DASWATI.ID – Mobil operasional Bawaslu Tulangbawang digadai Rp15 juta oleh Sekretariat Bawaslu Tulangbawang.
Uang hasil pegadaian mobil operasional diduga digunakan untuk membiayai perjalanan dinas Anggota Bawaslu Tulangbawang ke Pulau Jawa.
Hal itu terungkap dalam Sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 115-PKE-DKPP/IX/2023 di Kantor KPU Provinsi Lampung, Bandarlampung, Selasa (10/10/2023).
Baca Juga: Anggota Bawaslu Tulangbawang Diperiksa DKPP
Sidang pemeriksaan dipimpin Anggota DKPP RI, J. Kristiadi, didampingi Tim Pemeriksa Daerah (TPS) Lampung dari unsur masyarakat Topan Indra Karsa, dan TPD Lampung dari unsur KPU Titik Sutriningsih.
Dalam sidang ini, dua anggota Bawaslu Kabupaten Tulangbawang A. Rachmat Lihusnu sebagai Teradu I, dan Desi Triyana sebagai Teradu II.
Keduanya diadukan ke DKPP oleh Ketua Sindikasi Demokrasi Indonesia Adhel Setiawan.
Pengadu mengadukan Teradu I dan II karena diduga melakukan permufakatan jahat dengan mengintervensi Koordinator Sekretariat Bawaslu Tulangbawang agar menggadaikan kendaraan dinasnya kepada H. Wandra sebesar Rp15.000.000.
Kemudian, Teradu I dan Teradu II juga diduga mengutip sejumlah uang kepada para peserta calon Panitia Pengawasan (Panwaslu) Kecamatan jika ingin lolos menjadi Anggota Panwaslu Kecamatan.
Terkait mobil operasional Bawaslu Tulangbawang digadai, TPD Lampung Topan Indra Karsa mempertanyakan kebijakan Koordinator Sekretariat Bawaslu Tulangbawang, Fardhoriyansah, yang menggadaikan mobil tersebut.
“Kenapa Anda gadaikan? Karena Anda menggadaikan bukan milik Anda, itu penggelapan. Atas dasar apa Anda menggadaikan itu? Siapa yang memerintahkan? Saya ingin tegaskan adakah perintah untuk melakukan penggadaian itu. Ada atau tidak?” Kata Topan.
Menanggapi hal itu, Fardhoriyansah yang akrab disapa Dori mengaku dirinya tidak memiliki bukti perintah secara langsung dari Teradu I dan Teradu II kepada dirinya untuk menggadaikan mobil operasional tersebut.
“Terkait perintah itu Yang Mulia memang secara langsung tidak ada bukti. Saya hanya ada bukti chat tadi yang menjadi perintah secara langsung,” ujar dia.
Dori kemudian membacakan pesan WhatsApp yang diterimanya pada bulan Agustus dari Teradu II kepada dirinya.
“Chat dari Bu Desi, ‘Ya gimana Pak Korsek aja, yang jelas Tulangbawang gak ada laporan ke provinsi dan RI untuk laporan. Ketika nggak berangkat, hanya Kabupaten Tuba saja yang tidak jalan. Saya tunggu kepastiannya Pak Dori. Kalau tidak jalan saya mau report ke pimpinan. Pak Dori konfirmasi saja ke kasek provinsi jika tidak berangkat agar ada penjelasan ke provinsi.’ Demikian Yang Mulia,” kata Dhori.
Pasca menerima chat itu, Dori menggadaikan mobil operasional Sekretariat Bawaslu Tulangbawang kepada H. Wandra sebesar Rp15 juta.
“Dan dalam perjalanannya Yang Mulia, terkait perjalanan dinas itu Yang Mulia, ternyata belakangan saya ketahui, perjalanan dinas tersebut bukan hanya melakukan perjalanan dinas dalam pemeriksaan berkas pencalonan, tetapi Teradu I dan Teradu II menghadiri acara pelantikan Bawaslu Provinsi Lampung tanggal 26,” jelas Dori.
Ia menyampaikan sebenarnya Sekretariat Bawaslu Tulangbawang tidak memiliki anggaran untuk membiayai perjalanan dinas yang mencapai Rp24 juta untuk perjalanan pergi pulang ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
“Saya dapat jelaskan Yang Mulia, sebenarnya untuk melakukan perjalanan dinas itu tidak ada anggaran. GU yang keluar itu sebenarnya peruntukannya bukan untuk perjalanan dinas itu,” kata Dori.
