DASWATI.ID – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dengan tegas mendorong percepatan pembahasan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 135/PUU-XXII/2024.
Putusan MK ini, yang diajukan oleh Perludem, menegaskan pemisahan jadwal antara pemilu nasional (Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD) dengan pemilu lokal (DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, Bupati/Wali Kota).
MK menilai bahwa model keserentakan pemilu lima kotak suara, seperti pada Pemilu 2019 dan 2024, telah menyebabkan penumpukan beban signifikan bagi penyelenggara dan pemilih, yang berpotensi berdampak negatif pada kualitas pemilu dan menyulitkan pemilih.
Meskipun MK dalam putusan sebelumnya (Nomor 55/PUU-XVII/2019) telah menyatakan enam model keserentakan konstitusional, termasuk lima surat suara, fakta objektif menunjukkan kompleksitas tata kelola pemilu yang perlu diperbaiki.
MK juga menyoroti bahwa pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan signifikan terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada meski putusan sebelumnya sudah ada lima tahun lalu.
Oleh karena itu, MK menyerahkan kepada pembentuk UU untuk melakukan “constitutional engineering” demi memperbaiki sistem pemilu.
Baca Juga: Penataan Jadwal Pemilu Serentak Nasional dan Daerah: MK Pisahkan Pemilu Mulai 2029
Menanggapi putusan tersebut, dalam siaran pers Kamis (26/6/2025), Perludem mengapresiasi dan menghormati keputusan MK ini, serta menegaskan bahwa ini harus menjadi momentum untuk menyegerakan pembahasan revisi kedua undang-undang tersebut.
Perludem secara khusus mendorong agar pembahasan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada dilakukan secara terintegrasi dengan metode kodifikasi. Perludem menilai kedua undang-undang tersebut perlu disusun dalam satu paket pembahasan menggunakan metode kodifikasi.
Tujuan utama dari metode kodifikasi ini adalah:
- Untuk menghindari tumpang tindih regulasi yang saat ini ada;
- Menciptakan sistem pemilu dan pilkada yang lebih sistematis serta mudah dipahami oleh semua pihak.
Dengan menerapkan kodifikasi, Perludem berharap hal ini dapat menciptakan keseragaman dan efisiensi dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada, serta menjaga integritas dan kualitas demokrasi Indonesia ke depannya.
Perludem juga mendorong agar revisi tersebut mematuhi putusan MK untuk mengubah desain keserentakan pemilu di Indonesia untuk Pemilu 2029 mendatang, menjadi pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal dengan jeda waktu minimal 2 tahun atau maksimal 2,5 tahun.
Jeda waktu ini diharapkan dapat meminimalisir himpitan tahapan dan memberikan cukup waktu bagi partai politik dalam menyiapkan kontestasi. Meskipun revisi UU Pemilu dan UU Pilkada telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, pembahasannya belum juga dimulai.
MK sendiri berharap agar proses demokrasi Indonesia dapat berjalan lebih lancar, efisien, dan berkelanjutan setelah penyesuaian jadwal pemilu ini.