Aktor dan Modus Kampanye Hitam di Media Sosial

oleh
Aktor dan Modus Kampanye Hitam di Media Sosial
Anggota Bawaslu RI Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas, Lolly Suhenty. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengungkap aktor dan modus kampanye hitam di media sosial yang bermuatan SARA, Hoaks, dan Ujaran Kebencian.

Hal itu disampaikan dalam acara Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, Isu Strategis: Kampanye di Media Sosial, di Swiss-Belcourt, Kota Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (31/10/2023).

“Indikator pemetaan kerawanan isu strategis ini adanya materi kampanye bermuatan SARA, Hoaks, dan Ujaran Kebencian, di media sosial,” kata Lolly.

Baca Juga: 6 Provinsi Paling Rawan Isu Kampanye di Media Sosial

Dia menjelaskan dalam pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa kampanye dilarang mempersoalkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

“Kemudian dilarang menghina seseorang, suku agama ras dan golongan calon. Peserta pemilu dan pemilihan dilarang menghasut, mengadu domba, memfitnah, juga dilarang untuk melakukan ancaman kekerasan dan menganjurkan kekerasan,” ujar Lolly.

Berdasarkan hasil analisis Puslitbang Bawaslu RI, pengawas pemilu menemukan aktor dan modus kampanye hitam di media sosial.

Aktor pertama adalah peserta pemilu yakni partai politik dan kandidat. Menurut Lolly, Peserta Pemilu ini subyek utama yang hampir tidak bisa ditindak.

“Contohnya anggota atau struktural partai politik menyampaikan pandangan politik di media sosial yang mengandung SARA, Hoaks, dan Ujaran Kebencian,” kata dia.

Kemudian, aktor kedua adalah Tim Sukses. Perumusan strategi pemenangan kandidat atau partai politik seringkali menggunakan isu SAR, Hoaks, Ujaran Kebencian.

Baca Juga: Politisasi Etnis dan Agama Paling Dominan di Pemilu 2024

Selanjutnya, aktor ketiga adalah Pendengung (Buzzer) dan Simpatisan atau Pendukung.

“Aktor ini yang paling sering menjadi subyek pembuat dan penyebar dalam kampanye media sosial yang bermuatan SARA, Hoaks, Ujaran Kebencian,” jelas Lolly.

Sementara, modus utama kampanye hitam yang sering digunakan adalah menyerang dan playing victim.

“Mendapatkan dukungan, menyerang kompetitor atau delegitimasi proses atau hasil pemilu menjadi modus utama dalam kampanye di media sosial yang menggunakan politisasi SARA, Hoaks, dan Ujaran Kebencian,” papar Lolly.

Dia menegaskan bahwa Bawaslu akan melakukan pengawasan terhadap akun-akun media sosial peserta pemilu, baik yang terdaftar secara resmi di KPU maupun tidak.

“Bawaslu akan mengawasi akun media sosial secara personal. Kita perlu mencermati pihak-pihak yang dilarang ikut kampanye, termasuk soal ujaran kebencian hoax dan lain sebagainya,” ujar dia.

Meskipun Bawaslu punya keterbatasan norma untuk menindaklanjutinya, tambah Lolly, namun pihaknya diberikan kewenangan untuk menggunakan mekanisme penanganan pelanggaran hukum lainnya.

Baca Juga: Meta Luncurkan Portal Pelaporan Konten untuk Bawaslu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *