TKD Lampung Sebut Ada Upaya Mendistorsi Prabowo-Gibran

oleh
TKD Lampung Sebut Ada Upaya Mendistorsi Prabowo-Gibran
Aliansi Advokat Indonesia Provinsi Lampung menggelar acara “Ngobrol Pilpres 2024” di Sekretariat TKD Prabowo-Gibran Provinsi Lampung, Kota Bandarlampung, Kamis (1/2/2024) malam. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Tim Kampanye Daerah atau TKD Lampung sebut ada upaya mendistorsi Prabowo-Gibran sebagai Pasangan Capres Cawapres Pemilu 2024 dengan persoalan etika.

Mulai dari proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres hingga penampilan Prabowo Subianto dan Gibran dalam Debat Pilpres 2024 ketiga dan keempat beberapa hari lalu.

Baca Juga: Debat Capres Ketiga, Prabowo ke Anies: Anda tidak pantas bicara etika

Wakil Sekretaris TKD Prabowo-Gibran Provinsi Lampung, Muhammad Yunus, mengatakan persoalan etika ini menjadi pertanyaan mendasar yang terus dilontarkan kepada Prabowo-Gibran pasca Debat Pilpres 2024.

“Seolah-olah persoalan etik ini melebihi persoalan norma. Dan seolah-olah persoalan etik ini tidak punya relevansi dan tidak punya koherensi atau hubungan dengan persoalan norma,” kata dia dalam acara “Ngobrol Pilpres 2024” di Sekretariat TKD Prabowo-Gibran Provinsi Lampung, Kota Bandarlampung, Kamis (1/2/2024) malam.

Acara ini dihadiri Sekretaris Jenderal Aliansi Advokat Indonesia Dwiyanto Prihartono.

TKD Lampung sebut ada upaya mendistorsi Prabowo-Gibran walaupun proses yang dilalui sudah sangat sesuai dengan norma hukum, tetapi dianggap tidak etis.

“Padahal yang saya pahami dari awal saya belajar ilmu hukum, sebenarnya tidak ada distorsi antara apa itu etis, dan apa itu norma atau hukum,” ujar Yunus yang juga seorang advokat.

Menurut dia, Gibran sudah melalui proses pencalonan berdasarkan hukum yang berlaku untuk dapat mencalonkan diri sebagai Cawapres RI 2024.

“Sebenarnya kalau kita mengacu pada sistem hukum kita, itu seharusnya mengacu pada norma dasar, yang kita pahami itu adalah konstitusi. Dan Gibran menempuh itu,” jelas Yunus.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Ubah Ketentuan Syarat Usia Capres-Cawapres

Ia mengajak seluruh advokat yang tergabung dalam Aliansi Advokat Indonesia Provinsi Lampung mengambil bagian untuk merasionalisasi bahwa pencalonan Gibran sudah clear, baik secara norma maupun etika.

“Nggak ada itu persoalan etik. Orang kadang, menyamakan persoalan etik sama sopan santun. Padahal, dari terminologinya saja sudah sangat berbeda,” ujar Yunus.

Upaya mendistorsi Prabowo-Gibran lewat permainan kata ‘etika’.

Usai acara “Ngobrol Pilpres 2024” Sekjen Aliansi Advokat Indonesia Dwiyanto Prihartono mengatakan setiap orang memiliki perspektif yang berbeda terkait etika.

“Ada hal yang menurut sebagian orang itu bukan menjadi pelanggaran etika, tapi bisa juga itu dinyatakan sebagai pelanggaran etika,” kata dia.

Pun pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres masih menimbulkan pro dan kontra terkait etika.

“Masih banyak perdebatan itu sebagai pelanggaran etika atau bukan. Dan di dalam politik, kalau menurut saya, itu adalah satu jargon yang mudah untuk disampaikan dan bisa ditangkap oleh orang. Sehingga itu menjadi dijustifikasi bahwa itu benar pelanggaran etika. Nah, permainan kata adalah bagian penting,” jelas Dwiyanto.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa etika punya posisi di atas hukum, meskipun etika tidak tertuang di dalam hukum tersebut.

“Etika adalah bagian rumusan yang lebih sederhana, tapi levelnya jauh lebih tinggi. Sehingga, rumusan etika adalah rumusan yang tidak bisa sembarangan disebutkan oleh orang, tapi rujukannya harus ada secara baik, apa yang dinyatakan pelanggaran etika itu,” ujar Dwiyanto.

Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) 2020-2025 ini mencontohkan isu pemakzulan Presiden RI Joko Widodo baru-baru ini.

“Mau cari dari mana bahannya? Kan paling tidak kalau ada pelanggaran hukum. Kemudian dicari-cari akhirnya ke sana juga larinya, ke etika,” kata dia.

“Padahal, begitu Pak Otto Hasibuan bilang orang yang mengangkat isu pemakzulan itu adalah perbuatan pidana, berhenti sekarang. Tidak ada lagi,” lanjut Dwiyanto.

“Artinya itu menjadi contoh betapa mudah orang membuat satu istilah kepada publik pelanggaran etika padahal itu tidak ada, tapi diyakini oleh orang,” pungkas dia.

Baca Juga: Peradilan Jadi Panggung Mendelegitimasi Prabowo-Gibran

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *