DASWATI.ID – Sebanyak 33 dari total 41 bakal pasangan calon tunggal pada Pilkada 2024 berstatus petahana. Lantas, bagaimana peluang kotak kosong menang dalam pilkada?
“Kita review sedikit, fenomena kotak kosong sebenarnya sebuah situasi dimana terdapat calon kepala daerah yang sangat dominan dengan elektabilitas dan popularitasnya, ketokohan yang sangat luar biasa, atau petahana yang kinerjanya unggul, sangat berhasil dan dekat dengan masyarakat, sehingga tidak ada kompetitor dari partai-partai politik yang ada, berani untuk bersaing,” ujar akademisi Universitas Lampung Darmawan Purba saat dihubungi dari Bandarlampung, Rabu (11/9/2024) malam.
Darmawan menyebut petahana ini sebagai The Local Strongmen, dan terlahir dari realitas politik di daerah setempat.
“Pada fenomena seperti itu, sulit kotak kosong bersaing dengan Local Strongmen di daerah tersebut,” kata dia.
Namun, lanjut Darmawan, kotak kosong dimungkinkan menang jika petahana yang punya elektabilitas dan popularitas tinggi di masyarakat terganjal maju dalam pilkada karena faktor pengondisian partai politik.
Terlebih calon tunggal yang diusung gabungan partai politik tidak sejalan dengan harapan masyarakat.
“Pada wilayah seperti ini, elemen-elemen masyarakat dari arus bawah dan tokoh-tokoh masyarakat, melakukan gerakan yang sama berupa penolakan terhadap calon tunggal, dengan memobilisasi pilihan pada kotak kosong,” ujar dia.
Baca Juga: Tokoh Adat Lampung Timur Tolak Calon Tunggal
Menurut Darmawan, dalam situasi demikian, partai politik perlu melakukan evaluasi dalam proses pencalonan kepala daerah dengan tidak mengedepankan pragmatisme dalam proses pencalonan.
Apalagi putusan Mahkamah Konstitusi 60/PUU-XXII/2024 terkait ambang batas pencalonan memberikan peluang bagi partai politik untuk dapat mengusung kader internal, atau menjalin koalisi minimalis.
“Mudah-mudahan, ke depan, dengan semakin rendahnya ambang batas syarat pencalonan, partai politik punya kemauan untuk mencalonkan kadernya. Terutama tokoh-tokoh yang berasal dari daerah setempat, pernah berkiprah di masyarakat, dan sejalan dengan ekspektasi publik,” pungkas Darmawan.
Pernyataan serupa juga disampaikan akademisi Universitas Lampung Bendi Juantara.
Ia menyampaikan partai politik sebagai wakil rakyat di pemerintahan semestinya menjembatani masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
“Sehingga partai politik menjadi tumpuan bagi kepentingan rakyat secara umum. Oleh karena itu, semangat kepentingan rakyat ini mestinya linier dengan kebijakan partai,” ujar Bendi.
Terkait peluang kotak kosong menang melawan calon tunggal, Bendi memandang kotak kosong berpeluang menang ketika calon yang diusung partai tidak selaras dengan keinginan akar rumput.
“Pilihan terhadap kotak kosong bisa jadi sangat besar seandainya calon tunggal ini tidak merepresentasikan apa yang menjadi keinginan rakyat,” kata dia.
Bakal pasangan calon tunggal di Pilkada Serentak 2024.
