Menyuarkan Keheningan Kebebasan Akademis Universitas Lampung

oleh
Menyuarkan Keheningan Kebebasan Akademis Universitas Lampung
Mahbub Romzy Mahri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2022. Foto: Dokumentasi Pribadi

DASWATI.ID – Kampus seharusnya menjadi ruang aman bagi setiap insan akademik untuk bertukar pikiran, mengkritik, dan mencipta gagasan.

Namun, belakangan ini, Universitas Lampung (Unila) justru menunjukkan wajah yang bertolak belakang dengan semangat itu.

Kebebasan akademik, yang seharusnya dijunjung tinggi, kini seolah dipasung perlahan oleh pihak rektorat sendiri.

Ketika Diskusi Diberangus, Aparat Masuk Kampus 

Dalam beberapa bulan terakhir, upaya mahasiswa menyelenggarakan diskusi atau menyampaikan pendapat kerap dihalangi, bahkan dibubarkan paksa.

Yang lebih memprihatinkan, aparat kepolisian dan TNI turut dilibatkan untuk mengawasi, bahkan mengintervensi, kegiatan akademik mahasiswa. Padahal, semestinya kampus adalah tempat dimana nalar kritis diasah, bukan ditakuti.

Pasal 8 Ayat (3) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi jelas menyatakan bahwa kebebasan akademik dan mimbar akademik adalah hak sivitas akademika (dosen, mahasiswa, pejabat kampus, dan staf) yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan perguruan tinggi.

Namun, realitanya, setiap kali mahasiswa mencoba menggelar diskusi, mereka dihadapkan pada birokrasi berbelit, larangan tak jelas, hingga intimidasi dari keamanan kampus.

Baca Juga: Unila Bubarkan Konsolidasi Mahasiswa dengan Dalih Tak Berizin

Intel di Tengah Diskusi: Untuk Apa?

Pernahkah kita bertanya: mengapa setiap diskusi mahasiswa harus diawasi intel? Mengapa aparat bisa begitu mudah masuk ke kampus tanpa panggilan resmi dari pihak universitas?

Ini pertanyaan yang menggelitik sekaligus mengkhawatirkan. Jika kampus tak lagi menjadi ruang otonom bagi perkembangan pemikiran, lalu dimana lagi mahasiswa bisa belajar berpikir merdeka?

Belum lagi tekanan terhadap pers mahasiswa. Beberapa waktu lalu, salah satu media mahasiswa Fakultas Hukum sempat diintimidasi pihak dekanat untuk menurunkan pemberitaan tentang kasus asusila di lingkungan kampus.

Padahal, publikasi semacam itu justru penting untuk membangun kesadaran bersama: bahwa kampus harus menjadi tempat yang aman dan beradab.

Baca Juga: Unila Dikecam Setelah Bubarkan Konsolidasi Akbar Mahasiswa

Kampus Tanpa Kebebasan = Kampus Tanpa Masa Depan 

Jika mahasiswa tak lagi bisa berdiskusi, dari mana lahir gagasan-gagasan segar untuk memajukan bangsa? Jika suara kritis terus dibungkam, bagaimana mungkin Unila bisa melahirkan pemimpin-pemimpin yang berani dan visioner?

Kita tidak bisa diam. Setiap civitas akademika, dosen, mahasiswa, hingga tenaga kependidikan, harus berani bersuara. Jika bukan kita yang memulai perubahan, lalu siapa lagi?

Mari kita ingat: universitas bukan sekadar gedung dan administrasi, melainkan jiwa yang hidup dari kebebasan berpikir. Jika hari ini kita diam, besok mungkin kita tak lagi punya ruang untuk bernapas. (*)

__________________________________________________

*Oleh: Mahbub Romzy Mahri (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2022)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *