PPP Tak Lolos Parlemen, Benarkah Partai Berbasis Islam Terpuruk?

oleh
PPP Tak Lolos Parlemen, Benarkah Partai Berbasis Islam Terpuruk?
Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

DASWATI.ID – Partai Persatuan Pembangunan atau PPP tak lolos parlemen pada Pemilu 2024.

PPP gagal melaju ke Senayan karena tidak memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4%.

Di Provinsi Lampung pun PPP tak lolos meski syarat ambang batas parlemen tidak berlaku untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Baca Juga: Perolehan Suara Partai Parlemen Lampung di Pemilu 2019 dan 2024

Padahal, jika dibandingkan dengan partai Islam yang lolos parlemen (PKB, PAN, PKS) PPP adalah partai Islam yang memiliki kiprah perjuangan politik paling panjang di Indonesia.

Sejak dibentuk pada 5 Januari 1973, PPP berhasil melewati masa-masa tekanan era Orde Baru.

Namun, pada Pemilu 2024 perolehan suara partai berlambang Ka’bah ini, khususnya di Provinsi Lampung, tergerus 65,25% dibandingkan Pemilu 2019 lalu.

Perolehan suara partai dan calon pada Pemilu 2019, PPP Lampung memperoleh suara sebanyak 113.569, sedangkan di Pemilu 2024 hanya 74.114 suara.

Alhasil, PPP tak lolos parlemen Lampung di Pemilu 2024.

Berbeda halnya dengan partai Islam seperti PAN, PKS, PKB. Dua partai politik, PKB dan PAN berhasil menambah perolehan suara di Pemilu 2024. Sementara, PKS meski lolos parlemen Lampung, perolehan suaranya menurun.

“Pemilu 2024 menjadi pemilu terakhir buat PPP, saya pikir ini banyak faktor, baik internal maupun eksternal,” ujar pengamat politik dari Universitas Lampung Darmawan Purba di Bandarlampung, Selasa (2/4/2024).

Faktor internal secara kelembagaan, jelas dia, PPP kerap didera konflik internal. Kemudian, secara prinsipil, PPP mengalami tekanan moral.

“Tiga ketua umumnya bersoal dengan hukum terkait kasus korupsi; Emron Pangkapi (2009), Suryadharma Ali (2014), Romahurmuziy (2019). Sehingga kepercayaan kader dan publik kian hari semakin menurun,” kata Darmawan Purba.

Selanjutnya faktor eksternal, ia menuding pragmatisme politik menjadi biang kerok tergerusnya suara PPP.

“Pragmatisme politik semakin ekstrim di masyarakat. Masyarakat memilih tidak lagi melihat aspek ideologi, historis. Dalam situasi itu, PPP juga dihadapkan dengan keterbatasan modal, sehingga sulit bagi partai ini untuk bisa bersaing,” ujar dia.

Partai Ideologi Islam atau Basis Islam?

Perolehan suara partai dan calon dalam Pemilu 2024 di Provinsi Lampung didominasi oleh partai-partai nasionalis yakni Partai Gerindra, PDIP, Golkar, NasDem.

Tiga partai Islam; PAN, PKB, PKS hanya menduduki papan tengah. Sedangkan satu partai nasionalis, Demokrat, menjadi juru kunci.

PPP Tak Lolos Parlemen, Benarkah Partai Berbasis Islam Terpuruk?
Perolehan suara sembilan partai parlemen DPRD Provinsi Lampung di Pemilu 14 Februari 2024 lalu. Sumber: Olah data Rekapitulasi KPU Provinsi Lampung

Baca Juga: Menebak Arah Koalisi Parpol di Pilkada Lampung

Darmawan Purba mengatakan partai politik Islam tidak mampu mengubah ideologinya menjadi platform politik di tengah perdebatan atas pemahaman partai Islam.

Apakah partai politik Islam adalah partai dengan ideologi Islam yang dimaknai secara tekstual berasaskan Islam di dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, atau partai berbasis Islam?

“Ada yang memandang partai Islam itu memperjuangkan aspirasi umat Islam melalui partai politik. Tapi, ada yang memahami bahwa karakter, tokoh, dan pengurus bernuansa Islam juga mencerminkan partai Islam. Makanya makna partai Islam meluas,” ujar dia.

Partai politik Islam seyogianya menjadikan agama sebagai ideologi partai politik untuk mendapatkan popularitas dan dukungan politik.

Namun, terkait konteks tersebut, Darmawan menyampaikan Indonesia memiliki konsep perpaduan Keumatan dan Kebangsaan.

“Dua ini beriringan. Artinya, kekuatan Islam dalam konteks Keumatan, dan kekuatan semua golongan dalam konteks Kebangsaan,” kata dia.

Darmawan menuturkan sejarah mencatat peran penting tokoh-tokoh ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dan secara kuantitas, umat Islam juga kelompok mayoritas di Indonesia.

“Tetapi, tidak ada dominasi kelompok mayoritas. Misalnya, dalam konteks Sumpah Pemuda, kemudian asas Pancasila sebagai ideologi bangsa yang memandang keberagaman,” ujar dia.

Darmawan Purba mengakui penafsiran yang bias dapat menimbulkan ego sektarian dan kerap menjadi basis masyarakat dalam melakukan pengelompokan agenda.

“Padahal founding fathers kita menggunakan istilah golongan untuk menghindari konteks minoritas dan mayoritas. Penyebutan Golongan Islam, Golongan Protestan, Golongan Katolik, Golongan Hindu, Golongan Buddha, tidak mengandung substansi mayoritas minoritas,” jelas dia.

Secara prinsip, tambah Darmawan, partai politik adalah sarana kekuasaan untuk melakukan artikulasi dan agregasi untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi setiap warga negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *