Saut Situmorang Sebut Perempuan Sasaran Politik Uang

oleh
Saut Situmorang Sebut Perempuan Sasaran Politik Uang
Wakil Ketua KPK RI 2015-2019 Saut Situmorang menjadi salah satu narasumber dalam acara Diskusi Publik "Menatap Indonesia Maju: Tantangan Masa Depan Global dan Middle Income Trap" di GSG Pahoman, Bandarlampung, Kamis (14/9/2023). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Wakil Ketua KPK RI 2015-2019 Saut Situmorang sebut perempuan sasaran politik uang di pemilihan umum (pemilu).

“Yang namanya politik, hati-hati ya, risetnya KPK, 82 persen orang yang menerima uang sogokan pemilu itu emak-emak, perempuan,” kata Saut di Bandarlampung, Kamis (14/9/2023).

Hal itu disampaikan Saut Situmorang dalam Diskusi Publik “Menatap Indonesia Maju: Tantangan Masa Depan Global dan Middle Income Trap” di GSG Pahoman.

Acara yang digelar Kabinet BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung ini turut menghadirkan pengamat politik Rocky Gerung, pakar hukum Refly Harun, akademisi Universitas Tulangbawang Rudi Antoni, dan politisi Habil Marati.

Baca Juga: Klasika Lampung Kecam Unila dan Itera Tolak Rocky Gerung

Saut Situmorang sebut perempuan sasaran politik uang. Dia mewanti-wanti agar masyarakat menolak dan melaporkan praktik politik uang.

“Kemungkinan kita tidak tahu, uang diterima tapi enggak menusuk (mencoblos) boleh juga kan. Tapi kali ini tidak boleh. Tolak uangnya, laporkan yang memberi uang,” tegas dia.

Menurut dia, politik uang berkorelasi dengan praktik korupsi yang menjadi salah satu tantangan untuk Indonesia maju.

“Ketika saya meninggalkan KPK, nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 40, tapi diganti dengan pimpinan KPK baru, anjlok menjadi 34,” ujar Saut.

Berdasarkan data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) untuk tahun 2022, Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.

Skor tersebut turun 4 poin dari tahun sebelumnya dan merupakan skor terendah Indonesia sejak tahun 2015.

Saut Situmorang mengajak masyarakat pilih pemimpin yang berintegritas.

Saut menuturkan anjloknya IPK Indonesia tidak lepas dari integritas pimpinan KPK yang terpilih dari hasil revisi UU KPK.

Diketahui, Saut mengundurkan diri pada 12 September 2019 karena kasus Revisi UU KPK tersebut.

“Baca berita hari ini lebih aneh lagi di lantai 15 ruang pimpinan KPK ternyata ada tahanan yang katanya naik ke lantai itu. Saya tidak tahu kebenarannya seperti apa,” kata dia.

Saut menilai peristiwa tersebut masuk dalam delik pidana.

“Itu sebetulnya pidana. Pegawai saja tidak boleh naik sembarangan. Pegawai kalau naik ke lantai 15 paling enggak dua orang supaya tidak ada conflict of interest. Ada yang menyaksikan,” ujar dia.

Pria kelahiran 20 Februari 1959 ini mengingatkan peserta diskusi yang mayoritas mahasiswa untuk tidak salah memilih pemimpin di Pemilu 2024.

“Pertanyaannya, di negara yang ruwet seperti ini kamu akan pilih presiden seperti apa? Use your imagination. Saya tidak mendoktrin kamu lho ya,” kata dia.

“Karena ketika kamu masuk ke bilik suara, coblos, hanya kamu dan Tuhan yang tahu,” lanjut Saut.

Saut mengungkap kriteria pemimpin Indonesia ke depan harus berintegritas, memiliki rekam jejak yang baik, dan memiliki semangat memberantas korupsi.

“Anda tidak akan bisa mengharapkan pemberantasan korupsi dengan baik dan benar ketika di dalamnya tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan. Lihat track recordnya, dan passionnya itu tidak dibuat-buat,” jelas dia.

“Oleh karena itu, saya tegaskan kamu harus pilih Anies. Saya ralat, bukan harus. Dari tiga yang sekarang ini saya pribadi percaya Anies,” pungkas Saut.

Sebagai informasi, saat ini terdapat tiga sosok kuat yang digadang-gadang maju di Pilpres 2024 yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.

Riset KPK di Pemilu 2019 sebut politik uang sasar perempuan.

KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 lebih dari 192 juta pemilih, dan masyarakat yang menggunakan hak suara di tempat pemungutan suara (TPS) sebanyak 158 juta lebih.

Jumlah perempuan sekitar 51 persen dari pemilih yang terdaftar.

Hasil riset KPK pada Pemilu 2019 lalu menyebutkan 72 persen dari 158 juta lebih pemilih tersebut menerima politik uang.

Dimana dari 72 persen pemilih itu ternyata 82 persen penerima politik uang adalah perempuan.

Riset KPK juga mengungkap bahwa 60 persen dari kelompok pemilih perempuan yang menerima uang berusia 36 sampai 50 tahun.

Dua dari empat alasan utama mereka adalah kebutuhan ekonomi dan tekanan dari pemberi.

Alasan ketiga adalah tindakan permisif karena risikonya dianggap kecil, sedangkan alasan keempat adalah ketidaktahuan.

Baca Juga: Anggaran Pilpres 2024 Satu Putaran

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *