Ancaman Korupsi Jumbo Ganjal Transisi Energi Lampung

oleh
Ulubelu: Titik Nyala 'Game Changer' Energi Bersih Global
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal. Dokumentasi Diskominfotik Lampung

DASWATI.ID – Provinsi Lampung, yang memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) melimpah dan komitmen strategis terhadap transisi energi bersih, kini dihadapkan pada ancaman serius yang berasal dari tata kelola yang lemah dan kasus hukum berskala besar.

Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Lampung, Vincensius Soma Ferrer, dugaan korupsi “jumbo” di sektor energi berpotensi memengaruhi investasi secara signifikan, sekaligus menghambat upaya reformasi tata kelola yang sangat krusial.

Potensi Strategis dan Komitmen Transisi

Soma memandang Provinsi Lampung memiliki nilai jual strategis untuk investasi energi di Pulau Sumatra.

“Hal ini didukung oleh potensi sumber daya yang melimpah, termasuk EBT seperti panas bumi, surya, angin, bioetanol, serta potensi Waste to Energy (WTE),” kata dia saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (28/10/2025). 

Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional yang cenderung mengarah pada sektor energi sebagai investasi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung tengah menggenjot pengembangan sejumlah proyek EBT strategis sebagai bagian dari langkah untuk mempercepat transisi energi bersih dan mendukung target Net Zero Emission.

Saat ini, Pemprov Lampung, bersama Kementerian ESDM dan pihak pengembang, tengah fokus pada empat proyek utama:

  1. Eksplorasi PLTP Ulu Belu di Desa Gunung Tiga.
  2. Pilot Plant Hidrogen Hijau di WKP Ulu Belu, yang mengintegrasikan teknologi Anion Exchange Membrane (AEM) electrolyzer dengan energi panas bumi, dengan nilai investasi US$3 Juta.
  3. Eksplorasi PLTP Way Ratai, yang saat ini sedang menjalani survei geologi, geofisika, dan geokimia (3G) serta Pre-Transaction Agreement (PTA) pada tahun 2025.
  4. Lelang Ulang WKP Danau Ranau, yang ditargetkan mendapatkan pemenang pada Triwulan I Tahun 2026, dengan estimasi daya yang akan dikembangkan sebesar 40 MW.

Masifnya investasi di sektor EBT ini diyakini mampu menyerap hingga 1000 tenaga kerja pada tahap awal dan memberikan efek domino positif bagi perekonomian daerah.

Arinal Djunaidi dan Jerat Dana PI
Gubernur Lampung periode 2019-2024, Arinal Djunaidi (ARD), usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Lampung, Bandar Lampung, Jumat (5/9/2025) dini hari. Foto: Josua Napitupulu

Tata Kelola: Penghalang Utama Investasi

Meskipun potensi EBT di Lampung melimpah, Soma menegaskan bahwa potensi tersebut ironisnya terhambat oleh faktor tata kelola, bukan keterbatasan pasar.

“Secara kewilayahan, investasi energi didominasi oleh sektor swasta. Pelaku swasta cenderung memilih daerah dengan akses infrastruktur memadai dan potensi pasar,” ujar dia. 

Namun, keputusan investasi swasta sangat sensitif; investor turut mempertimbangkan aspek hukum dan sosial di daerah target.

“Peristiwa hukum atau sosial yang melibatkan pengelola sektor energi dapat menjadi risiko signifikan, sehingga menjauhkan daerah tersebut dari perhatian investor,” tambah Soma.

Alih-alih memperkuat ketahanan energi, lanjut dia, kelemahan tata kelola yang diakibatkan pelanggaran hukum atau sosial justru menciptakan celah baru.

“Hal ini mengubah potensi investasi menjadi sumber daya energi yang tidak termanfaatkan,” tegas dia.

Skandal Korupsi Jumbo Mengikis Kepercayaan

Peringatan Soma ini mendapatkan justifikasi kuat dari dugaan korupsi berskala besar di PT Lampung Energi Berjaya (LEB), anak usaha BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU).

“Skandal ini berpotensi memengaruhi investasi di Provinsi Lampung secara signifikan,” kata Soma.

Jerat Korupsi Tiga Petinggi Lampung Energi Berjaya
Direktur Operasional PT Lampung Energi Berjaya, Budi Kurniawan, digiring ke mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10% pada Senin (22/9/2025) malam di Kejati Lampung, Bandar Lampung. Foto: Josua Napitupulu

Kasus korupsi di sektor energi ini melibatkan pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10% dari wilayah kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES) senilai US$17,286 juta, atau setara Rp271 miliar.

Dana yang seharusnya mendukung pembangunan daerah diduga disalahgunakan, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp200 miliar.

Skala ini menunjukkan adanya “korupsi jumbo” yang melibatkan pejabat tinggi.

Penyidik Kejati Lampung telah menetapkan tiga tersangka yakni Presiden Direktur Hermawan Eriadi; Direktur Operasional Budi Kurniawan; dan Komisaris Heri Wardoyo; pada 22 September 2025, serta memeriksa mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan menyita aset Rp38,58 miliar dari rumahnya.

Baca Juga: Kejati Sita Aset Tiga Bos Lampung Energi Berjaya Senilai Rp80 Miliar

Skandal ini memperburuk persepsi Lampung sebagai daerah rawan korupsi, khususnya di sektor energi (migas).

“Investor asing dan domestik cenderung menghindari wilayah dengan tata kelola buruk, mengingat risiko hukum dan ketidakpastian yang tinggi,” terang Soma.

Mendesak Reformasi Tata Kelola

Soma menekankan bahwa jika tata kelola tidak segera diperbaiki, hal ini akan menghilangkan peluang investasi dan kepercayaan investor, tidak hanya pada sektor energi, tetapi juga investasi secara keseluruhan.

Oleh karena itu, Provinsi Lampung maupun daerah lain dinilai memerlukan reformasi tata kelola energi yang mendesak untuk mengarahkan investasi sektor ini guna mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional.

Baca Juga: Empat Proyek Andalan Lampung Jaring Modal Asing

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *