Rantai Anak di Mesuji: Dilema Hukum dan Jerat Kemiskinan

oleh
Rantai Anak di Mesuji: Dilema Hukum dan Jerat Kemiskinan
Wagub Lampung Jihan Nurlela (kanan) didampingi Bupati Mesuji Elfianah Khamamik (kiri) saat mengunjungi keluarga korban, Senin (20/10/2025). Foto: Istimewa

DASWATI.ID – Kasus dugaan kekerasan terhadap anak yang melibatkan perantaian seorang anak perempuan berinisial SP (6 tahun) di Pemukiman Karya Tani Register 45 Mesuji, Lampung, kini menjadi sorotan tajam, membuka lapisan masalah sosial dan ekonomi yang sangat kompleks.

Ayah tiri korban, Teguh Suwito, telah ditetapkan sebagai Terlapor oleh kepolisian.

Meskipun proses hukum terus berjalan di bawah penanganan Polres Mesuji dengan menerapkan Undang-Undang Perlindungan Anak, Pemerintah Provinsi Lampung dan Kabupaten Mesuji mendesak adanya tinjauan yang lebih komprehensif terhadap latar belakang keluarga tersebut.

Baca Juga: Ironi di Register 45 Mesuji: Kisah SP Anak 6 Tahun yang Dirantai Orangtua karena dianggap ‘Pecicilan’

Niat Jahat atau Keterpaksaan

Teguh Suwito mengakui telah melakukan perantaian sebanyak dua kali terhadap SP.

Peristiwa pertama terjadi pada 16 Oktober 2025, di mana Teguh sendiri yang merantai kaki SP karena ia kesal melihat tingkah laku Sonia yang dianggap “pecicilan” (aktif).

Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, menjelaskan bahwa perantaian terakhir terjadi pada 18 Oktober 2025 karena pasangan tersebut harus berangkat pukul tiga pagi ke rumah sakit untuk kontrol rutin anak kedua mereka T (2), yang menderita penyakit jantung bawaan dan labiopalatoschizis (bibir sumbing). Kontrol ini harus dilakukan sebulan sekali.

“Korban (SP) yang masih kecil tidak memungkinkan untuk dibawa serta ke rumah sakit menggunakan sepeda motor, sementara sang ayah harus bekerja sebagai pekerja harian lepas,” kata Jihan didampingi Bupati Mesuji Elfianah Khamamik saat mengunjungi keluarga korban, Senin (20/10/2025). 

Orangtua korban, Teguh dan Emi Susanti, akhirnya memutuskan untuk mengikat SP agar tidak bermain sembarangan saat mereka pergi berobat, sebuah tindakan yang diakui sebagai kesalahan dan kini diproses secara hukum.

“Itu yang mereka putuskan, dan itu adalah kesalahan yang akhirnya polres menindaklanjuti untuk diproses secara hukum,” tutur Jihan.

Wagub Jihan Nurlela menekankan bahwa pemerintah provinsi telah memberikan masukan kepada penegak hukum agar mengkaji secara mendalam apakah tindakan orangtua tersebut didasari oleh mens rea (niat jahat).

Latar belakang sosial ekonomi orangtua korban dinilai sangat kompleks, ditandai dengan kondisi ekonomi yang sulit dan tingkat pendidikan yang rendah.

“Apakah latar belakang yang dilakukan orangtuanya itu benar-benar ada mens rea-nya? Jadi betul-betul dikaji dengan baik sehingga hukum bisa ditegakkan dengan adil,” harap Jihan. 

Intervensi Kemanusiaan dan Kesehatan

Menanggapi kasus ini, Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Mesuji fokus pada aspek kemanusiaan dan intervensi medis.

Kedua anak tersebut kini berada dalam pendampingan psikologis melalui Dinas PPPA Provinsi dan Kabupaten Mesuji.

Kondisi kesehatan kedua anak juga memprihatinkan. Anak kedua, T, selain menderita penyakit jantung bawaan dan bibir sumbing, juga mengalami stunting (kurang gizi). Anak pertama, SP, juga didapati memiliki berat badan kurang dan mengalami stunting.

“Anak yang pertama secara kasat mata aktif tapi belum tahu, kami minta pihak rumah sakit melakukan asesmen lebih lanjut apakah ada sakit dan lain sebagainya,” ungkap Jihan.

Pemerintah Provinsi Lampung, bekerja sama dengan Bupati Mesuji Elfianah Khamamik dan Dirut RSUD Ragab Begawe Caram Mesuji, berencana melakukan intervensi gizi segera.

Wagub Jihan memastikan kedua anak akan dijemput oleh dokter untuk ditindaklanjuti kontrol kesehatannya dalam waktu dekat.

“Insyaallah, dalam waktu yang cepat, besok akan dijemput sama dokternya untuk ditindaklanjuti, untuk kontrol kesehatan,” ujar dia. 

Penanganan yang Komprehensif

Bupati Mesuji Elfianah Khamamik menegaskan bahwa pemerintah kabupaten lebih mengedepankan aspek kemanusiaan dalam penanganan kasus ini, terutama mengingat kondisi sakit yang diderita anak kedua.

“Kami lebih mengedepankan kemanusiaan, anak-anaknya kami berikan pendampingan, apalagi masih dalam keadaan sakit anaknya yang kedua, anak yang pertama juga sepertinya kurang berat badannya,” kata dia.

Sementara masalah hukum diserahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian.

“Secara sosial, seperti disampaikan oleh Bu Wagub, kehidupan keluarganya sangat kompleks sekali. Ini butuh penanganan kami untuk kelanjutannya. Kalau soal hukum, kami serahkan kepada pihak yang berwajib,” pungkas Elfianah.

Wagub Jihan Nurlela pun menegaskan bahwa kasus ini membutuhkan penanganan yang komprehensif, tidak dapat dilihat hanya dari satu sudut pandang.

Penanganan harus mencakup penyakit anak-anak, latar belakang ekonomi keluarga, hingga masalah tempat tinggal, karena diketahui keluarga tersebut saat ini hanya tinggal di rumah sementara (orangtua angkatnya).

“Masalahnya sangat kompleks. Semuanya harus terselesaikan. Tidak bisa diselesaikan hanya satu masalah saja,” tutup Jihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *