Ombudsman Lampung Wajibkan Kementerian PUPR Bayar Ganti Rugi Lahan Tol Rp20 Miliar

oleh
Masalah Tak Berujung di PPDB Zonasi
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung Nur Rakhman Yusuf. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung telah menyelesaikan pemeriksaan atas laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi dalam pengadaan tanah Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar dan menerbitkan Tindakan Korektif.

Tindakan korektif ini secara tegas mewajibkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk segera melaksanakan pembayaran uang ganti kerugian (UGK) yang nilainya mencapai kurang lebih Rp20 miliar kepada para pihak yang berhak, sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 37/Pdt.G/2020/PN.KLA.

Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung, Nur Rakhman Yusuf, dalam keterangannya pada Senin (20/10/2025).

Laporan ini berasal dari Suradi, yang bertindak sebagai korban langsung dan penerima kuasa dari 55 warga Desa Sukabaru, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, yang tanahnya digunakan untuk pembangunan Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar pada STA 10–STA 12.

Pengabaian Kewajiban Hukum Meskipun Putusan Telah Inkracht

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman, ditemukan bahwa Uang Ganti Kerugian (UGK) bagi 55 warga tersebut hingga saat ini belum dibayarkan.

Padahal, telah terdapat empat putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) yang memenangkan pihak Pelapor, yaitu:

  • Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 37/Pdt.G/2020/PN.KLA;
  • Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 75/Pdt/2021/PT.TJK;
  • Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 4355 K/Pdt/2022; dan
  • Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 1192 PK/Pdt/2023.

Putusan-putusan tersebut secara tegas menyatakan bahwa Suradi dan kawan-kawan adalah pihak yang sah dan berhak menerima ganti kerugian, serta menghukum Kementerian PUPR cq. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Tanah Jalan Tol untuk melakukan pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan.

Ombudsman menemukan bahwa PPK Pengadaan Tanah Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar, di bawah Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, tidak melaksanakan kewajiban hukum untuk membayar atau menitipkan dana ganti kerugian ke Pengadilan Negeri Kalianda.

Tindakan ini merupakan pengabaian terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Baca Juga: Uang Korupsi Tol Lampung Disetor ke RPL: Jadi PNBP Setelah Putusan

Kesimpulan Maladministrasi dan Ketidakpedulian Negara

Belum dilaksanakannya putusan pengadilan, meskipun telah diuji hingga upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali yang dimohonkan oleh para Terlapor, mencerminkan ketidakpedulian negara kepada masyarakat yang mencari keadilan.

Ombudsman menyimpulkan telah terjadi maladministrasi berupa kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh PPK Pengadaan Tanah Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar.

“Kasus ini menunjukkan adanya kelalaian dalam pelaksanaan kewajiban hukum oleh penyelenggara negara. Putusan pengadilan yang sudah inkracht harus dihormati dan segera dilaksanakan, karena menyangkut hak-hak masyarakat yang sudah menunggu keadilan selama bertahun-tahun,” tegas Nur Rakhman. 

Ia menambahkan bahwa sebagai pejabat pemerintahan, para Terlapor seharusnya memperhatikan dan melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Tiga Instansi Menerima Tindakan Korektif

Selain perintah pembayaran kepada Kementerian PUPR, Ombudsman juga menerbitkan Tindakan Korektif kepada dua instansi lain:

1. Kementerian ATR/BPN: Diinstruksikan untuk berkoordinasi dalam penyelesaian aspek administratif pertanahan.

2. Kementerian Kehutanan: Diinstruksikan untuk berkoordinasi dengan para Terlapor terkait aspek administrasi maupun teknis dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan.

Nur Rakhman menyatakan bahwa diperlukan koordinasi yang lebih efektif antara Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Kehutanan, sebab ketidakharmonisan informasi antarinstansi tidak boleh menghambat pelaksanaan putusan pengadilan dan kewajiban pembayaran ganti rugi kepada warga.

Ia memastikan bahwa Ombudsman akan terus memantau tindak lanjut dan pelaksanaan rekomendasi yang diberikan hingga hak masyarakat terpenuhi secara tuntas.

“Ombudsman hadir untuk memastikan penyelenggaraan pelayanan publik berjalan sesuai prinsip akuntabilitas, keadilan, dan kepastian hukum,” pungkas dia.

Ombudsman berharap, dengan selesainya Laporan ini, penyelenggaraan pengadaan tanah di masa mendatang dapat berjalan lebih transparan, tertib administrasi, dan berkeadilan bagi masyarakat.

Baca Juga: Pidana Mengintai BUMD Wahana Raharja

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *