Walhi Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan ke Kejaksaan Agung

oleh
Walhi Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan ke Kejaksaan Agung
Walhi Eksekutif Nasional bersama 17 cabang daerah melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan ke Kejaksaan Agung pada Jumat (7/3/2025). Foto: Arsip Walhi Nasional

DASWATI.ID – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi laporkan 47 korporasi perusak lingkungan ke Kejaksaan Agung.

Mereka diduga merusak lingkungan dan melakukan korupsi sumber daya alam (SDA).

Korporasi ini bergerak di sektor perkebunan sawit, pertambangan (batu bara, emas, timah, nikel), kehutanan, pembangkit listrik, penyedia air bersih, hingga pariwisata.

Walhi memperkirakan kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp437 triliun.

Laporan ini disampaikan oleh Walhi Eksekutif Nasional bersama 17 cabang daerah, termasuk Walhi Aceh, Sumatera Utara, Riau, hingga Papua.

Menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi korporasi tersebut diduga menggunakan berbagai modus korupsi, seperti mengubah status kawasan hutan lewat revisi tata ruang, memanfaatkan pasal Undang-Undang Cipta Kerja, hingga gratifikasi dengan membiarkan aktivitas ilegal.

“Kami juga melihat adanya state capture corruption, dimana produk hukum sengaja dibentuk untuk melindungi eksploitasi SDA,” ujar Zenzi dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025). 

Kerugian Besar dan Dampak Nyata Korporasi Perusak Lingkungan

Walhi laporkan 47 korporasi perusak lingkungan ke Kejaksaan Agung karena diduga merusak lingkungan dan melakukan korupsi SDA senilai Rp437 triliun.

Korupsi SDA ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan mata pencaharian rakyat.

Hilangnya sumber penghidupan, konflik, dan kerusakan lingkungan menjadi dampak yang dirasakan masyarakat.

“Banyak kasus sudah kami laporkan sebelumnya, tapi hanya sedikit yang diproses. Kejaksaan Agung punya peran kunci untuk menghentikan impunitas pelaku,” tambah Zenzi.

Direktur Walhi Kalimantan Selatan Raden Rafiq menyebutkan bahwa empat dari 47 korporasi yang dilaporkan beroperasi di sektor sawit dan tambang.

“Ini hanya sebagian kecil dari pelaku yang merusak lingkungan dan hak masyarakat adat,” kata dia.

Sementara itu, Faisal Ratuela dari Walhi Maluku Utara menyoroti dampak pertambangan nikel yang menghancurkan wilayah tangkap nelayan, mencemari lingkungan, dan menghilangkan keanekaragaman hayati seperti mangrove dan karang.

“Bukti yang kami ajukan cukup kuat, apalagi Maluku Utara pernah jadi provinsi terkorup di Indonesia,” tegasnya.

Kritik terhadap Satgas Penertiban Hutan

Selain melaporkan korporasi, Walhi juga mengkritik Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan yang dipimpin Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025.

Menurut Uli Arta Siagian selaku Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, satgas harus menyasar korporasi besar, bukan malah menggusur rakyat kecil yang jadi korban klaim kawasan hutan.

“Kami khawatir dominasi militer dalam satgas ini justru merugikan masyarakat. Walhi akan terus mengawasi,” kata Uli.

Walhi berharap Kejaksaan Agung serius menindaklanjuti laporan ini dan siap bekerja sama, baik di tingkat nasional maupun daerah, untuk mengusut kasus korupsi SDA.

“Sejak 2009, kami melihat eksploitasi 26 juta hektare hutan Indonesia terus berlangsung. Ini harus dihentikan,” tutup Zenzi.

Baca Juga: Kementerian ESDM dan Lingkungan Hidup Kerja Sama Wujudkan Energi Hijau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *