Politik Uang Cerminan Masyarakat Belum Dewasa Berpolitik

oleh
Politik Uang Cerminan Masyarakat Belum Dewasa Berpolitik
Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung Dr Muhtadi. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Praktik politik uang di Pilkada Serentak Provinsi Lampung Tahun 2024 mencerminkan ketidakdewasaan masyarakat dalam berpolitik.

Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung Dr Muhtadi mengatakan masyarakat perlu meningkatkan kedewasaan berpolitik dengan memahami pentingnya integritas dan partisipasi aktif dalam pemilihan.

“Pola kedewasaan berpolitik masyarakat kita ada dalam dua hal, pertama ketika akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu apakah dia mendapatkan ancaman, dan kedua ketika akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu apakah dia mendapatkan reward,” ujar dia usai menghadiri diskusi “Politik Uang dan Runtuhnya Negara Demokrasi” di Bandarlampung, Jumat (8/11/2024).

Menurut Muhtadi, pendidikan politik memiliki peran yang sangat penting untuk mendewasakan masyarakat dalam berpolitik.

“Persoalannya, pendidikan politik kita belum mencapai tahap kedewasaan berpolitik,” kata dia.

Ia memandang kedewasaan berpolitik memiliki hubungan yang sangat erat dengan moralitas di tengah masyarakat.

Semakin dewasa secara politik, harapannya, semakin tinggi pula tingkat moralitas masyarakat.

“Tetapi moralitas itu tidak bisa menghukum sebagaimana hukum normatif,” tegas Muhtadi.

Meskipun demikian, lanjut dia, setiap orang memiliki kewajiban moral untuk menolak partai politik atau calon yang melanggengkan praktik politik uang dalam pemilihan.

“Penghukuman kita hanya sebatas tidak lagi memilih partai politik dan calon yang bersangkutan pada pemilu yang akan datang,” jelas Muhtadi.

Politik Uang Cerminan Masyarakat Belum Dewasa Berpolitik
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Lampung Gistiawan. Foto: Josua Napitupulu

Bawaslu Provinsi Lampung berikhtiar meminimalisir politik uang dengan melakukan pencegahan.

Anggota Bawaslu Provinsi Lampung Gistiawan mengatakan pihaknya berikhtiar meminimalisir praktik politik uang dengan pencegahan melalui sosialisasi dan edukasi bahaya politik uang, serta pengawasan partisipatif masyarakat.

Namun, menurut dia, langkah paling efektif untuk meminimalisir politik uang dimulai dari dalam diri sendiri.

“Jadi kalau masyarakat berkomitmen memulai dari diri ditambah ikhtiar Bawaslu, saya kira, image Provinsi Lampung rawan politik uang akan hilang,” ujar Gistiawan.

Baca Juga: Isu Politik Uang dan Netralitas ASN Menguat di Pilkada Lampung

Ia meyakini politik uang tidak lagi signifikan mempengaruhi pelaksanaan pilkada dengan kerja sama dari berbagai elemen masyarakat.

Apalagi, kata Gistiawan, Bawaslu Lampung secara kelembagaan sudah melakukan penguatan kapasitas SDM, mendirikan posko-posko pengaduan masyarakat, serta pengawasan partisipatif bersama mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan kelompok masyarakat sipil.

“Tetapi, harapan kami, media menjadi garda terdepan dalam proses penyampaian informasi kepada publik bahwa pilkada atau proses demokrasi yang berkeadilan adalah kepentingan bersama,” pungkas dia.

Politik Uang Cerminan Masyarakat Belum Dewasa Berpolitik
LBH-YLBHI Bandarlampung menggelar diskusi “Politik Uang dan Runtuhnya Negara Demokrasi” dengan narasumber (kiri-kanan): Ketua AJI Bandarlampung Dian Wahyu Kusuma; Dosen Hukum Tata Negara Universitas Malahayati Tubagus Muhammad Nasarudin; Dosen Hukum Tata Negara Universitas Lampung Dr Muhtadi; Anggota Bawaslu Provinsi Lampung Gistiawan; Direktur LBH Bandarlampung Sumaindra Jarwadi, di Aset Coffee & Space Bandarlampung, Jumat (8/11/2024). Foto: Josua Napitupulu

LBH Bandarlampung mendorong penegakan hukum terhadap para pelaku politik uang.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Sumaindra Jarwadi menegaskan maraknya politik uang dalam pemilihan melemahkan proses demokrasi.

“Sebenarnya, Indonesia memiliki instrumen hukum untuk mencegah politik uang, yakni UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” kata Indra.

Namun, jika ditelisik lebih jauh, UU Partai Politik dan UU Pemilu justru memberi celah untuk melakukan politik uang, dan tidak memberikan kepastian hukum untuk menindak tegas para pelakunya.

“Sehingga politik transaksional menjadi realitas yang amat sukar dihindari dan membudaya dalam sistem politik Indonesia,” ujar dia.

Indra juga melihat partai politik tak lagi menjalankan fungsi utamanya untuk memberikan pendidikan politik pada rakyat, namun justru melatih rakyat menjadi culas melalui serangan fajar dan semacamnya.

“Modal politik yang amat besar juga membuat para calon bergeliat menjilat oligarki untuk mendapatkan modal politik yang akan memuluskan pencalonannya,” kata Indra.

Padahal, lanjut dia, pemilu sebagai bentuk politik elektoral merupakan gerbang awal menuju demokrasi substansial yang akan menentukan nasib bangsa ke depan.

Untuk itu, YLBHI-LBH Bandarlampung bersama kelompok masyarakat sipil, dan mahasiswa, yang hadir dalam diskusi “Politik Uang dan Runtuhnya Negara Demokrasi” menyatakan komitmen bersama untuk:

1. Menolak segala bentuk praktik politik uang;

2. Mendorong Bawaslu dan KPU Provinsi Lampung untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah sesuai mandat undang-undang dan menindak tegas para pelaku politik uang;

3. Meminta partai politik dan calon kepala daerah untuk menghentikan praktik politik uang dan menjalankan fungsi pendidikan politik dengan semestinya; dan

4. Menuntut aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas indikasi politik uang dan menindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *