Dilema Pupuk Bersubsidi

oleh
Dilema Pupuk Bersubsidi
Kandidat Perencana Ahli Utama Kementerian PPN/Bappenas, Andi Setyo Pambudi. Foto: Istimewa

DASWATI.ID – Transformasi sistem pangan adalah kunci untuk mendorong kemandirian nasional, keberlanjutan ekologi, peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.

Semua itu akan menciptakan fondasi bagi ketahanan pangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menekankan hal itu dalam sambutannya pada Konferensi Nurturing Collaboration in Food Security yang digelar oleh PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk, pada awal Desember 2024 di Jakarta.

Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa kebijakan subsidi pupuk menjadi bagian integral dalam pembangunan berkelanjutan yang melibatkan keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Pupuk bersubsidi menjadi salah satu agenda strategis dalam Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Dalam dokumen tersebut, pupuk bersubsidi diharapkan dapat menjadi katalisator bagi peningkatan produktivitas sektor pertanian yang berkelanjutan.

Baru-baru ini Menteri Pertanian juga menegaskan pentingnya reformasi kebijakan pupuk bersubsidi sebagai upaya menjawab tantangan pemerataan dan ketepatan sasaran.

Pernyataan ini sejalan dengan temuan Ombudsman RI yang menyoroti berbagai maladministrasi dalam distribusi pupuk bersubsidi.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada ekonomi petani, tetapi juga mencerminkan ketimpangan yang harus segera diatasi agar manfaat subsidi benar-benar dirasakan oleh petani kecil, terutama petani gurem.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menegaskan bahwa maladministrasi dalam distribusi pupuk bersubsidi menjadi salah satu penyebab utama tidak tercapainya ketahanan pangan secara maksimal.

Diperlukan penguatan sistem pengawasan dan transparansi untuk memastikan bahwa subsidi ini benar-benar diterima oleh pihak yang membutuhkan.

KOMITMEN BERSAMA

Data terbaru menunjukkan, kuota pupuk bersubsidi pada tahun 2025 mencapai 9,5 juta ton, yang terdiri dari Urea 4,6 juta ton; NPK: 4,2 juta ton; NPK khusus kakao, 147.000 ton, dan pupuk organik 500.000 ton.

Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 644/KPTS/SR.310/M/11/2024 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Kebijakan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor pertanian dan memastikan ketahanan pangan nasional.

Dari sisi anggaran, pemerintah mengalokasikan subsidi pupuk sebesar Rp44,156 triliun yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025.

Namun menurut pakar pertanian, Bustanul Arifin, tingginya serapan anggaran tidak menjamin keberhasilan jika distribusi pupuk tidak tepat sasaran.

Dia menegaskan bahwa ketepatan distribusi merupakan kunci untuk mendorong nilai tukar petani (NTP) yang lebih baik.

Di sisi lain, Irfan Ridwan Maksum dari Universitas Indonesia menyoroti lemahnya pengawasan sebagai salah satu akar masalah.

Ia mengungkapkan bahwa kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga pengawas seperti Ombudsman menyebabkan kebijakan subsidi pupuk seringkali kehilangan arah.

Dalam konteks internasional, Malaysia dapat dijadikan contoh sukses dalam manajemen risiko berkelanjutan terkait kebijakan subsidi pupuk.

Di negara tersebut, komitmen bersama dari semua tingkatan pemerintahan hingga masyarakat menghasilkan kebijakan subsidi pupuk yang lebih terarah.

Sebagai contoh, pemerintah Malaysia menerapkan sistem e-petani yang berbasis teknologi untuk memantau distribusi pupuk secara realtime.

Selain itu, mereka melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan melalui program edukasi dan transparansi data, sehingga pelaksanaan subsidi pupuk berjalan efektif dan efisien.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa keberhasilan kebijakan tidak hanya bergantung pada dana yang dialokasikan, tetapi juga pada komitmen kolaboratif untuk memastikan keberlanjutan.

Di Indonesia, dibutuhkan pendekatan multidimensional untuk mengatasi berbagai persoalan subsidi pupuk.

Pemerintah harus mengedepankan reformasi regulasi yang melibatkan Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan dan Ombudsman RI untuk memperbaiki perencanaan dan implementasi pupuk bersubsidi dalam kerangka pembangunan nasional.

Integrasi antara quality assurance dalam pengawasan dan pemberian insentif kepada pihak yang berhasil menerapkan kebijakan secara berkelanjutan dapat menjadi langkah strategis.

Dengan dukungan anggaran yang memadai dan penegakan regulasi yang tegas, pembangunan sektor pertanian yang berbasis keberlanjutan tidak lagi menjadi angan-angan.

Untuk itu, penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional ke depan diharapkan dapat terus konsisten menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Hal itu sangat penting untuk memperkuat pengawasan distribusi pupuk bersubsidi guna meminimalkan penyimpangan dan meningkatkan efektivitas program.

Yang paling penting, seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, harus memiliki komitmen bersama untuk memperbaiki ekosistem distribusi pupuk bersubsidi demi meningkatkan daya saing pertanian nasional.

Baca Juga: Menyelamatkan Subsidi Gas Elpiji 3 Kg

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *