DASWATI.ID – Anggota Bawaslu Kota Bandarlampung 2018-2023 Yahnu Wiguno Sanyoto mengapresiasi sayembara yang digagas Koalisi Anak Muda Peduli Demokrasi Bandarlampung.
Sayembara tersebut berhadiah Rp10 juta bagi masyarakat yang berhasil mengungkap dan melaporkan pelaku politik uang di Pilkada 2024.
Baca Juga: Berburu Pelaku Politik Uang di Pilkada 2024
Yahnu mengapresiasi sayembara berburu pelaku politik uang ini dalam upaya meningkatkan pengawasan partisipatif.
“Karena faktanya, dalam melaporkan dugaan pelanggaran, pelapor memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk membuktikan kebenaran laporan,” kata dia saat dihubungi dari Bandarlampung, Rabu (2/10/2024).
Mulai dari mengumpulkan alat bukti, memenuhi undangan klarifikasi, mendatangkan saksi untuk diklarifikasi, bahkan sampai mendatangkan saksi ke pengadilan, dan lain sebagainya.
Namun, Yahnu menekankan pentingnya masyarakat memahami definisi politik uang sebelum mengikuti sayembara.
Politik Uang dalam Pemilihan
Politik uang, ujar Yahnu, secara yuridis diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Pasal 187A UU Pilkada mengatur sanksi tindak pidana pemilihan politik uang.
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
“Artinya, yang diberikan oleh calon/pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain tidak hanya berbentuk uang, tetapi dapat berbentuk materi lainnya,” kata Yahnu.
Ia menjelaskan materi lainnya dapat dimaknai sebagai materi yang tidak diperbolehkan diberikan kepada masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
“Dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang kampanye pemilihan disebutkan bahan kampanye yang dapat disebarkan,” ujar Yahnu.
Bahan kampanye yang boleh dibagikan kepada masyarakat di antaranya pakaian, penutup kepala, alat makan/minum, kalender, kartu nama, pin, alat tulis, payung, sticker (ukuran maksimal 10×5 cm) dengan catatan: (a) jika dikonversi dalam bentuk uang paling banyak Rp100.000,00; (b) sesuai dengan Standar Biaya Masukan (SBM); dan (c) harganya wajar.
“Di luar ketentuan tersebut, materi apapun itu, tentu saja tidak boleh dibagikan. Jika dibagikan dapat diduga melakukan praktik politik uang dan dapat dilaporkan kepada pengawas pemilihan setempat,” kata Yahnu.
Selain menyebarkan bahan kampanye sesuai ketentuan, calon juga dapat memberikan biaya makan minum, dan biaya transportasi peserta kampanye. “Namun tidak dalam bentuk uang tunai,” lanjut dia.
Tantangan Pembuktian Politik Uang
Yahnu menyampaikan praktik politik uang merupakan salah satu tindak pidana pemilihan yang tidak hanya ditangani Bawaslu, tetapi juga oleh Polri dan Kejaksaan, bahkan sampai pada Pengadilan Negeri setempat.
Bawaslu bersama Polri dan Kejaksaan tergabung dalam Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu/pemilihan.
Ia pun mengingatkan pelaku sayembara bahwa pembuktian politik uang tidak hanya ranah Bawaslu, tapi juga aparat penegak hukum.
“Jika Bawaslu dalam tahap klarifikasi dan kajian menyatakan terbukti, namun tidak demikian menurut salah satu atau kedua unsur Gakkumdu lainnya, apakah itu sudah dapat dianggap terbukti?” Ujar Yahnu.
“Atau bagaimana jika semua unsur Gakkumdu menyatakan terbukti, namun di Pengadilan Negeri terlapor dinyatakan tidak terbukti atau tidak bersalah?” Lanjut dia.
Menyikapi sayembara berburu pelaku politik uang, Yahnu berharap jajaran ad hoc Bawaslu Kota Bandarlampung, Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Kelurahan/Desa (PKD), mempersiapkan diri menerima laporan masyarakat.
“Pengawas Pemilihan harus merespon cepat laporan dugaan pelanggaran, paling lama 1×24 jam, terhitung sejak tanggal laporan diterima,” kata Yahnu.
Teknis Penanganan Pelanggaran Pemilihan (Pilkada) 2024 dilakukan berdasarkan Peraturan Bawaslu atau Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020.
Pelapor dapat melaporkan dugaan pelanggaran pilkada langsung ke sekretariat pengawas pemilu sesuai tempat kejadian dugaan pelanggaran. Laporan disampaikan paling lambat 7 (Tujuh) hari sejak ditemukannya dugaan pelanggaran.
Pelapor adalah pemilih yang memiliki hak pilih di daerah pemilihan setempat, pemantau pilkada yang telah terdaftar di KPU setempat dan pasangan calon.
“Di samping terbatasnya waktu penanganan pelanggaran yang hanya tiga hari kerja dan dapat ditambah dua hari jika memerlukan keterangan tambahan,” ujar Yahnu.
Oleh karena itu, dia meminta agar anggota Panwaslu Kecamatan siaga di Sekretariat Panwaslu Kecamatan.
“Jangan sampai ada masyarakat yang mau melapor tetapi kemudian sekretariat ad hoc-nya tutup atau bahkan tidak ada satupun staf atau anggota Panwaslu Kecamatan yang standby di Sekretariat,” pungkas dia.