Sebagai informasi, GU dimaksud adalah Sistem dan Prosedur Pengajuan Ganti Uang Persediaan.
Dia menuturkan uang hasil pegadaian mobil operasional Rp15 juta yang diterimanya, selanjutnya ditransfer ke Bendahara sebesar Rp10 juta. Sementara, sisanya Rp5 juta digunakan untuk kebutuhan biaya tidak terduga.
“Sisanya Yang Mulia, karena kebutuhan kantor kan tidak terduga, dalam seminggu dua minggu ke depan, entah pimpinan yang akan hadir melakukan supervisi,” ujar Dori.
Teradu II Desi Triyana menegaskan dirinya tidak pernah menginstruksikan Koordinator Sekretariat Bawaslu Tulangbawang Fardhoriyansah menggadaikan mobil operasional.
“Saya tidak pernah Yang Mulia menginstruksikan Pak Dori yang terhormat untuk menggadaikan mobil. Saya tidak pernah,” kata dia.
Anggota Bawaslu Tulangbawang dua periode ini menjelaskan isi pesan WhatsApp yang disampaikan kepada Dori.
“Itu adalah chat saya dan Divisi Pencegahan akan berangkat ke Jakarta menyampaikan laporan akhir di bulan Agustus. Itu berangkat terakhir kali saya pada masa periode pertama. Itu Yang Mulia,” ujar Desi.
Desi juga mengaku dirinya tidak mengetahui jika Dori menggadaikan mobil operasional Sekretariat Bawaslu Tulangbawang.
“Pada saat berangkat tanggal 26 itu, saya tidak tahu kalau Pak Dori menggadaikan mobil. Saya tidak tahu sama sekali. Karena yang saya tahu, uang itu Rp12 juta GU baru cair,” kata dia.
“Nah setelah pulang, Pak Bana (Bendahara) curhat kepada saya karena Pak Dori ini menggadaikan mobil. Saya sampaikan ke Pak Bana, ‘Ini tidak boleh Pak Bana. Kita harus mengklarifikasi Pak Dori. Menanyakan kenapa?’ Pak Bana ngomong ‘Tak usah Bu Desi nanti kita selesaikan.’ Maksudnya diambil lagi mobil itu,” jelas Desi.
Berdasarkan penuturan Pak Bana, lanjut dia, mobil operasional tersebut telah diambil kembali oleh Pak Bana dan bukan oleh Dori.
A. Rachmat Lihusnu selaku Teradu I mengatakan dirinya mengetahui adanya pencairan GU dari Bawaslu Provinsi Lampung setelah berkomunikasi dengan Bendahara.
Namun, dia tidak mengetahui biaya perjalanan dinas tersebut bersumber dari hasil gadai mobil operasional.
“Laporan dari Bendahara bahwa saat itu ada pencairan GU. Jadi kami hanya minta tiket pesawat dan untuk sewa mobil. Itu aja. Dan kami tidak tahu menahu, artinya yang jelas terfasilitasi, kami berangkat. Uang itu dari provinsi. Sudah cukup,” kata Lihusnu.
Pengadu Adhel Setiawan melihat adanya permufakatan jahat dalam kasus penggadaian mobil operasional.
Dia menjelaskan permufakatan jahat itu adalah bentuk intervensi atau tekanan sebagai bentuk relasi kuasa antara komisioner dengan koordinator sekretariat (koorsek).
“Relasi kuasa yang terjadi adalah seperti diceritakan oleh koorsek tadi. Misalnya ketika komisioner gak mau tahu setiap kegiatan, koorsek maupun bendahara, harus ada duit,” ujar dia.
Termasuk, ujar dia, untuk melakukan verifikasi faktual ke luar kota atau daerah seperti yang sudah disampaikan pihak Teradu dan Terkait.
“Walaupun urgensinya kalau tidak datang bagaimana, kita kan tidak tahu. Tapi mau gak mau, pesan WA itu salah satu contoh bahwa relasi kuasa itu sangat berpengaruh sehingga kami bahasanya sebagai pemufakatan jahat,” kata Adhel.
Baca Juga: Koordinator Sekretariat Bawaslu Tulangbawang Diberhentikan