Penjabat Kepala Daerah adalah ASN, Wajib Mundur jika Maju Pilkada

oleh
Penjabat Kepala Daerah adalah ASN, Wajib Mundur jika Maju Pilkada
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Lampung, Dr Budiyono. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Lampung, Dr Budiyono, menegaskan penjabat kepala daerah wajib mengundurkan diri jika maju pada Pilkada Serentak 2024.

“Penjabat kepala daerah adalah aparatur sipil negara (ASN) maka dia wajib mundur apabila mencalonkan dirinya sebagai kandidat pilkada,” kata dia di Bandarlampung, Senin (22/4/2024).

Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah menuju Pilkada Serentak 27 November 2024, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota.

Pemerintah menunjuk Penjabat (Pj) Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Wali Kota untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dilantiknya gubernur dan/atau wakil gubernur, bupati dan/atau wakil bupati, wali kota dan/atau wakil wali kota definitif.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Pj kepala daerah adalah pejabat ASN atau pejabat pada jabatan ASN tertentu yang menduduki JPT Madya di lingkungan Pemerintah Pusat atau di lingkungan Pemerintah Daerah bagi calon Pj Gubernur.

Sedangkan persyaratan bagi calon Pj Bupati dan calon Pj Wali Kota adalah pejabat ASN atau pejabat pada jabatan ASN tertentu yang menduduki JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Pusat atau di lingkungan Pemerintah Daerah.

Namun, Budiyono menyesalkan Kemendagri sejak awal tidak secara tegas mengatur lebih lanjut persyaratan bagi Pj kepala daerah di Pilkada Serentak 2024.

“Seharusnya dalam persyaratan itu disebutkan dia tidak bersedia untuk dicalonkan sebagai calon kepala daerah. Apabila dia masih mau mencalonkan dirinya di pilkada , maka tidak perlu dilantik sebagai penjabat kepala daerah, atau mundur pada saat itu juga,” ujar dia.

Penjabat Kepala Daerah adalah ASN, Wajib Mundur jika Maju Pilkada

Abuse of Power Pj Kepala Daerah

Budiyono menampik alasan Pj kepala daerah wajib mundur karena dikhawatirkan akan membangun infrastruktur politik untuk kepentingan pencalonan.

“Kepala daerah definitif juga bisa menyalahgunakan kekuasaannya atau abuse of power. Justru kepala daerah definitif punya kecenderungan untuk abuse of power daripada Pj kepala daerah,” jelas dia.

Ia berharap ketentuan wajib mundur bagi Pj kepala daerah yang mencalonkan diri sebagai kandidat pilkada dapat diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

“Ketentuan itu harus diatur lebih lanjut dalam undang-undang, bukan hanya peraturan atau keputusan Mendagri. Kenapa Pj kepala daerah harus mundur, sedangkan kepala daerah definitif yang maju pilkada harus cuti?” Pungkas Budiyono.

Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dengan tegas menyatakan bahwa;

Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan:

a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan

b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.

ASN wajib mundur jika maju pilkada

UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN mengatur ketentuan bagi ASN yang maju di pilkada. Dalam Pasal 56 disebutkan bahwa;

“Pejabat pimpinan tinggi Madya dan pejabat pimpinan tinggi Pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/wali kota, dan wakil bupati/wakil wali kota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon.”

Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil juga diatur bahwa PNS tidak boleh menjadi anggota partai politik atau parpol (terlepas maju/tidaknya ke Pemilihan Umum).

Selain itu, PNS juga dilarang terlibat dalam parpol, baik sebagai anggota/pengurus parpol sesuai dengan amanat UU ASN dan PP 17/2020 tentang Perubahan PP 11/2017 atas Peraturan Manajemen PNS.

Secara khusus, menyangkut keterlibatan PNS dalam parpol, juga diatur dalam PP 37/2004 tentang Larangan PNS menjadi anggota parpol.

Jika PNS terbukti terlibat dalam parpol, baik sebagai anggota/pengurus, namun belum/tidak mengundurkan diri akan sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

Baca Juga: Konflik Status Caleg (Petahana) Terpilih jika Maju Pilkada 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *