Senjakala Petani dan Kedaulatan Pangan Lampung

oleh
Serikat Petani Lampung Bakal Geruduk Kementerian ATR/BPN Tagih Hak Tanah Garapan
Aksi unjuk rasa Serikat Petani Lampung di Tugu Adipura Kota Bandarlampung, Rabu (29/5/2024). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Senjakala petani dan kedaulatan pangan Lampung. Profesi petani semakin menurun di kalangan generasi muda dan mengancam ketahanan pangan.

Generasi muda Lampung semakin sedikit yang tertarik menjadi petani karena menganggap menjadi petani kurang menjanjikan, berat, dan tidak sekeren profesi lainnya.

“Anak-anak muda memandang sektor pertanian kurang menjanjikan dari segi ekonomi. Hal ini menimbulkan masalah regenerasi, dimana jumlah petani muda semakin berkurang,” ujar Anggota DPR RI 2024-2029 Hanan A Rozak.

Anggota Komisi IV DPR RI ini menyampaikan hal tersebut dalam acara silaturahmi dengan petani dan nelayan se-Provinsi Lampung di Graha Wangsa, Kota Bandarlampung, Selasa (15/10/2024). Turut hadir Calon Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal.

“Mayoritas petani berusia di atas 48 tahun, sementara generasi muda enggan terjun ke sektor pertanian karena penghasilannya rendah,” kata Hanan.

Menurut perhitungannya, petani yang mengelola lahan satu hektare hanya mendapatkan penghasilan sekitar Rp2,5 hingga Rp3 juta per bulan.

“Profesi petani jauh dari kata sejahtera untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,” lanjut Hanan.

Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung kesejahteraan petani menjadi salah satu faktor penyebab persoalan keberlanjutan pertanian di Lampung.

Berbagai persoalan di sektor pertanian itu di antaranya masalah pupuk, infrastruktur pertanian, irigasi, minimnya penggunaan teknologi, keterbatasan akses modal dan pembiayaan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan kurangnya SDM penyuluh pertanian.

Hanan menegaskan persoalan-persoalan tersebut memerlukan komitmen yang nyata dari Pemerintah Provinsi Lampung untuk diimplementasikan di lapangan.

“Kita tidak butuh janji atau kartu-kartu, yang kita butuhkan adalah konsep yang bisa diimplementasikan dari petani hingga birokrasi,” pungkas dia.

Senjakala Petani dan Kedaulatan Pangan Lampung
Anggota DPR RI 2024-2029 Hanan A Rozak dalam acara silaturahmi dengan petani dan nelayan se-Provinsi Lampung di Graha Wangsa, Kota Bandarlampung, Selasa (15/10/2024). Foto: Josua Napitupulu

Senjakala petani juga mengancam kearifan lokal.

Menurut Rahmat Mirzani Djausal (Mirza) banyak pengetahuan dan kearifan lokal tentang pertanian yang bisa hilang seiring dengan berkurangnya jumlah petani.

“Ratusan bahkan ribuan tahun lalu, leluhur kita hidup dari pertanian dengan mandiri. Petani jika ingin survive harus mandiri,” kata dia.

Anggota DPRD Provinsi Lampung 2019-2024 ini mengamini pernyataan Hanan A Rozak terkait kesejahteraan petani Lampung.

“Pendapatan masyarakat petani Lampung, dalam 10 tahun terakhir, tidak pernah naik. Anak-anak petani migrasi ke perkotaan karena menjadi petani tidak menjanjikan kesejahteraan,” ujar Mirza.

Ia menyampaikan sembilan juta jiwa lebih penduduk Lampung, empat juta jiwa di antaranya berprofesi sebagai petani, sehingga ketergantungan Provinsi Lampung terhadap pertanian sangat luar biasa.

“Saya kebetulan di DPRD Provinsi Lampung. Untuk mengurus 4 juta jiwa petani Lampung, itu alokasi anggarannya cuma Rp60 miliar,” kata Mirza.

Senjakala petani dan kedaulatan pangan Lampung berhubungan erat dengan kemandirian petani di tengah keterbatasan ruang fiskal.

Oleh karena itu, senjakala petani perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak karena berdampak buruk pada ketahanan pangan.

“Memajukan pertanian harus ada keselarasan dan kerja sama antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, desa,” ujar Mirza.

Sebagai salah satu lumbung pangan nasional, lanjut dia, Lampung perlu memiliki petani yang mandiri dan kuat.

Kemandirian petani dalam mengelola pertanian dinilai sangat penting untuk menjaga keberlangsungan pertanian.

“Kemandirian petani harus didorong oleh pemerintah dengan fasilitasi,” kata dia.

Mirza mengatakan pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang melindungi petani dan mendorong pengembangan pertanian.

“Ke depan, pemerintah harus ikut mengendalikan pasar, dan harus tegas mengatur tata niaga,” ujar dia.

Ia menuturkan sebagian besar petani Lampung tidak menyadari bahwa ketika musim panen tiba, pasar-pasar di kabupaten/kota dibanjiri komoditas pertanian dari luar daerah Lampung.

“Posisi Lampung dekat dengan Jakarta, dan orang-orang di Jawa melihat Lampung sedang panen cabai. Pedagang-pedagang membanjiri cabai dari Jawa masuk ke pasar-pasar di kabupaten Provinsi Lampung, sehingga cabai petani Lampung tidak bisa dijual ke pasar karena sudah penuh,” ungkap Mirza.

Ulah spekulan ini mengakibatkan petani cabai Lampung menjual hasil panennya dengan harga murah. Kemudian cabai petani Lampung dibawa ke Jakarta untuk dijual dengan harga tinggi.

