DASWATI.ID – KPU memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan pemilu yang inklusif dan ramah bagi penyandang difabel.
Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi kesetaraan dan hak pilih semua warga negara, tanpa terkecuali.
“KPU memberikan hak yang sama bagi seluruh pemilih untuk difasilitasi pada pemilu Rabu, 14 Februari 2024, di tempat pemungutan suara (TPS),” ujar Koordinator Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Kota Bandarlampung, Hamami, Minggu (11/2/2024), saat membuka kegiatan sosialisasi pengguna hak pilih bagi masyarakat disabilitas setempat untuk Pemilu 2024 di Wisma Bandarlampung.
“DPT Bandarlampung ini 790.125 jiwa, termasuk di dalamnya pemilih disabilitas. Konstitusi sudah mengatur bahwa setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih,” kata Hamami.
Seratusan pemilih berkebutuhan khusus atau difabel seperti tunarungu, tunadaksa, tunawicara, dan tunanetra mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut.
Difabel netra menjadi prioritas pada acara sosialisasi terkait template alat bantu coblos surat suara presiden/wakil presiden dan DPD RI di tempat pemungutan suara (TPS).
Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Disabilitas (PPUAPD) Lampung, Supron Redisno, mengatakan difabel netra kesulitan membaca huruf braille atau huruf timbul pada template alat bantu coblos ketika diraba dengan jari jemari.
Menurut dia, alat bantu coblos surat suara presiden/wakil presiden dan DPD dari percetakan atau penyedia perlengkapan pemungutan suara memiliki tingkat ketebalan atau kualitas yang berbeda.
Sehingga huruf braille pada alat bantu coblos surat suara DPD RI lebih mudah dibaca difabel netra dibandingkan surat suara presiden/wakil presiden.
“Template kertas suara presiden/wakil presiden, kalau dari sisi keterbacaan memang terbaca, hanya cukup tenggelam. Berbeda dengan template untuk DPD yang braillenya lebih timbul,” ujar Supron.
Ia mengatakan ketebalan template perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak penyedia untuk keterbacaan huruf braille.
“Ini akan lebih memudahkan teman-teman tunanetra untuk membaca siapa-siapa calonnya. Tapi, karena ini kurang timbul, hanya bisa menjadikan patokan itu bidang pencoblosan saja,” kata Supron.
Alat bantu coblos surat suara presiden/wakil presiden memiliki tiga lubang berbentuk persegi di bawah ketiga paslon capres cawapres sebagai tempat untuk mencoblos surat suara.
Lubang pencoblosan ini menjadi petunjuk atau patokan bagi pemilih difabel netra untuk mengetahui Paslon Nomor Urut 01, 02, 03.
Hal ini tentu sangat membantu, terutama bagi pemilih difabel netra yang tidak memiliki kemampuan membaca huruf braille.
“Ini yang kami tekankan karena teman-teman tunanetra di desa atau kampung belum tentu bisa baca braille. Terutama tunanetra baru yang punya hak pilih dan belum sempat belajar,” ujar dia.
Supron menuturkan pembelajaran membaca huruf braille hanya didapatkan oleh difabel netra saat di panti sosial atau SLB (Sekolah Luar Biasa).
“Mereka yang tidak bisa masuk ke situ kan minim pengetahuan untuk baca braille. Tapi, untuk mengetahui calon-calonnya siapa, bidang mencoblos ini secara teknis yang harus diberitahukan oleh petugas di TPS. Sehingga ini bisa mengakomodir teman-teman semua, baik yang bisa baca braille maupun yang tidak bisa baca braille,” jelas dia.
Pada kesempatan sama, Koordinator Divisi Teknis dan Humas KPU Kota Bandarlampung, Fery Triatmojo, mengatakan terdapat perbedaan pada pemilih difabel netra antara laki-laki dan perempuan saat membaca huruf braille pada template yang sama.
“Ada dua pemilih disabilitas tunanetra yang mencoba membaca template surat suara pemilu presiden/wakil presiden. Untuk tunanetra laki-laki mereka agak kesulitan membacanya, tapi tetap terbaca. Istilahnya kurang timbul braillenya,” ujar dia.
Namun, lanjut Fery, berbeda halnya dengan pemilih difabel netra perempuan. Mereka cukup jelas bisa membaca huruf braille pada template dengan jari jemari.
“Saya melihat salah satunya mungkin karena jari tangan disabilitas tunanetra laki-laki yang profesinya pemijat. Saya kira itu,” kata dia.
Meskipun demikian, Fery menyampaikan KPU Kota Bandarlampung menyediakan pendamping bagi pemilih difabel untuk membantu mereka di bilik suara, dan desain TPS yang bisa diakses dengan mudah oleh difabel.
Fasilitasi ini diharapkan bisa meningkatkan partisipasi pemilih difabel pada Pemilu 2024 di Kota Bandarlampung.
Pada Pemilu 2019 lalu, tingkat partisipasi pemilih difabel di Kota Bandarlampung mencapai 63 persen, tertinggi kedua setelah Lampung Utara.
“Kami berharap dengan sosialisasi ini akan naik tingkat partisipasi itu. Paling tidak lebih tinggi dari dulu,” pungkas dia.
Ketua DPD Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Lampung, Edi Waluyo, mengapresiasi kegiatan sosialisasi KPU bagi pemilih difabel meski dalam praktiknya di lapangan jauh panggang dari api.
“Program-program yang sudah diluncurkan oleh KPU baik semua untuk disabilitas. Namun, jauh panggang dari api ke bawahnya. Terutama di strata TPS, karena kadang-kadang kami mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya dari pihak KPU. Saya meminta lebih diperkuat lagi apa-apa saja yang harus diperbuat KPPS di lapangan,” kata dia.
Selain itu, Edi berharap kedepannya sosialisasi juga bisa dilakukan untuk lima jenis surat suara lewat simulasi pemungutan suara.
“Selain sosialisasi seperti ini, kami juga membutuhkan sosialisasi dalam bentuk simulasi pemungutan suara,” ujar Edi.
Baca Juga: 678 TPS di Bandarlampung Rawan Penggunaan Hak Pilih