Terdapat 33 dari total 41 calon pasangan tunggal pada Pilkada Serentak 2024 yang berstatus petahana, yaitu:
- Provinsi Papua Barat: Dominggus Mandacan (petahana) – Mohamad Lakotani
- Asahan: Taufik Zainal Abidin (petahana) dan Rianto
- Pakpak Barat: Franc Bernhard Tumanggor (petahana) dan Mutsyuhito Solin
- Serdang Bedagai: Darma Wijaya (petahana) dan Adlin Tambunan
- Labuhanbatu Utara: Hendriyanto Sitorus (petahana) dan Syamsul Tanjung
- Nias Utara: Amizaro Waruwu (petahana) dan Yusman Zega
- Batanghari: Muhammad Fadhil Arief (petahana) dan Bakhtiar
- Ogan Ilir: Panca Wijaya Akbar (petahana) dan Ardani
- Empat Lawang: Budi Antoni Aljufri (petahana) dan Henny Verawat
- Bengkulu Utara: Arie Septia Adinata (petahana) dan Sumarno
- Lampung Barat: Parosil Mabsus (petahana) dan Mad Hasnurin
- Lampung Timur: Ela Siti Nuryamah dan Azwar Hadi (petahana)
- Bangka: Mulkan (petahana) dan Ramadian
- Bangka Selatan: Riza Herdavid (petahana) dan Debby Vita Dewi
- Kota Pangkal Pinang: Maulan Aklil (petahana) dan Masagus M Hakim
- Bintan: Roby Kurniawan (petahana) dan Deby Maryanti
- Ciamis: Herdiat Sunarya (petahana) dan Yana D Putra
- Banyumas: Sadewo Tri Lastiono (petahana) dan Dwi Asih Lintarti
- Sukoharjo: Etik Suryani (petahana) dan Eko Sapto Purnomo
- Trenggalek: Mochamad Nur Arifin (petahana) dan Syah Muhammad Nata Negara
- Ngawi: Ony Anwar Harsono (petahana) dan Dwi Rianto Djatmiko
- Gresik: Fandi Akhmad Yani (petahana) dan Asluchul Alif
- Pasuruan: Adi Wibowo (petahana) dan Mokhamad Nawawi
- Surabaya: Eri Cahyadi (petahana) dan Armuji
- Bengkayang: Sebastianus Darwis (petahana) dan Syamsul Rizal
- Balangan: Abdul Hadi (petahana) dan Akhmad Fauzi
- Samarinda: Andi Harun (petahana) dan Saefuddin Zuhri
- Malinau: Wempi W Mawa (petahana) dan Jakaria
- Tarakan: Khairul (petahana) dan Ibnu Saud
- Maros: Chaidir Syam (petahana) dan Suhartina Bohari
- Pasangkayu: Yaumil (petahana) dan Herny Agus
- Manokwari: Hermus Indou (petahana) dan Mugiyono
- Kaimana: Fredy Thie (petahana) dan Sobar Somat Puarada.
Baca Juga: Dawam-Ketut Bakal Melenggang ke Pilkada Lampung Timur
Pilkada diulang jika kotak kosong menang.
Komisi II DPR RI, KPU, dan pemerintah menyepakati pemilihan ulang akan digelar pada tahun 2025 jika pada Pilkada 2024 ada daerah yang dimenangkan kotak kosong.
Kesepakatan ini diputuskan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II, KPU, Bawaslu dan Kemendagri di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta yang digelar sejak Selasa (10/9/2024) sore sampai Rabu (11/9/2024) dinihari.
“Daerah yang pelaksanaan pilkadanya hanya terdiri dari 1 satu pasangan calon dan tidak mendapatkan suara lebih dari 50 persen, secara bersama menyetujui Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota diselenggarakan kembali pada tahun berikutnya yakni tahun 2025, sebagaimana diatur dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” bunyi salah satu poin kesimpulan rapat.
Darmawan Purba menilai keputusan untuk mengulang pemilihan jika kotak kosong menang sudah tepat.
“Kepala daerah itu dipilih secara demokratis. Konsekuensinya ketika kotak kosong menang, mau tidak mau, pilkada itu harus diulang,” ujar dia.
Ia juga menyebutkan apabila kotak kosong menang dalam pemilihan tentunya tidak sejalan dengan harapan pelaksanaan pilkada serentak karena daerah setempat akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah.
“Maka masa jabatan kepala daerah di daerah yang kotak kosong menang harus ada adaptasi, dan tidak bersesuaian dengan harapan digelarnya pilkada serentak,” kata Darmawan.