“Praktik ini sudah dilakukan puluhan tahun oleh oknum-oknum. Akhirnya petani semakin miskin. Mereka tidak memahami permasalahan ini, dan pemerintah harus intervensi, harus paham bahwa ada permainan tata niaga, arus perdagangan diatur sekelompok orang yang merugikan petani,” jelas dia.

Perlindungan dan pengembangan pertanian di Lampung ini juga termasuk mencegah alih fungsi lahan pertanian.

Senjakala Petani dan Kedaulatan Pangan Lampung
Calon Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dalam acara silaturahmi dengan petani dan nelayan se-Provinsi Lampung di Graha Wangsa, Kota Bandarlampung, Selasa (15/10/2024). Foto: Josua Napitupulu

Kemandirian petani Lampung.

Mirza menekankan pentingnya kemandirian petani sebagai kunci untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani Lampung.

Kemandirian petani, jelas dia, akan meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan petani, keberlanjutan, dan kedaulatan pangan.

Ia mendorong kemandirian petani dengan hilirisasi dan modernisasi pertanian.

“Kami akan memberikan nilai tambah dengan hilirisasi produk-produk pertanian. Itu bisa dilakukan dengan memodernisasi pertanian, sehingga memberikan lapangan pekerjaan juga buat anak-anak petani,” kata Mirza.

Sejauh ini, lanjut dia, nilai tambah produk pertanian di Lampung hanya terbatas di kabupaten/kota, belum menyentuh kecamatan dan desa, karena hasil pertanian diambil industri yang justru tidak memberikan nilai tambah bagi petani.

“Maka, ke depan, kami berkeinginan setiap desa menikmati nilai tambah produk pertanian. Tidak ada lagi komoditas pertanian yang keluar tanpa ada nilai tambah,” tegas Mirza.

Ia meyakini ketika petani memiliki kendali penuh atas proses produksi dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian Provinsi Lampung.

“Sangat ironis, pedagang beras terbesar di Lampung perusahaan dari Singapura. Pedagang terbesar kedua dari DKI Jakarta. Jadi, nilai tambah gabah dan beras sudah milik luar daerah Lampung. Bagaimana harga gabah terjaga?” Kata dia.

Senjakala Petani dan Kedaulatan Pangan Lampung
Sebanyak 800 petani dan nelayan se-Provinsi Lampung hadir dalam acara silaturahmi bersama Calon Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal di Graha Wangsa Kota Bandarlampung, Selasa (15/10/2024). Foto: Josua Napitupulu

Infrastruktur pertanian.

Kemandirian petani Lampung menjadi bagian dari Program 100 Hari Kerja pasangan calon Mirza-Jihan jika terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung 2025-2030.

“Saya punya program mendirikan pabrik pupuk organik cair di sentra-sentra pertanian. Saya sudah melakukan di empat demplot dan akan menjadi program 100 hari untuk dibagikan gratis kepada petani di seluruh Provinsi Lampung,” ujar dia.

Termasuk menyediakan pakan ternak dan pakan ikan bekerja sama dengan BUMDes dan koperasi yang dikelola swadaya bersama masyarakat desa.

“Bahan-bahannya semua ada di Lampung. Kami ingin petani Lampung mandiri tidak bergantung pada bahan impor,” kata Mirza.

Kemudian, ia juga menyiapkan dryer (mesin pengering) dan penyuluh pertanian yang memiliki kemampuan adaptasi teknologi untuk memodernisasi pertanian.

Namun, ujar Mirza, faktor penting untuk mendukung kemandirian petani adalah infrastruktur pertanian yang memadai.

Dengan adanya infrastruktur yang baik, petani dapat meningkatkan produktivitas, memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan meningkatkan kualitas hidupnya.

“Ada dua bendungan besar yang dibangun oleh Pak Jokowi dan diharapkan mengairi puluhan ribu hektare lahan pertanian,” ujar Mirza.

Presiden RI Joko Widodo membangun dan meresmikan Bendungan Way Sekampung Pringsewu (2021) dan Bendungan Margatiga Lampung Timur (2024).

“Tapi, ada pekerjaan rumah setelah bendungan itu diresmikan, kita harus membangun saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier. Pembangunannya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Lampung, dan Pemerintah Kabupaten/Kota,” kata Mirza.

Keterbatasan anggaran lagi-lagi menjadi persoalan untuk mewujudkan infrastruktur pertanian yang ideal.

“Untuk pengairan di Provinsi Lampung ada sekitar 70 Km saluran primer dan 90.000 Km saluran sekunder. Pemerintah Provinsi Lampung hanya menyediakan Rp200 miliar untuk mengurus 90.000 Km saluran sekunder. Tidak terurus,” jelas Mirza.

Baca Juga: Paslon Ardjuno dan Mirza-Jihan Optimis BUMD Solusi Tingkatkan PAD

Meskipun demikian, ia optimis Lampung dapat menjadi lumbung pangan dan mendukung ketahanan pangan nasional untuk menyukseskan program makan siang gratis Presiden RI Terpilih Prabowo Subianto.

“Apabila program ini berjalan 1,2 juta jiwa anak-anak di Lampung yang menerima manfaatnya. Mulai dari pelajar TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan pondok pesantren. Uangnya dari pemerintah pusat,” ujar Mirza.

Program makan siang gratis pun menjadi peluang besar bagi petani dan UMKM Lampung.

“Prabowo ingin susu, ayam, telur, ikan, disuplai oleh koperasi dan kelompok tani. Tidak beli dari perusahaan. Apabila semua kebutuhan program makan siang bergizi dan minum susu gratis disuplai oleh petani, maka petani akan mendapatkan keuntungan Rp600.000 per bulan,” kata Mirza.

“Syaratnya, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, desa, hingga koperasi harus bekerja sama untuk mempersiapkan petani dalam mendukung kesuksesan program ini,” pungkas dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *