustus 2024 pukul 15.00 WIB oleh partai politik pengusung yang terdiri dari Partai NasDem, Gerindra, PDI Perjuangan, Golkar, PKS, Perindo, Hanura, Gelora, PAN, PKB, PKN.
Bendi menjelaskan secara individu pasangan calon bisa gugur atau batal pencalonannya jika tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 10 Tahun 2016 terkait Persyaratan Calon.
Dalam Pasal 7 ayat 2 huruf (g) disebutkan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Ketentuan itu tidak membuka ruang bagi terpidana menjadi peserta pilkada. Bagi calon yang pernah menjalani pidana, dia harus mempublikasikan secara terbuka dan jujur bahwa dirinya mantan terpidana.
Namun, dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam Pasal 14 ayat 2 huruf (f) menyebutkan calon kepala daerah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
Bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
“Kasus ini tentu menjadi catatan khusus dalam perjalanan demokrasi kepemiluan lokal di Lampung,” ujar Bendi.
Ia menyampaikan sejatinya pilkada merupakan arena penting dalam proses seleksi kepemimpinan politik yang diharapkan rakyat.
“Dalam konteks tersebut, maka para calon pemimpin harus memiliki kriteria atau kecakapan sesuai harapan publik, salah satunya tentu terbebas dari jeratan hukum,” kata dia.
Menurut Bendi, rekam jejak yang bersih akan meningkatkan legitimasi sang calon di mata masyarakat.
“Sehingga dapat menjadi role model bagi kepemimpinan politik yang kuat, berintegritas dan bertanggung jawab,” pungkas dia.