DASWATI.ID – Sejumlah elemen masyarakat meminta Pemerintah Kota Bandarlampung untuk mengevaluasi pengembangan kawasan Chinatown di Telukbetung, Kecamatan Telukbetung Selatan, Kota Bandarlampung, Rabu (23/10/2024).
Elemen masyarakat tersebut terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyyah Provinsi Lampung, Laskar Lampung, KAHMI, ASPIRA (Aspirasi Rakyat), Alumi 212 Lampung, FSML (Forum Suara Masyarakat Lampung).
Mereka tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Bandarlampung menyuarakan penolakan terhadap pembangunan Tugu Pagoda dan gapura Chinatown kepada Penjabat Sementara Wali Kota Bandarlampung Budhi Darmawan,
Aliansi Masyarakat Peduli Bandarlampung menilai dominasi elemen budaya oriental di Chinatown telah menggeser tradisi dan nilai-nilai lokal masyarakat Lampung.
“Kami mengusulkan kepada pemerintah daerah dan DPRD untuk segera melakukan evaluasi ulang terhadap konsep pembangunan Chinatown, dan menggantinya dengan program pembangunan Telukbetung City yang terintegrasi,” ujar Ustad Ridwan Sayuti dari salah satu kemargaan di Telukbetung.
Hal itu disampaikan Aliansi Masyarakat Peduli Bandarlampung saat audiensi dengan Budhi Darmawan dan jajarannya di Ruang Rapat Wali Kota Bandarlampung.
Ustad Ridwan meminta kepada pihak terkait untuk segera melakukan perubahan pada nama dan ornamental Gapura Chinatown menjadi Gapura Telukbetung City, dan Tugu Pagoda menjadi Tugu Pesisir atau Tugu Telukbetung atau Tugu Krakatau.
“Kemudian mengajukan kepada pihak terkait agar segera melakukan proses peralihan rencana pembangunan lanjutan yang berupa tugu-tugu dan lainnya,” kata dia.
Ia juga meminta agar Tugu Pagoda di Chinatown yang semula dibangun di Telukbetung, menjadi pembangunan flyover dari ujung Jalan Suprapto-Taman Dipangga-Jalan Ikan Bawal.
“Ini itikad kami dengan Penyimbang Adat,” ujar Ustad Ridwan.
Pemkot setop pembangunan Tugu Pagoda di Chinatown.
Pemkot Bandarlampung mengalokasikan anggaran sebesar Rp25 miliar untuk membangun kawasan Chinatown di Telukbetung, dan ditargetkan selesai pada akhir tahun 2026.
Pembangunan kawasan Chinatown meliputi Tugu Pagoda, empat gerbang masuk dan dua gerbang keluar, pedestrian, jalan, dan lampu khas ornamen Tionghoa.
Chinatown di Telukbetung diharapkan menjadi simbol keragaman dan kekayaan budaya Kota Bandarlampung dengan penduduk yang multietnis.
“Mengenai gapura selamat datang di Chinatown, untuk penamaannya sudah diputuskan tidak ada kata Chinatown pada gapura. Hanya selamat datang saja,” ujar Budhi Darmawan.
Kemudian ia menjelaskan sebutan Tugu Pagoda karena bangunannya berbentuk pagoda.
“Jadi, untuk penamaannya, sama-sama kita cari nama yang lebih tepat untuk keberadaan tugu itu,” kata dia.
Budhi menyampaikan pengembangan kawasan Chinatown tidak menghilangkan kearifan lokal masyarakat Telukbetung.
“Untuk ornamennya juga sudah disepakati bahwa ada ornamen Lampung di tugu itu, dan di gapura juga,” ujar dia.
Namun, lanjut Budhi, dirinya telah meminta kepada Dinas PU Kota Bandarlampung untuk menghentikan sementara pembangunan Tugu Pagoda sembari mencari solusi.
“Kami menghargai dan menerima dengan tangan terbuka aspirasi yang disampaikan,” ujar Kepala Dinas Pengelola Sumber Daya Air Provinsi Lampung ini.
Budhi Darmawan yang dikukuhkan sebagai Pjs Wali Kota Bandarlampung pada 24 September 2024 lalu menegaskan bahwa dirinya berdiri di atas semua golongan.
Evaluasi pengembangan kawasan Chinatown tidak dapat dilakukan serta-merta dan terburu-buru karena program tersebut diputuskan bersama oleh Pemerintah Kota dan DPRD Kota Bandarlampung.
“Kami mendengarkan aspirasi warga, tetapi saya mohon maaf, saya sebagai Penjabat Sementara Wali Kota harus berdiri di atas semua golongan. Oleh karena itu, kami mohon waktu untuk memutuskan dan tidak bisa terburu-buru,” jelas Budhi.
Pengembangan kawasan Chinatown di Telukbetung digugat ke PN Tanjungkarang.
Tim Hukum Aliansi Masyarakat Peduli Bandarlampung Gunawan Pherikesit menimpali pernyataan Budhi Darmawan yang tidak mengabulkan seluruh tuntutan mereka.
“Kalau memang tidak ada kesepakatan Tugu Pagoda diubah menjadi Tugu Krakatau, maka kami ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang untuk mengajukan Citizen Law Suit,” ujar dia.
Tetapi, usai audiensi, kepada awak media Gunawan mengaku dirinya dapat memahami pernyataan Budhi Darmawan.
“Kami memahami dan menyadari tidak segampang itu untuk mengubah sebuah keputusan, maka kami tetap mengajukan gugatan Citizen Law Suit ke pengadilan,” kata dia.
Pihaknya menggugat kelalaian pihak negara, Pemkot Bandarlampung, terhadap warga negaranya.
Aliansi Masyarakat Peduli Bandarlampung menggugat Wali Kota, Dinas PU, Dinas Perhubungan, Biro Keuangan, dan DPRD Kota Bandarlampung.
“Kami menggugat agar Tugu Pagoda diubah menjadi Tugu Krakatau berdasarkan fakta hukum dan fakta sejarah. Bukan hanya nama saja, termasuk bangunannya juga,” ujar Gunawan.
Gunawan Pherikesit mengatakan tuntutan pihaknya tidak didasarkan atas kebencian, tapi lebih kepada kelalaian pihak pemerintah daerah.
“Kawasan Chinatown itu fasilitas umum, tidak boleh diperuntukkan bagi kepentingan golongan dan pribadi,” kata dia.
“Kami tidak marah dan tidak benci dengan golongan itu. Kami bukan orang-orang intoleran. Bukan. Tapi kebijakan pemerintah ini yang salah, makanya kami gugat,” lanjut Gunawan.
Warga Telukbetung dukung Chinatown.
Pemerintah Kota Bandarlampung membangun Chinatown di Telukbetung sebagai sentra kuliner dan destinasi wisata.
Salah satu warga Kelurahan Telukbetung di sekitaran Tugu Pagoda mengaku tidak keberatan dengan tugu tersebut.
“Jiwa kita masih jiwa toleransi. Kami yakin warga Bandarlampung cuek,” ujar salah satu pemilik toko di seputaran Tugu Pagoda.
“Pagodanya sudah bagus didemo. Nggak mengganggu juga. Telukbetung ini sudah sepi. Dibangun Tugu Pagoda kan bikin ramai,” lanjut dia.
Sementara warga lainnya mengatakan,”Kenapa baru sekarang didemo? Mestinya dari awal sebelum dibangun.”
Tugu Pagoda dibangun di perempatan Jalan Ikan Hiu dan Jalan Ikan Bawal, di dekat swalayan Chandra Teluk. Menara setinggi 9 meter itu diharapkan menjadi ikon Chinatown.
Ground breaking pembangunan Tugu Pagoda dilakukan langsung oleh Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana dan dihadiri forkopimda, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), serta tokoh masyarakat setempat pada Senin (20/5/2024).
Baca Juga: Mengharmonikan Agama dan Budaya dalam Kreativitas